Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Perajin dan pemilik usaha batik rajin membuat inovasi motif yang mengikuti perkembangan zaman.
Inovasi motif batik dianggap bisa membantu popularitas batik agar menjadi bagian dari keseharian.
Eksplorasi motif batik juga dilakukan pengajar batik.
IKON alat musik gitar listrik, saksofon, dan mikrofon tersebar acak di selembar kain warna-warni. Di antara gambar-gambar itu, samar-samar terlihat simbol-simbol notasi musik yang kelirnya senada dengan warna kain. Lalu ada pula kain lain yang berisi gambar-gambar alat praktikum kimia, seperti labu kaca dan gelas ukur. Semuanya tertuang pada selembar kain yang sekilas mirip dengan kain batik tradisional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itulah dua contoh motif kain batik tematik buatan Smart Batik, produsen batik asal Yogyakarta yang didirikan Miftahudin Nur Ihsan. Motif-motif batik tematik rancangan Mifathudin unik dan nyentrik. Namun cara pembuatannya masih setia pada pakem klasik: digambar manual memakai canting dan lilin atau dicap secara tradisional. Hasilnya, batik-batik bergambar modern itu tampak seperti kain batik tradisional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Smart Batik didirikan oleh Miftahudin saat masih berkuliah di jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta pada 2015. “Waktu itu saya tergerak membuat usaha batik setelah membaca berita bahwa Yogyakarta ditetapkan sebagai ibu kota batik dunia oleh UNESCO,” ujar Miftahudin kepada Tempo, Kamis lalu. “Sebagai orang Yogya asli, saya merasa punya tanggung jawab melestarikan batik.”
Namun kala itu persaingan industri batik cukup ketat. Miftahudin mencari celah dengan membuat konsep batik yang berbeda dengan produk batik kebanyakan. Tercetuslah ide membuat batik tematik, dengan motif-motif bertema edukasi. “Awalnya saya merancang motif-motif yang berkaitan dengan tema pendidikan. Makanya saya masukkan gambar-gambar seperti alat peraga kimia, alat musik, ikon ilmu sejarah, dan geografi.”
Pemilik usaha batik tematik, Smart Batik asal Yogyakarta, Miftahudin Nur Ihsan (kanan). Dok. Pribadi
Merek Smart Batik mulai populer setelah menjuarai lomba inovasi dan bisnis yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi DIY pada 2016. Setahun kemudian, Smart Batik digandeng dalam Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PT Pertamina (Persero). Prestasi terus berdatangan. Pada 2018, Miftahudin mendapat penghargaan dari UNESCO dalam Youth Creative Competition. Aneka pengakuan itu membuat merek ini semakin dikenal.
Usaha Smart Batik berkembang karena sering menerima pesanan dari lembaga atau instansi pemerintahan untuk pembuatan seragam batik. “Biasanya mereka meminta saya membuatkan desainnya, dengan unsur-unsur yang mereka minta,” kata pria berusia 28 tahun ini. Karya-karya Miftahudin kini dipakai sejumlah asosiasi guru hingga pegawai kementerian.
Miftahudin melalui sejumlah proses dalam merancang motif tematik, yang dimulai dari ide. Biasanya ia terinspirasi oleh isu-isu dan berita yang tengah ramai diperbincangkan atau melihat-lihat gambar di Internet. “Dari sana saya bikin gambar konsepnya. Lalu konsep itu diterjemahkan menjadi desain motif batik oleh tim desainer. Mereka memang anak-anak seni rupa.”
Tapi, sebelum diproduksi, Miftahudin memastikan dulu motif yang ia rancang bisa diterima pasar. Caranya dengan melakukan survei kecil-kecilan kepada orang sekitar. “Saya tanya mereka, kalau motif begini, bakal beli atau enggak. Kalau mereka suka, barulah diproduksi.” Desain yang sudah jadi lalu diberikan kepada perajin batik yang menjadi mitra Smart Batik.
Sejumlah motif batik tematik Smart Batik Yogyakarta. Dok. Smart Batik
Motif-motif itu dituangkan ke atas kain dengan teknik batik tulis, batik cap, dan kombinasi keduanya. “Semuanya dibuat menggunakan tangan. Kami enggak membuat dan menjual batik printing,” kata Miftahudin.
Total ada 33 pembatik di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang digandeng Miftahudin. Biasanya, kata dia, satu motif batik bisa diproduksi menjadi sekitar 30 lembar kain. Dalam sebulan Smart Batik bisa memproduksi 500 lembar kain dengan beragam gambar. “Untuk motifnya, kami biasa mengeluarkan 8-10 motif baru dalam setahun.”
Di luar motif tematik keilmuan atau kontemporer, Miftahudin juga mengkreasikan batik-batik motif klasik. Ada pula produk kain jumputan (batik yang dibuat dengan cara ikat-celup). Baik motif tematik maupun motif klasik dipasarkan melalui Instagram, situs-web, dan lokapasar daring. “Selama ini kami hanya menjual produk kain, tapi mulai Oktober ini kami akan memasarkan produk jadi dalam bentuk pakaian.”
***
Berinovasi dengan menciptakan motif-motif batik kontemporer dan di luar pakem motif batik tradisional belakangan jadi tren yang banyak dilakukan perajin dan pemilik usaha batik di berbagai daerah. Menurut desainer senior yang menggeluti batik, Chossy Latu, terobosan ini perlu dilakukan demi mengikuti zaman agar batik dapat dijangkau masyarakat banyak.
“Melalui motif kontemporer, baik desainer maupun perajin bisa bereksperimen dengan berbagai gambar apa saja. Namun yang paling penting teknik pewarnaannya tetap menggunakan proses pembuatan batik, baik menggunakan teknik tulis maupun cap,” kata Chossy seperti dikutip dari Tempo.co, beberapa waktu lalu.
Pola yang dihadirkan dalam batik kontemporer cenderung bebas, kata Chossy, dengan mengambil bentuk geometris, hewan, tumbuhan, ataupun berbagai bentuk abstrak lainnya. Hal ini berbeda dengan motif klasik yang memiliki makna dan akar budaya yang kuat, seperti kawung, parang, atau truntun.
Pembuatan batik kontemporer pun hadir, menurut Chossy, karena adanya dorongan untuk memproduksi batik yang lebih murah dan cepat. Sedangkan untuk memproduksi batik klasik, perlu proses dan waktu yang panjang. “Saya tidak menentang karena pada akhirnya konsumen ada yang sanggup dan tidak sanggup (membeli batik tulis). Dengan cara ini, keinginan banyak orang untuk memakai busana batik lebih bisa dipenuhi,” ujarnya.
Chossy menilai pengembangan motif batik kontemporer, baik dengan teknik tulis maupun cap, akan membuka jalan agar batik pada akhirnya menjadi gaya berpakaian sehari-hari. “Ini mimpi guru saya, (almarhum) Iwan Tirta. Batik bukan hanya untuk upacara perkawinan, tapi juga untuk busana ke kantor dan aktivitas sehari-hari.” Maka, kata dia, perlu ada penyesuaian motif dan desain busana batik agar mengikuti tren.
***
Sejumlah karya batik tulis Nurhayati. Dok. Pribadi
Inovasi batik tidak hanya datang dari pemilik usaha batik dan perajin. Pengajar batik tradisional juga terus mengeksplorasi motif-motif kontemporer, tapi tetap dengan mempertahankan pakem tradisional. Hal ini dilakukan Nurhayati, pemilik sanggar Batik Pitung Pasar Seni Ancol, Jakarta Utara. Perempuan berusia 35 tahun ini sehari-hari bekerja sebagai guru agama di SDN 06 Cilincing.
Di sela aktivitasnya, ia juga menjadi pengajar membatik di sejumlah sekolah negeri, sekolah swasta, sekolah internasional, hingga di komunitas warga di wilayah Jakarta Utara. “Saya mengajar batik untuk anak-anak SD sampai SMA,” kata dia, Jumat lalu. Nurhayati sebetulnya berasal dari Nusa Tenggara Barat. Tapi kecintaan pada batik dan lingkungan di sekitarnya membuat ibu dua anak ini mendalami batik tradisional, terutama batik Betawi.
Nurhayati juga aktif membatik dan ia hanya menggunakan teknik batik tulis. “Saya mulai membatik sejak 2015 dan tujuan saya memang untuk mengajar batik, bukan berjualan.” Selama ini karya-karya batik Nurhayati dijadikan suvenir atau persembahan untuk koleganya. “Proses membuat batik tulis ini kan lama. Nah, saya enggak mau terima pesanan dan jualan karena enggan dikejar-kejar atau dikomplain pembeli.”
Menurut Nurhayati, ia mendalami batik Betawi karena ingin menjaga produk budaya ini, sekaligus memperkenalkan kepada generasi muda. Selain membatik dengan motif-motif sesuai dengan pakem batik Betawi tradisional yang memakai bentuk penari cokek, tumpal, mancungan, atau pucuk rebung, Nurhayati juga mengkreasikan motif kontemporer. “Misalnya batik motif ondel-ondel, Monas, atau ciri khas Jakarta lainnya.” Semua motif itu ia rancang sendiri tanpa menjiplak motif batik lain.
Pengajar batik Betawi asal Jakarta Utara, Nurhayati bersama sejumlah karya batik tulisnya. Dok. Pribadi
Inspirasi membuat motif batik Betawi pun, kata Nurhayati, sering kali muncul dari anak didiknya di sekolah-sekolah. “Anak-anak suka punya ide bagus, nanti saya kembangkan.” Cara lain yang dilakukan Nurhayati dengan mengamati lingkungan. Berhubung ia tinggal di Jakarta Utara, Nurhayati pun kerap mengembangkan motif batik bertema bahari.
Selain mengajar di sekolah-sekolah, Nurhayati membimbing murid-muridnya yang dianggap berbakat. Di sanggarnya, ia membuat pelatihan intensif agar bakat dan minat anak didiknya bisa tersalurkan. Kini, sudah ada dua muridnya di wilayah Kelapa Gading dan Sunter Jaya yang punya sanggar dan memproduksi batik Betawi sendiri.
Bagi Nurhayati, kemunculan perajin batik di wilayah Jakarta merupakan suatu kebanggaan tersendiri. “Karena jumlah perajin batik di Jakarta itu sangat sedikit. Malah lebih banyak pemilik usaha batik yang produksinya dilakukan oleh perajin di wilayah Jawa Tengah.” Ia berharap, lewat aktivitasnya mengajar batik, akan semakin banyak perajin batik Betawi bermunculan.
PRAGA UTAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo