ANAK siapakah ini? Bukan anak kambing, walau suka makan rumput. Bukan pula anak kerbau, meski ketika ditemukan sedang berkubang di tanah berlumpur. Seorang laki-laki muda, telanjang bulat, tidak bisa diajak omong dengan bahasa manusia. Bah ! Didapati di sebuah tegalan di Kelurahan Ngadirejo, Wonogiri, Ja-Teng, insan misterius itu sejenak menjadi tontonan. Anak-anak mengerumuninya dari kejauhan. Seseorang melemparkan singkong rebus, eh, singkong itu dilemparkan kembali oleh si remaja aneh. Ia tetap saja makan rumput. Toiman, carik Desa Ngadirejo, kemudian bermimpi. Konon, ia mendapat wangsit agar memungut anak belia yang barangkali berumur sekitar 18 tahun itu. Maka, datanglah Toiman ke tempat makhluk itu biasa berkubang. "Waktu saya mendekat, anak itu menyebarkan bau harum seperti bunga," ceritanya. Bukan hanya itu: si anak langsung jinak dan memeluk kaki Pak Carik, konon. Maka, ia pun membawanya pulang, memandikannya, mengajarinya makan nasi, melatihnya bicara. Bagai kisah dalam ketoprak saja, anak yang ditemukan 18 Agustus lalu itu diberinya nama Joko Temon -- Jejaka Temuan, artinya. Sekarang ia tak lagi telanjang dan berkubang, walau belum juga bisa ngomong. "Jika mendengar suara azan, ia bergegas mau ikut ke masjid," kata Toiman. "Tapi ia hanya duduk-duduk saja di sana. Mengawasi orang sembahyang." Maka, orang pun berkumpul, hampir setiap malam, di rumah Pak Carik berdiskusi dan menebak-nebak. Salah seorang dari mereka, Pak Domo, punya harapan tertentu. "Siapa tahu ia nanti berbicara dengan kata-kata wigati", kata orang tua dari Sragen yang bukan menteri ini. Wigati artinya penting, alias "ada sesuatunya". "Ini betul-betul anak ajaib. Kalau tidak, bagaimana bisa hidup di hutan dengan hanya makan rumput?" katanya. Padahal, tak ada yang bisa memastikan bahwa ia benar-benar hanya makan rumput. Maklum, Pak Domo. Toiman sendiri sudah membawa anak remaja itu ke Solo, dihadapkan ke "orang pintar" alias dukun. Konon, si dukun memberi tahu, anak ini semula -- walah -- ingin bergabung dengan laskar Nyai Loro Kidul, penguasa pantai selatan, katanya. Entah apakah karena formasi ketentaraan di sana belum memerlukan rekrutmen baru, yang jelas Nyai keberatan -- dan melemparkan pemuda itu kembali ke darat. Dan hiduplah dia di pegunungan sekitar waduk Wonogiri. "Sekarang, ia sudah bisa bilang: Oh, Mamak," tutur Pak Carik. Tiap malam, ini cerita si bapak temon, Joko baru tidur pulas kalau dia keloni. Bau harum bunga itu pun terkadang masih menyebar dari tubuhnya, katanya. Pak Carik pun sudah siap pergi ke notaris -- untuk mengangkat resmi Joko Temon sebagai anak adopsi. Tapi akhir September lalu, datang para tamu -- keluarga Asmawi Hasan dari Solo. "Saya punya anak, namanya Taufiq Rahman," tutur kata Pak Asmawi. "Ia hilang enam tahun yang lalu. Taufiq, ceritanya, terpisah dari rombongannya -- para siswa SMP V, Solo -- dalam piknik di Pantai Ayah, Kebumen. Lalu mereka pun mengambil sidik jari pemuda itu. "Kalau cocok, berarti ia Taufiq," kata si bapak. Entah, apakah raut wajah ataupun tanda-tanda fisik lain pada "Taufiq" sudah demikian berubah. Pencocokan sidik itu sendiri, yang dilakukan pihak-pihak polisi Solo dan Wonogiri, sampai awal Oktober ini belum juga usai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini