Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aneka Cara Puasa Digital

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orang-orang yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada gadget dan media sosial. Mulai dari memanfaatkan aplikasi hingga mengikuti retreat.

21 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aneka Cara Puasa Digital

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERMULA dari kebiasaan menunda-nunda pekerjaan dan tugas kuliah, Farhan Muhammad justru mendapat inspirasi untuk membuat aplikasi yang membantunya lebih fokus. Mahasiswa teknik informatika dan komputer di Universitas Negeri Semarang ini menyadari, salah satu penyebab dia kurang fokus pada kegiatannya sehari-hari adalah ia terlalu asyik di Twitter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Twitter, Farhan melalui akunnya, @bitxt, memang cukup sering mencuit. Biasanya cuitan-cuitan mahasiswa 23 tahun ini berisi lucu-lucuan. Pengikut akun Twitternya cukup banyak, mencapai 32,1 ribu akun. "Gara-gara aktif di Twitter, saya jadi kurang disiplin," ujarnya, Rabu lalu. Dia kemudian membaca beberapa artikel soal efek kecanduan media sosial. "Saya merasa sudah di tahap kecanduan." Tak jarang Farhan mendengar keluhan serupa dari teman sebayanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan latar belakang pendidikannya, Farhan lalu merancang aplikasi digital yang bisa jadi solusi agar lebih fokus kuliah. "Apalagi saya sedang mengerjakan skripsi." Aplikasi yang ia buat pada akhir tahun lalu itu sangat sederhana. Prinsip kerjanya, program ini akan membuatkan kode acak yang digunakan untuk mengganti kata kunci (password) untuk masuk ke akun sosial media. Kata kunci tersebut sengaja dibuat rumit agar sulit diingat, sehingga pengguna kesulitan untuk masuk ke akunnya. Sebagai gantinya, pengguna akan mendapat kode yang bisa dipakai untuk "menebus" kata kunci tersebut.

Tapi, untuk mendapatkan kembali kata kunci, pengguna harus melunasi durasi waktu "puasa media sosial" yang telah ditentukan di awal. Jika kode dimasukkan sebelum durasi "puasa" itu selesai, program akan mengeluarkan pemberitahuan berisi sisa hari yang harus dijalani tanpa mengakses media sosial. Farhan mengaku merasa terbantu oleh program rancangannya ini. "Lumayan mengurangi ketagihan membuka Twitter."

Karena merasa terbantu, Farhan lalu menerbitkan aplikasinya kepada publik dunia maya di alamat hidupnormal.herokuapp.com. Situs ini mulai ia promosikan melalui akun Twitternya pada Juni lalu. Rupanya, tanggapan para pengikut Farhan di Twitter cukup baik. Ada sekitar seribu orang yang memberikan respons positif. "Banyak yang senang dan merasa terbantu," katanya.

Vini, 33 tahun, salah seorang pengguna Twitter yang sempat mencoba aplikasi ini, mengaku cara ini lumayan efektif. "Dengan mengganti password akun media sosial memakai kode yang rumit dan susah diingat, saya jadi sulit untuk buka-buka akun saya." Vini hanya mencoba aplikasi buatan Farhan selama 3 hari dan hanya digunakan untuk akun Facebooknya. "Lumayan, selama tiga hari itu saya tidak buka Facebook."

Mendapat tanggapan yang baik, Farhan berencana menyempurnakan aplikasi Hidup Normal untuk dijadikan aplikasi di sistem operasi Android agar bisa lebih banyak diakses pengguna. Untuk itu, ia sedang mengembangkan metode lain yang lebih sempurna untuk membantu menjauhkan pengguna dari media sosial. Menurut Farhan, diet media sosial sangat bermanfaat untuk mengembalikan produktivitas sehari-hari. Menghentikan kebiasaan mengintip lini masa juga membuat aktivitas sederhana, seperti menonton film atau membaca buku, lebih nikmat. "Keinginan membuka-buka ponsel jadi berkurang, sehingga kita bisa lebih fokus."

Sebetulnya, baik di sistem operasi Android maupun iOS, sudah ada beberapa aplikasi serupa yang membantu pengguna mengurangi kecanduan digital. Beberapa aplikasi itu misalnya Moment, Offtime, ClearLock, Quality Time, dan Forest: Stay Focus. Cara kerja program-program ini adalah memberikan notifikasi dan mengukur durasi waktu yang telah dihabiskan penggunanya saat mengoperasikan ponsel. Dari sana, pengguna bisa mengatur waktu tertentu agar beberapa fungsi pada ponsel dinonaktifkan.

Berbeda dengan "diet digital" menggunakan aplikasi, para praktisi dan pelatih yoga beranggapan beberapa teknik latihan yoga bisa dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap teknologi digital. Hal ini diungkapkan Aparna K., konsultan dan ahli ayurveda (pengobatan tradisional khas India) di resor One World Ayurveda, Ubud, Bali. "Ketergantungan terhadap teknologi digital bisa berdampak pada kesehatan, seperti kelelahan dan sulit tidur," ujar Aparna seperti dikutip dari situs One World Ayurveda.

Dengan memanfaatkan teknik ayurveda, ujarnya, siapa pun bisa berlatih mengendurkan saraf dan pikiran (slowdown) melalui gerakan-gerakan yoga dan meditasi. Ada pula perawatan ayurveda yang bisa dimanfaatkan untuk detoksifikasi tubuh dari kecanduan digital mengunakan minyak terapi untuk pijatan di beberapa bagian tubuh, mulai dari telinga, kepala, mata, hingga hidung. "Kunci kesehatan yang baik adalah menghindari segala sesuatu yang berlebih," kata Aparna.

Tenaga Marketing One World Ayurveda, Lia, menjelaskan pada dasarnya program retreat dan yoga ayurveda yang disediakan di tempatnya tak secara khusus diadakan untuk detoksifikasi dan mengurangi kecanduan digital. "Ayurveda itu untuk detoksifikasi tubuh secara keseluruhan," ujarnya saat dihubungi Tempo kemarin. Selama mengikuti program di resor yang terletak di Ubud, Bali, ini pun, peserta masih diperbolehkan mengoperasikan gawai. "Dengan mengikuti ayurveda, tubuh akan lebih seimbang, dan mungkin bisa membuat orang mengurangi ketergantungan akan gadget." PRAGA UTAMA


Dibayangi Kecanduan Digital

TAHUN ini, Indonesia diprediksi menjadi negara keempat dengan jumlah pengguna telepon seluler pintar terbanyak di dunia, yakni lebih dari 100 juta. Posisi Indonesia berada di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Lima tahun lalu, kita hanya menempati urutan keenam dalam daftar tersebut.

Meski begitu, jumlah pengguna Internet di Indonesia pada tahun lalu sudah melebihi jumlah pengguna ponsel pintar, yakni sebanyak 123 juta orang atau hampir separuh dari total populasi. Walau hal ini menjadi salah satu indikator orang Indonesia makin melek teknologi, ada bahaya yang mengintai, yakni kecanduan digital.

#Pengguna Internet di Indonesia Terus Tumbuh

Pengguna Internet di Indonesia
2013 : 72,8 juta orang
2014 : 83,7
2015 : 93,4
2016 : 102,8
2017 : 112,6
2018 : 123,0

Wahana Sosial Internet Terpopuler di Indonesia
Facebook (media sosial) : 1,1 miliar kunjungan per bulan
Blogspot (blog) : 692,3 juta
YouTube (konten video) : 558,9 juta
LINE (media sosial) : 220,3 juta
Wordpress (blog) : 166,3

Penggunaan Facebook di Indonesia
130 juta pengguna aktif bulanan
92 persen pengguna mengakses melalui ponsel
44 persen pengguna perempuan, 56 persen pengguna pria

Penggunaan Instagram di Indonesia
53 juta pengguna aktif bulanan
20 persen dari total populasi Indonesia adalah pengguna Instagram
49 persen pengguna perempuan, 51 persen pengguna pria

Penetrasi Peranti Digital terhadap Populasi
Ponsel : 90 persen
Ponsel Pintar : 60 persen
Laptop/komputer : 22 persen
Tablet : 8 persen
Televisi : 95 persen
Peranti streaming : 2 persen
Pembaca buku elektronik : 1 persen

Perilaku Pengguna Internet di Indonesia
Durasi rata-rata penggunaan internet per hari: 8 jam 51 menit
Durasi rata-rata penggunaan media sosial per hari: 3 jam 23 menit
Durasi rata-rata menonton televisi & konten video Internet: 2 jam 45 menit
Durasi rata-rata mendengarkan lagu secara streaming: 1 jam 19 menit

#Sebentar-sebentar Cek Ponsel
Rata-rata pengguna media sosial menghabiskan waktu 2,15 jam per hari untuk membuka akun.
Rata-rata pemilik ponsel pintar mengecek handphone mereka sebanyak 150 kali per hari alias setiap 6 menit sekali.
Dalam sehari, pengguna ponsel pintar bisa mengusap dan mengetuk layar ponsel sebanyak 2.617 kali.
80 persen pengguna ponsel pintar di seluruh dunia mengaku hal pertama yang mereka lakukan pada pagi hari adalah mengecek ponsel.
47 persen orang dewasa mengalami gangguan tidur malam akibat Internet.
Ahli adiksi teknologi dari Universitas London's Nightingale Hospital mencatat ada 50 kasus ketergantungan pada Internet setiap tahun.
Rata-rata orang berusia 18-34 tahun mengaku konten media sosial orang lain membuat mereka rendah diri.
Pencandu Internet lima kali lebih rentan terserang depresi.
Seminggu tak aktif di media sosial dipercaya akan menambah kebahagiaan Anda.

SUMBER: HOOTSUITE & WE ARE SOCIAL 2018 | TECH IN ASIA | EMARKETER | ITSTIMETOLOGOFF.COM | NASKAH: PRAGA UTAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus