Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Asap Kotor Proyek Simulator

Pelicin proyek simulator diguyurkan sejak awal. Inspektur Jenderal Djoko Susilo diduga membantu rekanan memperoleh kredit bank.

12 Agustus 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENUNGGANG Lexus berpelat B-1-BUD, Budi Susanto mendatangi kantor PT Inovasi Teknologi Indonesia milik Suko­tjo S. Bambang di Bandung, pertengahan Agustus dua tahun lalu. Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi itu datang bersama tim penilai kredit Bank BNI. Menurut Sukotjo, ia diminta Budi memamerkan proses produksi simulator kemudi.

Mengajukan permohonan pinjaman ke BNI sebesar Rp 100 miliar, Budi rupanya menyodorkan perusahaan Sukotjo sebagai jaminan plus pertimbangan kelayakan kredit. Ketika itu, plang Inovasi bahkan ditutup sementara dengan papan nama PT ­Citra Mandiri. Menurut Sukotjo, Budi berancang-ancang menggarap proyek simulator kemudi sepeda motor dan mobil di Korps Lalu Lintas Kepolisian pada 2011. Tak punya kompetensi, ia menggandeng PT Inovasi.

Dalam tujuh lembar suratnya kepada Tempo yang disampaikan lewat pengacaranya, Erick Samuel Paat, Sukotjo menulis bagaimana ia dan Budi Susanto mulai berkongsi dalam proyek simulator. Surat itu dikirim Sukotjo dari penjara Kebon Waru, Bandung, pada Rabu dua pekan lalu sebagai balasan atas pertanyaan Tempo. "Kebenaran harus diungkap," Sukotjo menulis.

Menurut Sukotjo, sepanjang September-Oktober 2010, Budi Susanto bersama tim penilai kredit BNI bolak-balik ke kantor PT Inovasi untuk melihat lagi proses produksi simulator. Bulan berikutnya, Budi mengajak Sukotjo melakukan presentasi di depan tim penilai risiko di gedung Menara BNI 46, Jakarta. Semua jawaban atas pertanyaan tim penilai risiko telah disiapkan Sukotjo.

Sukotjo mendengar BNI awalnya memutuskan menolak permohonan kredit Budi. Tapi Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo—terakhir menjabat Gubernur Akademi Kepolisian—turun tangan. Ia datang ke kantor BNI dan memberikan referensi bahwa PT Citra Mandiri mampu menggarap proyek.

Setelah itu, angin berbalik arah. Pada akhir Desember, Budi bisa meneken perjanjian kredit dengan bank. Namun bukan Rp 100 miliar yang cair. Pada 12 Januari 2011, BNI mentransfer Rp 35 miliar ke rekening PT Inovasi. Pada Februari hingga Mei, BNI berulang kali mentransfer hingga total Rp 30 miliar.

Menurut Sukotjo, bank tak mengirim uang itu ke rekening PT Citra Mandiri sebagai peminjam karena Budi Susanto telah mendisposisikan kredit ke rekening PT Inovasi. Dari situ, duit merembes ke mana-mana. "Seluruh uang berasal dari dana pinjaman BNI," Sukotjo menegaskan dalam suratnya.

Dua kali uang ditransfer ke Primer Koperasi Polisi Korps Lalu Lintas dari rekening itu. Pada 13 Januari 2011 dikirim Rp 7 miliar, dan esoknya Rp 8 miliar. Atas perintah Budi, kata Sukotjo, ia menarik tunai Rp 2 miliar pada 13 Januari itu, lalu mengantarkannya kepada Djoko Susilo di kantor Korps Lalu Lintas. Duit diterima Tiwi, sekretaris pribadi Djoko, sekitar pukul 13.00.

Ditemui di Akademi Kepolisian, Semarang, dua pekan lalu, Djoko irit berbicara. "Kasus ini telah ditangani Bareskrim," katanya kepada Rofiuddin dari Tempo. "Silakan ditanyakan ke sana." Lewat pengacaranya, Juniver Girsang, Djoko menyatakan tak pernah mendatangi BNI untuk melancarkan pinjaman PT Citra Mandiri. "Ini rumor yang menyerang klien saya," ujar Juniver.

Ketika duit mulai dibagi-bagikan, PT ­Citra Mandiri belum ditunjuk sebagai penggarap proyek. Sukotjo baru diminta Budi menyiapkan dokumen lelang simulator sepeda motor di Korps Lalu Lintas pada Februari. Menurut dia, hal ini lantaran PT Citra Mandiri tak bisa menyiapkan dokumen yang dibutuhkan. "Bahkan pegawai PT Citra yang ditugasi untuk membantu tidak bekerja sama sekali," kata Sukotjo.

Tak hanya menyediakan dokumen tender, Sukotjo juga menyiapkan perusahaan pembanding. Ia menyewa perusahaan milik seseorang bernama Warsono Sugiantoro seharga Rp 60 juta. Sukotjo menyebut pengeluaran itu sebagai "biaya pemenangan tender".

Sebagaimana telah diduga, PT Citra Mandiri akhirnya menjadi penggarap proyek pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,4 miliar. Surat perjanjian jual-beli serta surat perintah mulai kerja diteken pada Maret. Namun panitia lelang mencantumkan tanggal 28 Februari 2011 alias tanggal mundur dalam kedua surat itu.

Pada bulan ketiga itu, PT Citra Mandiri bersiap-siap mengikuti lelang simulator mobil. Sukotjo kembali menyewa perusahaan Warsono Sugiantoro. Masih dari duit pinjaman BNI, ia mencairkan Rp 60 juta. Transaksi itu tercatat dalam rekening koran Sukotjo pada 21 Maret 2011.

Menurut seorang polisi di Markas Besar Polri, lantaran nilai tender di atas Rp 100 miliar, tepatnya Rp 142,4 miliar, Djoko Susilo sebagai kuasa pengguna anggaran mesti mempresentasikan proyek simulator mobil di depan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo. Proyek mustahil bergulir bila Kepala Polri tidak sreg.

Kepala Biro Penerangan Markas Besar Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar tak mengetahui ada presentasi proyek di depan Kepala Polri. Tapi, menurut Boy, yang bertanggung jawab terhadap proyek adalah kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, hingga panitia lelang. "Kapolri tak terlibat sama sekali."

Jikapun Jenderal Timur kemudian setuju dan pemenang lelang ditetapkan, proyek tak otomatis jalan. Inspektorat Pengawasan Umum mesti mengevaluasi proses tender atawa melakukan pre-audit. Inspektorat punya kewenangan membatalkan tender bila ada keganjilan dalam prosesnya.

PT Citra Mandiri kembali terpilih sebagai pemenang tender 556 simulator mobil. Menurut sumber yang sama, Inspektorat Pengawasan Umum kemudian mengevaluasi tender. Hasil evaluasi menyatakan PT Citra Mandiri tak layak menggarap proyek. Nah, pinjaman BNI yang tadi kembali dikuras untuk membayar duit pelicin agar Inspektorat Pengawasan Umum menyalakan lampu hijau.

Menurut Sukotjo, atas perintah Budi Susanto, pada 8 Maret 2011, ia menyerahkan Rp 150 juta tunai kepada tim Inspektorat Pengawasan Umum melalui Komisaris Endah. Duit diserahkan di kantor Korps Lalu Lintas. Dua hari kemudian, ia kembali memberikan Rp 50 juta melalui seseorang bernama Ketut Gunawan di kantor PT Citra Mandiri di Cikiwul, Bekasi, untuk diserahkan kepada tim Inspektorat yang sedang menyaksikan demo simulator mobil.

Empat hari kemudian, Sukotjo kembali membobol rekeningnya atas permintaan Budi. Menurut Budi kepada Sukotjo, duit itu untuk disiramkan lagi ke tim Inspektorat. Kali ini Sukotjo tak melihat sendiri penyerahan duit. Ia hanya diberi tahu PT ­Citra Mandiri melalui sepucuk surat bahwa duit itu untuk "operasional".

Budi kembali meminta Rp 1 miliar pada 14 Maret itu. Menurut Budi kepada Suko­tjo, duit itu dipakai sebagai upeti untuk Inspektur Pengawasan Umum. Dalam catatan distribusi uang kepada polisi yang ditulis Sukotjo, si penerima hanya ditulis "Irwasum". Pada 14 Maret, Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Nanan Soekarna sudah dilantik sebagai Wakil Kepala Polri. Pengganti Nanan adalah Komisaris Jenderal Fajar Prihantoro.

Nanan membantah catatan Sukotjo—yang menulis total uang yang diserahkan ke polisi Rp 33,7 miliar. "Silakan buktikan. Tunjukkan itu kapan kejadiannya, siapa yang terima. Saya pusing juga dituduh terima uang," katanya. Nanan mempersilakan anak buahnya yang diduga terlibat diperiksa. Adapun Fajar Prihantoro belum bisa dimintai konfirmasi. Tapi Mei lalu, dua pekan setelah Tempo menerbitkan laporan "Simsalabim Simulator SIM" yang membongkar skandal ini, Fajar mengirim bantahan telah menerima uang.

Pendek kata, pada 18 April 2011, PT ­Citra Mandiri resmi menggarap proyek. Di tengah-tengah proyek, kongsi dagang Suko­tjo dengan Budi pecah. Pada Juli itu, PT Inovasi dituduh gagal memenuhi tenggat pengerjaan proyek. Disebutkan telah menerima Rp 93,8 miliar pembayaran, Sukotjo dituduh hanya menyetor 106 dari komitmen 700 simulator sepeda motor. Belum satu pun simulator mobil bisa diselesaikan.

Budi Susanto lalu menguasai rumah Sukotjo dan pabrik PT Inovasi. Sukotjo juga dilaporkan ke Kepolisian Resor Bandung dengan tuduhan penipuan dan penggelapan. Perkara ini disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung. Mei lalu, Sukotjo dihukum 3 tahun 6 bulan. Budi, yang kini ditahan penyidik Kepolisian, ketika datang ke kantor Tempo April lalu, membantah cerita Sukotjo.

Anton Septian, Ayu Prima Sandi, Anggrita Desyani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus