TEORI daur hidup adalah salah satu teori yang paling banyak dibicarakan dalam disiplin pemasaran. Orang mengotak-atik teori ini, antara lain, dengan mengatakan adanya kurva S -- yaitu bahwa produk yang sedang menjalani akhir daur hidupnya maslh bisa diberi facelift untuk membuat daur hidup baru. Karena itulah orang terus-menerus memantau angka penjualan, sedangkan di "dapur" mereka tak pernah berhenti sibuk mempersiapkan produk baru atau produk yang diperbarui untuk diluncurkan ke pasar. Kecenderungan besar (megatrend) yang cukup tampak dewasa ini adalah memendeknya daur hidup suatu produk. Sekitar 30 tahun yang lalu suatu produk mempunyai daur hidup 5-6 tahun. Sekarang daur hidup suatu produk hanya mencapai 1-2 tahun saja. Bahkan, pada produk elektronik, daurnya hanya sekitar enam bulan karena perkembangan yang luar biasa di sektor ini. Orang menganggap daur Sony Walkman yang mencapai dua tahun sebagai hal yang luar biasa. Dalam pasar yang makin kompetitif ini, kecepatan produsen untuk menanggapi dan mengisi pasar dengan produk yang dibutuhkan menjadi sangat tinggi. Bukan saja cara dan siasat pemasaran yang berubah, tetapi cara pengembangan produk (product development) pun berubah. Hirotaka Takeuchi dan Ikujiro Nonaka baru-baru ini menulis, bila dulu pengembangan produk dilakukan seperti orang melakukan lari estafet, maka kini hal itu dilakukan secara holistik seperti layaknya bermain rugby. Gambaran itu memang tepat sekali. Tak ada salahnya dengan sistem estafet, kecuali bahwa sistem ini memakan waktu lebih lama. Dengan cara ini sekelompok spesialis menggarap pengembangan produk, lalu menyerahkannya ke kelompok spesialis lain, yang kemudian akan menyerahkan lagi ke kelompok spesialis lainnya. Secara sekuensial, pengembangan produk itu berjalan setahap demi setahap: pengembangan konsep, pengujian keterlaksanaan, rancang bangun, pengembangan proses, produksi percobaan, barulah sampai pada tahap produksi sebenarnya. Tahap-tahap itu memang lantas tidak memberikan kecepatan dan keluwesan yang diperlukan bagi pengembangan produk masa kini. Sedangkan pengembangan produk dengan pendekatan holistik ala rugby memotong berbagai lintasan secara revolusioner. Ia tidak lagi mengelompokkan para spesialis, tetapi sejak awal membentuk buah kelompok yang multidisipliner. Orang-orang pilihan dari pemasaran, kerekayasaan, perencanan, dan beberapa spealis lain langsung "ditanam" dalam sebuah kelompok yang bekerja secara intensif. Kelompok ini bekerja bersama dari awal hingga akhir, tanpa strukturisasi penahapan yang kaku. Jadi, bisa saja seorang production engineer langsung membuat gambar rancang bangunnya sebelum studi keterlaksanaan dilakukan. Kelompok ini pun memperoleh kebebasan yang lebih besar dari manajemen puncak. Manajemen puncak lalu lebih bersifat sebagai ventre capitalist yang menyediakan dana, petunjuk, dan dukungan moral. Lalu, mereka menunggu sampai kelompok datang dengan sebuah produk baru yang punya potensi besar di pasar. Selama proses pengembangan produk dilakukan, manajemen puncak tidak ikut campur sama sekali. "Kami hanya boleh buka dompet, tetapi tak boleh buka mulut," kata seorang industrialis Amerika menggambarkan keadaan yang dihadapinya itu. Karena itu, sering manajemen puncak dikejutkan dengan sebuah produk baru yang betul-betul baru. Honda, misalnya, pernah membentuk sebuah kelompok pengembangan produk untuk mobil baru bagi kaum muda di kota besar. Anggota kelompok itu semuanya tak ada yang berusia lebih dari 27 tahun. Tugas yang diberikan: lahirkan sebuah mobil baru yang pasti akan digemari kaum muda. Selebihnya adalah kartu putih. Seorang anggota kelompok menyatakan kesukacitaannya karena memperoleh kebebasan yang begitu besar. Ketika kemudian kreativitas mereka menemukan jalan buntu, mereka pun diberi izin untuk pergi ke Eropa to see what's happening. Mereka melihat Mini Cooper yang kemudian memberi inspirasi besar bagi Honda City yang sukses. Dengan cara itu pula Black & Decker menemukan 50 jenis perkakas baru vang membuatnya lebih kompetitif terhadap produk Jepang. Mesin fotokopi Xerox 9900 dikembangkan dalam waktu tiga tahun, padahal jenis sebelumnya dikembangkan dalam waktu lima tahun. Brother mengembangkan printer EP-20 dalam waktu kurang dari dua tahun, padahal sebelumnya pengembangan produk rata-rata memakan waktu empat tahun. Kecepatan untuk menanggapi memang sekarang merupakan the name of the game. Bondan Winarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini