Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menikmati Kota Kecil di Italia Utara

Tak cuma bangunan kuno dan bersejarah, Italia adalah surga makanan lokal.

21 Juli 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menikmati Kota Kecil di Italia Utara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Miranda
Penikmat Perjalanan & Kuliner Lokal

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pernahkah Anda merasa bosan berwisata ke kota-kota besar? Terlalu jamak menyaksikan hiruk-pikuk wisatawan asing berkamera, aktivitas kota yang memekakkan, dan tentunya restoran tourist trap yang mahal tapi jauh dari ekspektasi lidah. Bagi saya, berlibur ke kota-kota besar membuat saya stres, tak hanya harus "bertarung" untuk memasuki situs bersejarah, tapi saya juga kerap dikecewakan oleh kualitas hidangan di kota-kota itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baru-baru ini saya melakukan perjalanan ke beberapa kota di Italia utara, seperti Milan, Levanto, Parma, dan Reggio Emilia. Ada satu hal yang saya petik dari liburan kali ini: kota kecil menawarkan pengalaman berwisata yang lebih berkesan ketimbang kota besar. Tak hanya dari sisi kenyamanan berwisata, tapi juga kualitas makanan lokalnya.

Memang, harus diakui perjalanan ke kota besar seperti Milan memang perlu jika bertandang ke Italia, karena kota itu memukau dari sisi arsitektur. Piazza del Duomo di jantung Kota Milan ini diapit oleh Katedral Milan (Duomo di Milano) yang dibangun pada abad ke-13 dan selesai pada abad ke-18 dengan arsitektur gotik. Lalu ada Galleria Vittorio Emanuele II, yang merupakan shopping mall tertua di dunia dengan retailer high-end fashion dunia. Namun saya enggan memasuki katedral tersebut karena antrean yang mengular di bawah sinar terik matahari pada akhir Mei lalu. Saya berpikir saya juga bisa mengenal sedikit-banyak katedral ini melalui pencarian Google. Sedangkan berbelanja di Galleria Vittorio Emanuele II hanya menarik bagi yang punya kocek tebal.

Maka, saya lebih memilih menghabiskan waktu di kota-kota kecil seperti Parma dan Reggio Emillia yang terletak di Negara Bagian Emillia-Romagna. Perjalanan ke kota kecil saya mulai dari Parma. Kebetulan di Parma, saya memiliki seorang kenalan orang Indonesia yang menikah dengan seorang warga Italia. Pada awalnya kami hanya ingin berjumpa setelah beberapa tahun tak bertemu. Namun saya terkesan oleh kota itu dan memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar.

Berjalan-jalan di Parma bak perjalanan dengan mesin waktu. Kota dengan universitas tertua di dunia ini-Universitas Parma dibangun pada sekitar abad ke-9 (tahun 920)-berhasil membawa saya jauh ke beberapa abad lalu. Kota Parma dipenuhi jalan-jalan kota yang beralaskan bebatuan besar dan atap bangunan berselimut terakota dengan warna cokelat kemerahan.

Saya menunggu teman dan pasangannya di Piazza Garibaldi. Alasan kami bertemu di Piazza Garibaldi adalah kemudahan mencari sebuah piazza yang ada di kota-kota di Italia. Sebuah kota di Italia biasanya memiliki beberapa piazza yang berfungsi sebagai pusat kota dan pusat komersial, tempat warga Italia biasanya beraktivitas. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya teman saya datang dan kami segera memutuskan duduk dan menyantap makan siang di Osteria Giuseppe Verdi Parma di Piazza Garibaldi.

Pada siang yang panas itu, saya memesan caffè shakerato (es kopi espresso) dan gnocchi (jenis pasta yang dibuat dengan campuran kentang). Saya belum pernah mencicipi pasta ini karena saya selalu berpikir pasta tak jauh dari spageti. Namun, karena bertandang ke Italia, sudah sepatutnya mencoba jenis pasta lain karena gnocchi hangat yang saya santap pada siang itu sangat lezat. Gnocchi adalah pasta kecil berbentuk persegi dan sedikit tebal. Jika adonan dibuat dengan tepat, gnocchi memiliki tekstur yang kenyal jika disantap.

Setelah selesai makan, kami berjalan-jalan sebentar ke Piazza del Duomo yang lebih besar dari Piazza Garibaldi. Di piazza ini terdapat beberapa bangunan bersejarah penting, seperti Katedral Parma (Cattedrale di Parma), Menara Baptis (Battistero), dan Gedung Keuskupan (Vescorando). Karena waktu yang mepet, saya hanya berkunjung ke Katedral Parma. Di pintu masuk katedral ada dua patung singa yang terbuat dari marmer menyambut kami. Pintu katedral pun bak gerbang pintu dalam film-film Yunani: lawas tapi kokoh menjaga sejak abad ke-10 (tahun 1000-an). Memasuki katedral, udara sejuk menyambut kami, sangat nyaman berada di dalam. Di dalam katedral, Anda dapat menikmati keindahan yang agung dari lukisan-lukisan renaissance atau sekadar berdiam sejenak menikmati keheningan katedral ini.

Selain mengunjungi bangunan kuno dan bersejarah, Italia adalah surga makanan lokal jika Anda tahu di mana mencarinya. Di Parma, kami mengunjungi sebuah restoran milik keluarga yang menghidangkan cured meat (daging-biasanya dari babi-yang diawetkan). Restoran ini hanya buka hingga makan siang dan akan tutup setelahnya. Namun, menurut penuturan teman saya, banyak restoran di Italia yang buka untuk makan siang dan kemudian tutup. Restoran kembali buka pukul 19.00 untuk makan malam karena orang Italia menyantap makan malam sekitar pukul 20.00.

Restoran yang kami kunjungi pada siang itu bernama Salumifico Rossi Cullacia, yang merupakan bisnis keluarga sejak 1800-an. Awalnya keluarga Rossi hanya memproduksi daging yang diawetkan, tapi lama-kelamaan bisnis berkembang dan restoran pun dibuka dengan menghidangkan cured meat resep keluarga. Kami memesan prosciutto cruddo, salami dan spala cotta, keju mozzarella dari susu kerbau (mozzarella di bufala), keju parmesan (parmigiano reggiano), dan beberapa potong roti.

Sembari menunggu hidangan, kami berbicara mengenai bagaimana makanan Italia sangat digemari di negara lain, sehingga banyak pula cara menghidangkan makanan Italia yang kurang tepat. Pasangan teman saya tertawa ketika kami membicarakan bagaimana pizza yang berasal dari Italia berevolusi menjadi sesuatu yang sulit diterima masyarakat asli Italia. "Orang Italia tidak ada yang memakan pizza dengan nanas," tuturnya. "Itu buatan Amerika mungkin," ucapnya sembari tertawa.

Tak lama, hidangan kami datang dan itu menjadi salah satu makan siang terlezat yang pernah saya santap di Italia. Setelah menikmati hidangan utama, pelayan menawarkan espresso. Salah satu budaya makan lain di Italia adalah menyeruput espresso setelah makan siang atau malam. Saya sendiri menyukai budaya ini, bukan hanya karena saya pencinta kopi, tapi saya juga suka rasa kopi yang menghilangkan rasa masakan (seperti amis) dan tentunya menghilangkan rasa kantuk setelah menikmati makanan lezat.

Setelah bertandang ke Parma, saya melanjutkan perjalanan ke Reggio Emilia. Perjalanan ke Reggio Emilia dengan mobil hanya memakan waktu kurang dari satu jam. Parma dan Reggio Emilia adalah dua kota yang terletak di wilayah Emilia-Romagna. Parma memiliki luas daerah yang lebih besar ketimbang Reggio Emilia, tapi Reggio Emilia adalah kotamadya utama dari wilayah Reggio Romagna.

Di kota kecil ini, saya juga mengunjungi seorang kawan dari Australia yang menikah dengan warga Italia. Seperti di Parma, di Reggio Emilia pun kami bertemu di sebuah piazza bernama Piazza Antonio Fontanesi. Kami memutuskan makan malam di Fattorie Canossa Bistrot yang merupakan restoran yang berada di sekitar piazza. Untuk hidangan malam itu, kami memesan ravioli dengan isi keju ricotta dan bayam. Raviloi adalah pasta yang berbentuk seperti bantal dengan ukuran jauh lebih besar daripada gnocchi dan dimasak dengan isi sesuai dengan selera. Pada makan malam itu, kami juga ditemani sebotol prosecco (white wine Italia) yang cocok untuk menetralkan rasa keju ricotta yang cukup kuat.

Sembari makan malam, saya juga menanyakan rekomendasi restoran di Reggio Emilia. Teman saya merekomendasikan Sambirano. Meskipun berkonsep modern, restoran ini menghidangkan pastri khas Italia. Restoran ini didesain sangat cantik dengan warna pirus, putih, dan kuning yang mendominasi interior ruangan. Ketika memasuki Sambirano, Anda dapat duduk dan memilih makanan. Atau Anda bisa langsung menuju arah bar, memilih kudapan dan memesan kopi sembari menyantap makanan. Perlu diketahui, di Italia, bar juga berarti tempat untuk memesan kopi dan bukan hanya minuman beralkohol.

Pagi itu, banyak orang yang berdiri di bar untuk sarapan cepat dengan memesan secangkir kopi, kue, atau pastri sembari membaca koran. Saya pun pergi ke bar dan memesan beberapa kue, seperti erbazzone, croissant isi selai beri biru dan brioche isi krim, serta café latte. Karena waktu saya cukup banyak, saya memilih duduk di luar sembari menikmati cuaca Reggio Emilia yang ramah pada pagi itu.

Dalam perjalanan saya ke Italia utara dan memilih bepergian ke kota-kota kecil, saya menemukan sukacita tersendiri. Di kota-kota kecil inilah Anda bisa duduk sejenak menikmati kesenggangan sembari menyaksikan kilasan hidup penduduk lokal tanpa distorsi kegaduhan kehidupan ala kota-kota besar. l

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus