PARA pedagang di kota hujan Padang Panjang belakangan makin.
senang juga. Soalnya Walikota setempat drs. Rustian Said memang
lagi tertarik dengan peremajaan petak-petak toko. Itu dimulai
sejak 2 tahun silam ketika ia dilantik jadi Walikota yang
difinitif. Di ruangan Panti Budaya kota itu ia mendapat semacam
penegasan. "Wajah kota yang sudah klasik itu perlu dirobah",
ucap gubernur yang melantik Rustian atas nama Menteri Dalam
Negeri.
Dan Rustian memang bersemangat untuk itu. Hingga sekarang ia
berhasil merehabilitir dan membangun 600 petak toko. Dana yang
sudah disedot nyaris sebanyak Rp 350 juta, suatu jumlah
investasi yang lumayan besar untuk kota segede Padang Panjang.
Untuk itu dan untuk yang satu ini yaitu pembangunan dan
peremajaan pasar, Padang Panjang bisa disebut jempolan ketimbang
kota-kota kecil lainnya di kawasan Sumatera Barat.
Jatah Gratis
Meski begitu segala soal memang tak selalu selesai seperti yang
diharapkan. Paling tidak biang kerok selalu timbul. Nah
belakangan ini adalah perkara sistim jatah toko-toko baru jadi
soal. Terdengar kabar bahwa sejumlah anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Kotamadya bakal memperoleh jatah gratis pada petak toko
baru di pusat pasar. Tentu saja kabar itu cepat meluas. Tafsiran
yang datang bisa macam-macam. Malah ada yang menyebut sebagai
"balas jasa" atas kebungkeman anggota yang memungkinkan
toko-toko berdiri tanpa protes. "Itu tak benar', ucap Walikota
kepada TEMPO 2 pekan silam di Padang Panjang.
Walikota mengakui bahwa anggota Dewan kota itu bakal menjadi
pemilik dari sebagian toko baru yang sedang dibangun. Tapi itu
disebut bukan gratis. Tak juga karena fasilitas. Setiap orang
bisa menjadi pembeli jika prioritas telah terpenuhi. Yang
dimaksud prioritas tentu saja para pemilik lantas yang musti
dapat bagian pertama. Dan setelah itu bisa saja fihak lain ikut
serta. Nah DPRD Padang Panjang ikut pada bagian terakhir ini.
'Anggota dewan bayar, seperti yang lain juga", kata Rustian
Said.
Dalam perkara pembayaran Walikota juga membantah bahwa untuk
para anggota terhormat itu ada keringanan. Disebut semua sebagai
sama, tergantung di tempat mana toko itu berdiri. Tiap anggota
setor Rp 500-Rp 600 ribu per petak toko. Tapi meski semua
tampak formil dan berjalan liwat musyawarah toh rasa tidak
senang terdengar juga. Ini teralamat kepada Walikota juga. Dari
kalangan pasar Serikat Padang Panjang yang menjadi penguasa
pasar secara historis, cara penjualan petak toko kepada
anggota-anggota dewan itu juga kurang disenangi. "Fihak kami tak
dibawa serta", kata seorang tokoh Padang Panjang yang keberatan
namanya dicantumkan. Tapi ada atau tidak reaksi, kebijaksanaan
Walikota bakal jalan terus. "Kita sudah perkirakan reaksi
seperti itu bakal muncul. Tapi kita merasa sudah fair". katanya.
Kotor
Fair atau tidak, persoalan memang agaknya tak akan berhenti.
Sebab masih bisa diperdebatkan darimana anggota dewan punya uang
sebanyak itu. "Tentu main pinjam dengan rekomendasi" ucap tokoh
Padang Panjang yang lain. Itupun agaknya belum tentu sebab di
antara peminat yang anggota dewan juga tergolong sebagai orang
yang punya.Tapi perkara petak toko untuk anggota itu sendiri
memang tak lagi diurut panjang. Dianggap sebagai normal,
sebagaimana juga di kota lain seperti Padang konon juga ada cara
serupa. Bisa saja dianggap sebagai "pantas" sesuai dengan
prestasi anggota dewan.
Yang agaknya perlu dapat perhatian adalah perkara kebersihan
pasar. Di sepanjang rel kereta api yang membelah bagian utama
kota itu sampah bertebaran di mana-mana. Terasa kurang sedap
dibanding semerbaknya toko baru. Tapi sejauh apa kontrol
terhadap petugas kebersihan pasar berjalan, bukan oleh Walikota
semata, tapi juga oleh kalangan pasar serikat yang selama ini
masih tetap melola segi lain dari pasar Padang Panjang itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini