Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Anak Adam di tengah Konflik

Petinggi Kepolisian menggelar sejumlah pertemuan menghadapi konflik dengan komisi antikorupsi. Muncul peta baru politik Markas Besar Kepolisian.

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUDUK terpisah meja, Kepala Kepolisian Negara Jenderal Timur Pradopo dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad tekun mendengarkan tausiyah Ramadan. Tema yang disampaikan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar pada acara buka puasa Rabu sore itu soal jalan hidup Qabil dan Habil. "Mereka anak Adam dan Hawa ketika turun ke bumi," kata Nasar memulai ceramahnya.

Dikisahkan, Hawa mempunyai dua anak laki-laki, Habil dan Qabil. Masing-masing membawa kembar perempuan. Dalam aturannya, kata Nasar, Habil dan Qabil harus kawin silang dengan saudara kembar masing-masing. Namun Qabil menolak menikahi kembaran Habil, yang tua dan tak cantik. Ketegangan bertambah karena kurban Habil diterima dan kurban Qabil ditolak. "Karena terbakar ego dan dendam, Qabil membunuh Habil," tutur Nasar.

Menurut Nasar, kisah pembunuhan anak manusia ini bisa dimaknai simbolis. Habil adalah simbol anak ideal, taat kepada orang tua dan hukum. Sedangkan Qabil simbol egoisme, angkuh, enggan taat hukum, dan mengingkari hati nurani. "Kisah ini bisa menjadi visi dan misi kepolisian, mau mengambil jalan Qabil atau Habil," kata Nasar lagi. "Jika ikut Habil, insya Allah bisa masuk surga. Tapi, kalau jalan Qabil, masuk neraka. Ini menjadi perenungan kita."

Kalimat Nasaruddin menutup tausiyah membuat tetamu acara buka puasa di Markas Besar Kepolisian di Jalan Trunojoyo itu tersenyum. Tak terkecuali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Kepala Polri Jenderal Purnawirawan Awaloedin Djamin—dua tamu yang semeja dengan Jenderal Timur. Abraham Samad terlihat duduk di meja lain.

Digelar Rabu pekan lalu, acara buka puasa korps Polri dengan Presiden Yudhoyono dan para menteri terasa istimewa. Selain tamu undangan sesama penegak hukum, hadir ratusan perwira tinggi dan perwira menengah Polri. Menjelang acara silaturahmi itu ditutup, tiba-tiba Presiden memanggil Timur dan Abraham. Berdiri meriung, ketiganya terlibat pembicaraan serius.

Kepada Tempo, Abraham mengatakan Presiden hanya meminta Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian bekerja sama memberantas korupsi. Ia mengaku menjawab permintaan Presiden dengan mengatakan tugas utama KPK adalah memberantas korupsi di negeri ini. "Pak Kapolri hanya mendengarkan," ujarnya.

Berlangsung kurang dari lima menit, pertemuan Presiden, Kepala Polri, dan Ketua KPK itu menjadi istimewa di tengah tajamnya perseteruan kedua lembaga dalam penanganan kasus korupsi pengadaan simulator kemudi oleh Korps Lalu Lintas. Perseteruan dipicu penetapan Inspektur Jenderal Djoko Susilo, mantan Kepala Korps Lalu Lintas, sebagai tersangka oleh KPK, yang diikuti penggeledahan kantor korps itu. Hubungan meruncing setelah Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian juga menetapkan lima tersangka kasus yang sama pada 2 Agustus.

Karena itu, kehadiran Presiden Yudhoyono ke Markas Besar Polri untuk berbuka puasa pekan lalu dianggap bernilai strategis. Saat berpidato di depan Presiden, Kepala Polri mengatakan kehadiran Presiden memompa semangat aparatnya. "Kedatangan Presiden bisa menambah motivasi Polri untuk bekerja, sekaligus memperkuat soliditas Polri," kata Timur.

Soal soliditas menjadi isu penting di Trunojoyo dalam dua pekan terakhir. Boleh jadi karena itu pula Kepala Polri menggelar pertemuan dengan sesepuh polisi, Senin pekan lalu. Pertemuan yang digelar di Ruang Mutiara Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, itu dihadiri para mantan Kepala Polri, antara lain Awaloedin Djamin, Chaeruddin Ismail, Bimantoro, Sutanto, dan Bambang Hendarso Danuri. Juga terlihat mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun dan Makbul Padmanagara, selain mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki.

Seorang mantan pejabat Polri menuturkan, dalam pertemuan itu, Timur menceritakan kembali pertemuannya dengan Abraham Samad, dua jam sebelum penggeledahan. Disebutkan, Abraham datang untuk memberitahukan penyelidikan yang dilakukan KPK. Juga rencana pertemuan esok harinya untuk koordinasi gelar perkara bersama. "Namun sore harinya malah ada penggerebekan," kata seorang pejabat.

Di situ, Timur menyatakan telah melakukan langkah audit dan penyelidikan ke dalam. Ia berjanji tak akan membela siapa pun yang bersalah. "Saya tidak akan membela atau melindungi perorangan atau siapa pun. Kebijakan saya jelas, yang namanya KKN di semua sektor harus diproses secara hukum," kata Timur seperti ditirukan mantan petinggi Polri. "Semua ini demi institusi. Saya tak mau institusi ini dilecehkan"

Menurut Chaeruddin Ismail, alasan Timur menjelaskan kronologi itu ada benarnya. Banyak anggota dan purnawirawan Kepolisian bertanya soal kasus penggeledahan Korps Lalu Lintas. "Penjelasan itu," kata Chaeruddin, "penting agar tak terjadi kesimpang-siuran informasi."

Menurut Kepala Polri era Soeharto, Awaloedin Djamin, langkah Timur demi soliditas Polri. Lagi pula, Kepala Polri juga sudah menyatakan keinginannya melakukan penyidikan yang sinergis dengan KPK. "Kalau ada yang salah, tegakkan tanpa pandang bulu. Siapa saja, jangankan anggota, anak-istri salah juga harus taat hukum," ujarnya.

Beberapa jam sebelum bertemu dengan pensiunan jenderal, Timur juga menggelar konsolidasi internal. Sebanyak 1.136 polisi berpangkat komisaris ke atas dikumpulkan di auditorium Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Kepada mereka, Timur mengingatkan soal komitmen institusinya untuk menolak korupsi. Adapun malamnya, Timur juga menggelar pertemuan dengan anggota Komisi Kepolisian Nasional.

Seorang perwira menuturkan, yang dilakukan Timur mirip dengan langkah Bambang Hendarso Danuri ketika memimpin Polri dalam menangani "Cicak vs Buaya" 2009. Pada saat itu, penyadapan KPK terhadap seorang perwira yang dicurigai bakal menerima suap dibalas dengan penetapan Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah sebagai tersangka oleh Kepolisian. "Kepala Polri saat itu juga mengundang seniornya," kata dia.

Rangkaian pertemuan itu, menurut pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, sebenarnya mengindikasikan institusi Polri sedang menghadapi masalah besar. "Seperti ada keadaan dalam organisasi yang harus dikendalikan, agar satu warna dan suara," kata dosen kriminologi Universitas Indonesia itu.

Bambang tak memungkiri kemungkinan adanya keinginan polisi menutupi pelaku dari kalangan internal demi nama baik korps. Seharusnya, ia menambahkan, solidaritas terhadap korps dilakukan secara obyektif. Kalau tidak, malah terlihat seperti ingin menyembunyikan sesuatu.

Seharusnya, kata Bambang, polisi bersikap legawa dan cerdik memanfaatkan pengusutan kasus pengadaan simulator kemudi sebagai ajang "bersih-bersih" dengan menyerahkannya ke KPK. Ini penting dilakukan agar tetap obyektif dan menghindarkan perlawanan dari para pelaku yang berasal dari dalam. "Kalau yang memeriksa pangkatnya lebih rendah atau pernah jadi anak buah, pasti akan sulit," ujarnya.

Neta S. Pane dari Indonesia Police Watch justru menyebutkan pengungkapan kasus ini buah dari perseteruan antar-angkatan di tubuh Polri. Dalam beberapa bulan terakhir, menurut dia, berkembang gagasan agar suksesi dipercepat menjadi akhir 2012. Akhir karier Timur sebagai Kepala Polri pada saat pensiun, Maret 2014, dinilai rawan karena menjelang Pemilu 2014. Juga karena jabatan Presiden Yudhoyono berakhir pada November 2014, dan siapa pun yang menjadi presiden berkepentingan dengan jabatan Kepala Polri. "Artinya, jika menunggu Timur Pradopo pensiun, penggantinya cuma menjabat enam bulan hingga pemilu digelar," kata Neta.

Sebelum kasus ini meledak, menurut Neta, setidaknya isu penggantian Kepala Polri jadi pembicaraan di angkatan 1980 hingga 1984. Beberapa orang di angkatan ini juga masuk bursa calon Kepala Polri. Setidaknya ada lima kubu yang berkembang. Salah satunya Djoko Susilo, yang kini menjadi tersangka kasus simulator. Djoko bersaing dengan rekan satu angkatan, Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno, kini Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat.

Nama lain adalah Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Pudji Hartanto dan mantan Kepala Polda Jawa Timur Inspektur Jenderal Badrodin Haiti. Keduanya angkatan 1982 dan dikenal dekat dengan Timur Pradopo. Lalu ada nama Inspektur Jenderal Budi Gunawan, yang kini menjadi Kepala Polda Bali. Budi berasal dari angkatan 1983. "Wacana itu ramai sebelum kasus penggeledahan itu meledak," kata Neta. "Begitu kasus ini meledak, situasinya berubah. Dari lima kubu, kini mereka solid di belakang Kapolri."

Salah satu perwira tinggi di Markas Besar Polri menyangkal soal soliditas di Trunojoyo. Perwira yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan tak semua petinggi Polri sepakat jika kasus suap atau korupsi yang melibatkan orang per orang di Polri ditamengi luar biasa oleh institusi. Ia menduga, di balik upaya mati-matian menahan agar kasus korupsi ini tak diusut KPK, ada upaya agar proyek-proyek sejenis di Korps Lalu Lintas tak akan ikut terbongkar. "Jika ini dilakukan, kan sama saja seperti melindungi tikus di lumbung sendiri."

Menurut perwira itu, selama ini Korps Lalu Lintas tak ubahnya "ATM" bagi sejumlah oknum, sekaligus menjadi penyokong utama kegiatan Trunojoyo. Sedangkan pengelolaan yang tak transparan memicu situasi tak sehat di antara anggota. Ada pula isu kubu Korps Lalu Lintas yang "basah" dengan kubu reserse yang "kering". Bagi polisi-polisi muda, kata sumber itu, "Kenaikan pangkat bisa diselesaikan dengan setoran uang."

Karena itu, menurut perwira tersebut, sesungguhnya banyak polisi yang ingin kasus ini disidik saja oleh KPK, supaya jauh lebih terang-benderang. Bukti itu sebenarnya terlihat dari banyaknya perwira muda yang memilih diam ketika Kepala Polri mengumpulkan perwiranya pada Senin pekan lalu.

Widiarsi Agustina, Anggrita Desyani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus