Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TERDIRI atas tujuh bab dan 59 pasal, Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional kembali diajukan pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Juli lalu. Isi aturan itu tak berbeda dengan draf yang dikembalikan Dewan kepada pemerintah lima bulan sebelumnya. Pasal demi pasal, termasuk penjelasan, tak diutak-atik sama sekali.
Sejak pertama kali dicetuskan pada 2006, draf beleid ini hilir-mudik antara pemerintah dan Dewan. Mereka yang kontra menganggap RUU Kamnas bakal menjadikan negara makin represif. "Ujung-ujungnya, rakyat menjadi korban," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan alias Kontras, Haris Azhar, Kamis pekan lalu.
Rancangan juga berpotensi memanaskan hubungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian RI. Pengerahan TNI untuk menjaga keamanan dinilai bakal tumpang-tindih dengan kewenangan Polri. Selama ini tugas penjagaan keamanan dilaksanakan Polri—pemegang wewenang penegakan hukum. Adapun TNI bertugas sebagai pembela kedaulatan negara.
Polisi terancam dikebiri, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo dituduh tak berbuat apa-apa. Menurut sumber, ia bahkan buru-buru menyetujui rancangan itu. Sikap pasif Timur ini membikin jengkel sejumlah purnawirawan polisi. Beberapa perwira tinggi Markas Besar Polri juga merasa kecolongan karena tak pernah diajak berembuk menyikapi draf yang dirancang Kementerian Pertahanan itu.
Yang paling krusial dalam rancangan adalah soal kewenangan penyadapan, pemeriksaan, dan penangkapan, yang dimiÂliki "unsur keamanan nasional". Unsur keamanan nasional, menurut rancangan itu, adalah polisi, TNI, dan Badan Intelijen Negara. Padahal kewenangan ini merupakan bagian dari penegakan hukum. TNI dan BIN bukan aparat penegak hukum.
Selain menyebabkan tumpang-tindih, sejumlah pasal bahkan bisa menghilangkan kewenangan polisi. Dalam pasal 42, misalnya, penanggulangan keamanan di laut dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut dan badan lain yang dianggap memiliki otoritas. Ini bisa ditafsirkan Polisi Perairan, yang berada di bawah Polri, bakal dihapuskan.
Cepat-cepat menyetujui rancangan, Timur dianggap tak membela korps. Ketika pemerintah merumuskan rancangan, dia hanya meminta masukan dari Divisi Pembinaan Hukum Polri. "Ini blunder," kata seorang perwira tinggi polisi. Akibatnya, menurut perwira ini, Timur kehilangan dukungan koleganya di Markas Besar Polri. "Saya malah perintahkan anak buah saya buat menggagalkan RUU Kamnas," kata seorang jenderal polisi yang tak ingin namanya disebutkan.
Petinggi Kementerian Pertahanan sampai perlu melobi jenderal yang dikenal kontra itu. Perwira tersebut diundang dalam acara sarapan di kantor Kementerian sebelum RUU Kamnas diajukan ke Senayan. Dalam pertemuan itu, sambil menyantap bubur, petinggi Kementerian tersebut meminta dukungan sang perwira.
Kedongkolan purnawirawan dan para perwira tinggi polisi belum mereda ketika kasus simulator kemudi di Korps Lalu Lintas mencuat. Mereka menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengacak-acak Kepolisian. Takut makin ditinggalkan senior dan koleganya, Timur menggelar pertemuan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian pada Senin pekan lalu. Kepala Polri menyatakan kali ini bersedia pasang badan.
Seusai persamuhan, Kepala Kepolisian—yang memiliki kode TB-1 alias Tri Brata 1—membantah polisi berkonsolidasi. Pertemuan tersebut, kata Timur, merupakan silaturahmi biasa. "Ini sudah dijadwalkan sejak dulu," katanya. Kendati begitu, ia tak menyanggah ada pertanyaan dari senior-seniornya soal kasus korupsi simulator kemudi yang kini jadi rebutan Polri dan KPK.
Anton Septian, Anggrita Desyani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo