Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Proyek Food Estate Merauke Belum Punya Amdal. Kok Bisa?

Pembukaan hutan untuk proyek lumbung pangan atau food estate belum memiliki amdal. Amdal akan diterbitkan belakangan. 

22 September 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GEMURUH helikopter mengagetkan warga Kampung Bibikem, Distrik Ilwayab, Merauke, Papua Selatan, suatu siang pada Mei 2024. Capung besi berwarna kuning itu mendarat di padang sabana membawa serombongan orang. Warga Bibikem berlarian menghampiri lokasi pendaratan. Untuk pertama kali dalam hidup, mereka melihat helikopter membelah langit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami teriak-teriak mengejarnya,” kata Bergilda, 47 tahun, menceritakan peristiwa itu kepada Tempo, Kamis, 29 Agustus 2024. Namun helikopter keburu terbang meninggalkan Bibikem.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Kampung Bibikem, Bibianus Moyuend, mengatakan rombongan itu sudah dua kali datang ke sana dan kampung tetangga seperti Uliuli, Wanam, dan Wogekel. Dari warga di kampung tetangga, ia mendapat informasi bahwa helikopter itu mengangkut orang dari Jakarta untuk melihat tanah adat mereka. “Saya dengar mereka mau bikin sawah,” ucap Bibianus.

Dipimpin ketua adat, warga Bibikem berdiskusi untuk merespons persoalan proyek cetak sawah. Mereka bersepakat menolak proyek itu karena akan menggusur kebun serta hutan sebagai sumber mata pencarian mereka dalam berburu. Warga setempat juga menandai batas tanah untuk melindungi tanah ulayat.

Pada 26 Juli 2024, dua orang yang mengaku sebagai perwakilan pemerintah tiba di Kampung Es Wambi, Distrik Okaba. Kepada Kepala Kampung Es Wambi, Selestinus A. Kahol, mereka menyatakan berniat mengambil sampel tanah untuk diuji di laboratorium. Kahol menolak memberikan izin.

Belakangan, warga Bibikem dan Es Wambi mengetahui proyek cetak sawah itu dikelola Kementerian Pertahanan. Sedangkan yang menyurvei wilayah itu berasal dari PT Sucofindo. “Kami koordinasikan dengan unit yang menangani kegiatan ini, ya,” kata Vice President of Corporate Secretary Sucofindo Arifin kepada Tempo, Kamis, 19 September 2024.

Toh, penolakan warga Bibikem dan Es Wambi tak mempan. Awal Agustus 2024, tongkang pengangkut 88 alat berat membuang sauh di Pelabuhan Wanam, Distrik Ilwayab. Alat-alat berat itu milik konglomerat asal Batulicin, Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.

Bersama sepupunya, Amran Sulaiman, yang menjabat Menteri Pertanian, bos Jhonlin Group itu menjadi penyokong utama proyek cetak sawah gagasan Menteri Pertahanan sekaligus presiden terpilih, Prabowo Subianto. Isam memborong 2.000 ekskavator dari Cina senilai Rp 4 triliun untuk membuka lahan seluas 1 juta hektare di Merauke, Papua Selatan.

Proyek itu turut disokong oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq mengatakan lembaganya ikut membantu penyediaan lahan. Sejak empat tahun lalu, Kementerian Kehutanan membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) proyek lumbung pangan.

Direktur Jenderal Planologi Hanif Faisol Nurofiq. (Foto: Dokumentasi KLHK)

Hanif mengatakan salah satu bagian dalam KLHS adalah kajian kesesuaian lahan. Dari lima lokasi area of interest proyek lumbung pangan di seluruh Indonesia, Hanif menyebutkan, yang paling cocok adalah Merauke. “Tanahnya datar seperti meja,” tutur Hanif pada Jumat, 20 September 2024.

Seperti Isam, Hanif berasal dari Kalimantan Selatan. Sebelum dilantik menjadi orang nomor satu di Direktorat Planologi pada 2023, ia menjabat Kepala Dinas Kehutanan Tanah Bumbu. Ia kemudian menjadi Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan. Sedangkan Isam pengusaha yang memiliki konsesi batu bara dan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Selatan.

Luas Kabupaten Merauke hampir sama dengan Pulau Jawa, yakni 12 juta hektare. Dari total luas area itu, Hanif mencatat 8 juta hektare dataran rendah cocok untuk pertanian karena air melimpah. Adapun status lahannya, kata Hanif, adalah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. “Artinya, didesain menampung pembangunan,” ujarnya.

KLHK tiga kali mengeluarkan KLHS food estate, yaitu pada 2020, 2021, dan 2022. Tempo mendapatkan dokumen KLHS pada 2021 untuk area of interest seluas 179.211,34 hektare di Distrik Jagebob dan Ilwayab. Tapi luas yang direkomendasikan untuk penanaman singkong dan padi hanya 71.825 hektare. “Sisanya tak direkomendasikan,” demikian bunyi dokumen itu.

•••

DIGAGAS pada 2020, proyek food estate Kementerian Pertahanan di Merauke baru berjalan empat tahun kemudian. Pembukaan area dimulai setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengeluarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 835 tentang Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan seluas 13.540 hektare pada 12 Juli 2024.

Persetujuan itu diberikan kepada Kementerian Pertahanan untuk membangun sarana dan prasarana ketahanan pangan dalam rangka pertahanan dan keamanan di hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Bermodal keputusan itu, Andi Syamsuddin Arsyad membuka hutan di Merauke dengan alat berat dari Cina.

Namun pembukaan hutan menyisakan masalah. Dua pejabat di KLHK bercerita, proyek lumbung pangan di Merauke belum memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Padahal setiap kegiatan yang berada di dalam atau berbatasan dengan hutan lindung wajib memiliki amdal sebelum dimulai.

Ketentuan itu tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hanif Faisol Nurofiq tak memungkiri adanya persyaratan itu. Namun, dia menambahkan, kegiatan awal yang masih berada di hutan produksi cukup menggunakan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL).

Masalahnya, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 menyatakan UKL-UPL hanya digunakan untuk kegiatan di perbatasan hutan lindung serta tak berdampak penting terhadap lingkungan. “Kami tak mungkin menolak karena bisa mengganggu kesinambungan investasi,” tutur Hanif. Dia mengungkapkan, sembari proyek berjalan, Kementerian Pertahanan menyusun dokumen amdal.

Kementerian Pertahanan belum merespons surat permintaan wawancara Tempo. Juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, tak menjawab pertanyaan mengenai ketiadaan amdal itu hingga Jumat malam, 20 September 2024. Asisten khusus Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, pun enggan berkomentar. “Silakan berkomunikasi dengan Kementerian Pertanian,” ucapnya.

Tim Hanif juga terlibat dalam urusan swasembada gula di Merauke. Dipimpin PT Perkebunan Nusantara Group, rombongan KLHK bersama perwakilan Perhutani dan Sugar Co, anak usaha PT Perkebunan Nusantara Group, menggelar survei calon lokasi perkebunan tebu di eks Merauke Integrated Food and Energy Estate atau MIFEE pada Oktober 2023.

Kunjungan itu dilakukan setelah terbit Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula dan Pengembangan Bioetanol Berbasis Tebu. Direktur Hubungan Kelembagaan dan Manajemen Risiko Sugar Co Aris Toharisman, yang ikut dalam rombongan, mengatakan iklim di area Merauke cukup cocok untuk budi daya tebu.

Namun, dia menerangkan, tingkat kesuburan tanah di Merauke terbilang rendah. Selain itu, Aris mengatakan sistem pembuangan air bermasalah sehingga butuh investasi untuk memperbaikinya. “Apabila tidak terdapat insentif dan intervensi pemerintah untuk penyediaan infrastruktur, dari sisi bisnis, kebun tebu di Merauke tidak layak.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Avit Hidayat di Merauke berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Babat Dulu, Amdal Belakangan"

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus