Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aneka Jalan ke Singgasana

Para calon presiden berupaya menarik simpati pemilihnya dengan rupa-rupa cara?dari menggunakan pesawat khusus hingga "diam" saja.

28 Desember 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG terhormat Bapak Surya Paloh beserta bapak dan ibu. Sebentar lagi kita mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar?." Informasi itu diumumkan pramugari tunggal dalam sebuah pesawat pribadi berkursi 19 yang tengah melayang dari Surabaya ke Denpasar pada 9 Desember malam silam. Tak lama setelah sabuk pengaman terpasang, pesawat jet bermesin empat itu mendarat mulus di landasan pacu. Jusss....

Terbang dengan pesawat pribadi adalah gaya safari Surya Dharma Paloh, 52 tahun, ke pelbagai pelosok Indonesia untuk memikat hati para calon pemilihnya. Pesawat itu membuat anggota Konvensi Partai Golkar ini tak perlu repot-repot. Tinggal tentukan kapan mau melancong guna menghimpun dukungan, kendaraan udara itu siap mengangkutnya. Berbeda dengan calon presiden lain, Surya tak terpancang jam penerbangan pesawat komersial?yang kini kian kerap tak tepat waktu.

Pesawat di atas tipe 146E bikinan British Aerospace, Inggris, yang sudah siap pakai sejak Agustus lalu. Identitas Surya sebagai bos Media Group jelas terlihat di tubuh pesawat. Gambar kepala elang?simbol Metro TV?di bagian buntut otomatis menunjukkan siapa juragan dari burung besi tersebut. Kendati telah berusia 10 tahun, kenyamanan pesawat ini tetap terjaga. Sebuah kursi jangkung berbalut kulit warna gading adalah "takhta" tempat calon presiden itu tetirah selama perjalanan. Pesawat itu juga menyediakan ruang rapat lengkap dengan meja hidrolis. Kelebihan lain, tak perlu landasan pacu yang terlalu panjang. Tapi, tiap enam jam penerbangan nonstop, pesawat bernomor PK-OSP ini harus turun ke bumi untuk mendinginkan mesin dan isi bahan bakar.

Sejarah pesawat itu?dituturkan seorang anggota tim sukses Surya?tampaknya ikut mendongkrak citra kemakmuran Surya Paloh. Adalah Ratu Elisabeth dari Inggris yang menjadi pemilik sebelumnya. Bahkan, "Evakuasi jenazah Lady Di dari Prancis ke Inggris, kabarnya, juga pakai pesawat ini," bisik anak buah Surya ini kepada TEMPO. Wah! Berapa harga pesawat pribadi ini? Si anak buah bungkam dalam urusan harga. Dia hanya bilang, "Surat-suratnya lengkap. Ada perusahaan leasing-lah."

Surya, yang biasanya mudah diajak mengobrol apa saja, juga enggan menyebut angka. Bagi dia, fasilitas pesawat adalah sesuatu yang "biasa"?lebih-lebih karena konvensi nasional mengharuskan dia meraup dukungan dari semua provinsi. Maka kebutuhan alat transportasi untuk menjangkau wilayah Indonesia yang begitu luas dianggapnya cukup mendesak. "Sudahlah. Not a big deal," kata Surya, mencoba merendah.

Memang macam-macam saja upaya politikus meraih kursi presiden pada 2004. Melalui konvensi, para calon dari Partai Golkar mesti berebut suara pengurus daerah sampai pusat. Maklumlah, kejuaraan di konvensi nasional pada Februari nanti akan membuat pemenangnya masuk daftar calon presiden atau wakil presiden Partai Beringin. Alhasil, road show ke daerah memang menjadi keharusan?sesuatu yang juga dengan tekun benar dilakukan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung.

Kerap Akbar harus kehilangan waktu berakhir pekan dengan keluarganya atau telat makan karena mengejar janji memenuhi undangan pendukungnya di daerah. Maklum, saingannya cukup banyak. Apalagi publik belum pula melupakan perkara dugaan korupsi dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar yang telah menyeret Akbar pada status sebagai calon penghuni bui.

Dalam hal kampanye, Akbar punya gaya sendiri: tak pernah lugas meminta dukungan. Tapi dengan "baju" ketua umum partai, mantan empat kali menteri di masa Orde Baru ini selalu menyemangati anggota agar partainya mendukung kemenangan Golkar dalam Pemilu 2004. "Nanti kalau partainya menang, anggota pasti berpikir ke dia," ujar Toto Dirgantoro, fungsionaris Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, kepada TEMPO.

Lain Akbar, lain pula aksi Amien Rais, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), dalam memikat hati pendukungnya. Oktober lalu, dia menyambangi markas grup musik rock Slank di Gang Potlot, Jakarta Selatan. Di hadapan para slankers?sebutan buat fans Slank?dia menyebut dirinya sebagai slanker senior. "Piss, piss," ucapnya menirukan kebiasaan "juniornya". Amien juga rajin sowan ke kantong-kantong Nahdlatul Ulama (NU) di wilayah Tapal Kuda Jawa Timur, yang notabene bukan pendukungnya. Sebut saja Pasuruan, Situbondo, Probolinggo, Kediri, dan Tulungagung.

Sebelumnya, tiga pesantren nahdliyin di Jawa Barat?Al-Jauhariyah (Balerante, Palimanan), Buntet (Cirebon), serta Cipasung (Tasikmalaya)?juga dia tengok. Bahkan ziarah ke makam Bung Karno di Blitar dan para kiai sepuh tak luput diagendakan. "Kalau makan bubur panas, jangan langsung, tapi pelan-pelan dari pinggir dulu," kata bekas Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah ini, beramsal.

Bukan cuma Amien yang doyan sowan ke kiai. Akbar Tandjung, Hamzah Haz, Abdurrahman Wahid, dan Fuad Bawazier juga pernah mampir ke Pondok Pesantren Buntet. Mereka ingin meminta restu dan petunjuk dari K.H. Abdullah Abbas, sang empunya pesantren. Kiai sepuh ini jadi panutan kalangan nahdliyin, sehingga siapa tahu "restu" itu bisa berujung pada dukungan. "Setiap tamu kami terima dengan baik asalkan tujuannya juga baik," tutur Ayip, putra ketiga Kiai Dulloh, panggilan Abdullah Abbas.

Pondok Pesantren Suryalaya, Jawa Barat, pimpinan Abah Anom juga jadi tujuan. Walau sudah sakit-sakitan, kiai sepuh berusia 102 tahun ini masih jadi "idola". Kata juru bicaranya, K.H. Zaenal Abidin, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamaman Susilo Bambang Yudhoyono dan Akbar Tandjung datang minta doa restu Abah. "Abah kan pernah aktif di Golkar pada 1992," Zaenal menjelaskan.

Satu sosok calon presiden yang tak perlu repot merebut kaum nahdliyin adalah Abdurrahman Wahid. Magnet Abdurrahman bukan hanya menebar dari pidato-pidatonya yang renyah dan segar. Tapi dia sendiri cucu pendiri NU, K.H. Hasyim Asy'ari. Dalam sebuah pidato di Yogyakarta dia mengeluarkan pernyataan mengagetkan. "Tahun 2004, yang jadi presiden itu Inul," ucap jago Partai Kebangkitan Bangsa tersebut. Para pendukungnya tertawa walau bingung kenapa harus Inul. "Inul itu kepanjangan dari Insya Allah NU Lagi, ha-ha-ha...," kata presiden ke-4 ini dengan enteng.

Di antara riuh-rendah kegiatan kampanye para calon presiden, apa yang dilakukan sang "juara bertahan" Megawati Soekarnoputri? Dia masih menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan untuk periode 2004. Tim suksesnya dibentuk dalam sebuah rapat pimpinan partai di Yogyakarta pada awal September silam. Siapa saja anggota inti tim sukses Megawati ini? "Wah, enggak tahu tuh. Mungkin ketuanya Pak Theo Syafei," ujar Ketua PDIP Arifin Panigoro kepada TEMPO, bulan lalu.

Pembawaan Mega yang misterius dan irit bicara diyakini para pendukungnya sebagai kelebihan tersendiri. Alasannya, publik lelah dengan perang pernyataan para calon presiden. Kharisma Mega di mata para pendukungnya dianggap cukup sebagai modal awal dalam pemilu mendatang. "Gerilya menjaring dukungan" cukup digarap elite partai untuk menutupi kesibukannya memimpin Republik. "Cukup kerja bagus dan tak kontroversial, " ujar Dwi Ria Latifa, pendukung Mega di DPR.

Singkat kata, para calon presiden itu tengah sibuk menyiangi aneka halangan yang dapat menyandung mereka ke singgasana. Selamat datang ke perang tanding 2004!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus