DENGAN tarip tetap Rp 50 untuk umum dan Rp 30 untuk pelajar bis
kota masih menggelinding di Jakarta. Namun itu tidak berarti
pengusahanya tidak mempunyai Persoalan.
Misalnya Sukirno Hadiutomo. Akibat Kenop 15 maupun rencana
pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar nanti dinilai
Direktur Utama PT Pelita Mas Jaya ini sebagai sudah pasti
mempengaruhi dunia usaha yang dihadapinya. Namun"saya percaya
kepada pemerintah bahwa apa yang dilakukan tentu dengan
pertimbangan matang. Itulah sebabnya kalaupun masalah baru
timbul kita harus berfikir dewasa, jangan cengeng," katanya.
Maksudnya? "Problem bis kota rawan. Disatu pihak demi masyarakat
banyak, di lain pihak kemampuan penekanan biaya sangat
terbatas," kata drs Soedaryono Ketua Unit Bis Kota dari Organda
DKI Jakarta.
Dari 3.195 bis kota yang ada di Jakarta rata-rata berusia di
atas 3 tahun. Menurut Soedaryono, suku cadangnya jelas banyak
yang aus. Tapi penggantiannya ternyata sulit. Sebab sejak Kenop
15 harga barang-barang tadi rata-rata naik 40 sampai 50%.
Sementara itu, "kalau dulu penjual bisa menghutangkan kepada
pembeli satu sampai dua bulan sekarang minta kontan."
Sungguhpun begitu tidak semua cerita dari kalangan pengusaha bis
kota memprihatinkan. Kredit 175 bis dari Pelita Mas Jaya seperti
dikatakan Sukirno dua bulan lagi lunas. Padahal katanya,
dibanding dengan perusahaan sejenis yang lain kesejahteraan
karyawan Pelita jauh lebih baik.
Namun sejak Kenop 15 harga-harga pada naik. Dan menyangkut suku
cadang hal itu dibenarkan oleh para pedagang di Blok IV Pusat
Perdagangan Senen sebagai salah satu pusat perdagangan barang
semacam itu di Jakarta.
Kalau & Kalau
Jaya, seorang pedagang suku cadang untuk kendaraan Toyota
misalnya mengatakan bahwa sebelum Kenop 15 pengambilan barang
dari importir mendapat potongan harga 22,5% dari harga resmi.
Sedang sesudah Kenop bukan saja potongan itu tidak ada bahkan
harganyapun ditambah 2,6% dari harga resmi tadi. "Kesimpulannya
harga suku cadang naik 35% sekarang ini," Jaya menjelaskan.
Maka untuk masalah bis kota tadi Harsono sebagai Ketua Umum
Organda tingkat pusat pun berkata kepada TEMPO: "persoalannya
seperti buah simalakama, kalau tarip dinaikkan masyarakat ribut,
kalau tidak pengusaha bangkrut."
Pengusaha angkutan lain? "Sejak awal Maret tarip angkutan darat
di luar bis kota dan taksi diizinkan naik 16%. Namun apalah
arti penyesuaian tarip itu dibanding kenaikan harga suku cadang
yang lebih dari dua kali 16%?" Maka Organda pun menghimbau
pemerintah untuk memberikan imbangan untuk membantu pengusaha
angkutan melaksanakan "re-conditioning" kalau tidak
"re-placement" kendaraan. Dibantu mendandani yang ada,
kira-kira. Tapi khususnya menyangkut taksi, sebagaimana
dikatakan Semakto Sadaryoen. Organda pun mengusulkan kenaikan
tarip 40% dari Rp 75 per kilometer sekarang.
Semua masalah itu muncul justru pada saat tarif BBM belum naik.
Padahal siapapun maklum mulai April nanti pemerintah akan
menyesuaikan harga bahan bakar itu. Bagaimana ini? Para
pengusaha angkutan umum di Jakarta umumnya termangu sejenak
sebelum menjawab: "Ya, bagaimana saja nanti."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini