SEJAK akhir tahun lalu Ujung Pandang diguyur hujan
terus-terusan. Banjir menggenang, jalanjalan hancur. Tapi ketika
semua itu belum berakhir, akhir bulan lalu kota ini tiba-tiba
digasak angin ribut. Sebanyak 40 rumah hancur, terutama di
wilayah Kecamatan Tamalate dan Tallo -- bagian pinggir kota.
Menyaksikan semua itu Walikota Abustam seperti tersentak. Sebab
ternyata rumah-rumah yang diterbangkan angin itu terdiri dari
bangunan-bangunan liar. Meskipun ia menyesalkan
bangunan-bangunan tak senonoh itu, tapi apa boleh buat, semuanya
sudah terjadi. "Mestinya dari dulu semua ini dapat diatur"
gerutu Abustam. Ia melihat semua itu akibat
penggusuran-penggusuran yang dilakukan begitu saja pada
waktu-waktu lalu.
Karena itu tekadnya sekarang: melaksanakan rencana induk kota
(master plan) tanpa penggusuran. "Di sinilah seninya" kata
Abustam "sebab membongkar dan menggusur dengan seenak perut
saja akan menimbulkan akibat sampingan -- buat apa kita
membangun kalau menimbulkan korban lebih besar." Tapi tak lupa
ditambahkannya, "kalau secara tehnis penggusuran harus dilakukan
juga, saya akan menyelesaikannya secara baik dengan masyarakat."
Antara 1967-1977 di zaman Walikota Daeng Pattompo, penggusuran
memang tak jarang dilakukan dalam rangka perbaikan kampung yang
dinamakannya Gerakan Masuk Kampung (GMK). Menurut Humas Pemda
Kotamadya Ujung Pandang dari semua rencana GMK, "60% sudah
berjalan." Tapi karena perencanaan yang kurang mantap usaha itu
menimbulkan berbagai akibat lain. Seperti tak sedikit penduduk
yang tergusur dalam rangka perbaikan kampung itu, lalu
mendirikan bangunan liar di tempat lain.
Akhir-akhir ini, agaknya Walikota Abustam sudah siap dengan
rencana baru. Namanya bukan GMK, diganti KIP alias Kampung
Improvement Program. Sasarannya tetap sama membenahi
kampung-kampung yang suram berikut sarana-sarana lingkungannya.
Telah tercatat 13 kampung di tepi kota yang akan dijamah KIP, di
antaranya 4 kampung yang jadi prioritas utama. Yaitu Cambayya,
Pattingalloan, Maccini dan Layang.
Menurut Kepala Proyek KIP, Rahim Abdullah, saking parah
keadaannya, ada di antara kampung-kampung tadi yang tak mungkin
diatur tanpa penggusuran. Awal April nanti KIP mulai
dilaksanakan dengan biaya Rp 4« milyar lebih - separohnya dengan
bantuan Bank Dunia.
Masih dalam rangka KIP, adalah penanggulangan banjir yang selalu
menggenangi kota berpenduduk hampir 1 juta jiwa ini. Menurut
Walikota Abustam, selain karena Ujung Pandan bersandar langsung
pada pantai, banjir itu juga disebabkan saluran-saluran air
peninggalan zaman Belanda tak mampu lagi berfungsi sebagaimana
mustinya. Mengatasi penyebab pertama adalah dengan pengerukan
Sungai Jeneberang sebagai sumber pengirim banjir. Untuk ini
sebuah tim ahli dari Jepang diharapkan tak lama lagi bekerja
di kota ini.
Sementara itu sejak akhir tahun lalu tim penanggulangan banjir
telah dibentuk di tiap kecamatan. Bekerja sama dengan pihak
pelabuhan, tim ini secara letap membersihkan got-got yang
tersumbat dan menggusur tumpukan sampah di kawasan pelabuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini