Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Security Lab membuka dokumen pengiriman perangkat teknologi spionase dan spyware ke Indonesia. Dokumen itu mencatat ratusan alat sadap dipesan oleh lembaga pemerintah seperti kepolisian dan swasta sepanjang 2019-2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu perusahaan perangkat digital yang berkantor di Swiss, Polus Tech, disebut memasarkan alat sadap ke Indonesia. Teknologi tersebut bernama Individual Mobile Subscriber Identity atau IMSI Catcher, perangkat berbentuk kotak yang digunakan untuk menangkap sinyal dari alat komunikasi seluler.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokumen itu secara jelas mencatat kantor Staf Logistik Polri sebagai pemesan 19 alat sadap. Itu sebabnya pengiriman tersebut legal karena sudah tercatat. Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sudiro mengatakan HS Code dengan angka awal 85 lazim digunakan untuk pengiriman barang yang dikategorikan perangkat teknologi elektronik.
Namun Bea-Cukai tak bisa memastikan apakah barang tersebut akan digunakan untuk keperluan intelijen. “Tugas kami hanya memastikan apakah barang yang masuk ke Indonesia sesuai dengan dokumen yang disertakan,” katanya.
Chief Executive Officer Polus Tech, Niv Karmi, tak membantah kabar bahwa kemungkinan produknya sudah digunakan di Indonesia. Hal itu disampaikan Karmi dalam wawancara bersama media yang menjadi partner dalam liputan kolaborasi bersama Majalah Tempo yakni Haaretz di Israel dan WOZ Die Wochenzeitung di Swiss, pada Senin, 26 Februari 2024, di Milan, Italia.
Karmi menjelaskan IMSI Catcher dibuat untuk membantu penanganan bencana dalam skenario pencarian dan penyelamatan para korban. Namun, melalui serangkaian proses, bisa juga digunakan oleh lembaga penegak hukum. Misalnya ketika hendak menangkap seseorang dan petugas ingin mengetahui keberadaannya.
“IMSI Catcher membantu mereka menangkap seseorang. Tapi tidak menyusup ke telepon seluler,” ujar Karmi dikutip dari Majalah Tempo edisi 6-12 Mei 2024.
Karmi adalah salah satu pendiri NSO Group, perusahaan teknologi asal Israel yang dikenal membuat alat sadap atau spyware bernama Pegasus. NSO merupakan singkatan nama-nama pendirinya, yakni Niv Karmi, Shalev Hulio, dan Omri Lavie. Namun Karmi memutuskan keluar pada 2011, setahun setelah NSO Group berdiri. Pada akhir 2015, Karmi mendirikan Polus Tech di Swiss.
Polus, kata Karmi, berupaya mencegah penyalahgunaan fungsi alat teknologi yang diproduksi. Salah satunya dengan mengirim teknologi Polus dengan mematuhi semua peraturan. “Kami tidak ingin merusak nama baik perusahaan dan kepercayaan klien,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan teknologi Polus biasanya dijual kepada para penegak hukum, dalam hal ini kepolisian. Alasannya, peralatan tersebut merupakan transmisi yang harus digunakan lewat izin tertentu. Jika melihat Israel, kata dia, tentu saja tentara yang menggunakan. “Saya tidak dalam posisi memilih, tapi merekalah klien kami,” kata Karmi.
Adapun pengiriman kepada pembeli teknologi Polus, diekspor melalui negara yang memiliki peraturan ekspor yang baik. Di antaranya Swiss dan Singapura. Polus, menurut Karmi, tak hanya mempertaruhkan nama baik perusahaan, tapi juga nama baik negara dan klien.
Mabes Polri mengirim surat balasan lewat Kepala Biro Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Tjahyono Saputro yang diterima di Gedung Tempo, Jakarta Selatan, pada Jumat pukul 17.00 WIB, 3 Mei 2024. Lewat suratnya, Tjahyono menuliskan informasi soal pengadaan alat dan teknologi sadap merupakan informasi yang tidak bisa disampaikan ke publik.
Ia mengacu kepada Keputusan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentas Polri Nomor: KEP/21/IV/H.U.K/2021 tanggal 30 April 2021 tentang Klasifikasi Informasi yang Dikecualikan terkait dengan Alat Material Khusus Polri di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. "Informasi yang diminta mengenai penggunaan teknologi surveilans pada Polri merupakan salah satu informasi yang dikecualikan di lingkungan Polri," tulis Tjahyono.
Hasil liputan investigasi selengkapnya dimuat di Majalah Tempo yang terbit pada Ahad, 5 Mei 2024 untuk edisi digital, dan edisi cetak terbit pada Senin, 6 Mei 2024.
MOH KHORY ALFARIZI | LANI DIANA | KRISNA ADHI PRADIPTA