Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Gara-gara Birokrasi

Surip, 54, sudah tahu sebelum gunung meletus. Dia meneruskan berita, keesokan harinya baru sampai karena birokrasi. Usul hubungan langsung ke lumajang tetap nihil. (sd)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BUKAN hanya Merapi yang harus diawasi dengan teliti. Gunung Kelud (1731 m) dan Semeru (3676 m) kedua-duanya di Jawa Timur, juga sering naik pitam. Semeru pernah muntah 1976, menewaskan 160 warga Lumajang. Gunung yang tertinggi di Indonesia ini diawasi tiga serangkai: Billah, Ngatani dan Surip. Surip (54 tahun) sebenarnya waktu itu sudah tahu sebelum Semeru itu sempat membantai rakyat. Tapi lantaran komunikasi tidak beres, apa yang diketahuinya tidak segera dapat ditangkap oleh penduduk di sekitarnya. Menjelang bencana, dengan celana hitam dan sarung melilit leher, Surip mengawasi alat yang bernama meinca di pos Argosuko. Terlihat coret-coretan yang semrawut, ini tanda akan ada gerakan ang membahayakan. Sementara waktu sudah menunjuk pukul 18.00. Langit yang mendung pun mulai meneteskan hujan. Surip meneruskan berita itu ke pos Gading (Malang Selatan). Gading meneruskannya ke Malang untuk ditembuskan ke Surabaya. Lantas dari Surabaya akan memberitahukan pos Lumajang lewat kantor telepon Probolinggo. Memang seperti muter-muter nggak karuan, maklum birokrasi. Padahal dua jam sesudah Surip kirim berita, lahar dingin sudah ganas menubruk Desa Kebondeli, Jugosari dan Tempusari. Adapun berita Surip baru kecsokan harinya sampai di Lumajang. Sejak itu Surip gencar mengusulkan adanya hubungan langsung ke Lumajang. Tapi sampai sekarang tetap nihil. Orang tua ini sudah 22 tahun menunggu Semeru. Mula-mula di pos Gunung Sawur. Baru 9 tahun terakhir ini ia ditempatkan di Argosuko. Pos ini termasuk bagian barat daya, dengan bangunanyang permanen. Surip tinggal di situ bersama isterinya. Di sana ia menanam sayur dan kentang untuk dimakan sendiri, seperti juga keluarga Billah dan Ngatani. Bila Semeru sedang ayem, keluarga ini bergiliran turun ke desa. Surip akan pergi ke Pasirian tempat 4 orang anaknya tinggal dan sekolah . Siti Keludiyah Lubang lava Semeru hanya 8,5 km dari Argosuko. Setiap hari tercatat 50 getaran. Bisa mencapai 100 kali kalau Semeru binal. Malam hari terlihat 4 sampai 5 meter kubik lava berpijar-pijar di mulut kepundan dengan suhu 750 derajat Celcius. "Berada 100 meter dari lava itu langsung mati, jantung terbakar," kata Surip. Ia sendiri pernah mendekati sampai jarak 200 meter dalam rangka pengintipan. Setahun lagi Surip pensiun. Dinas Vulkanologi meminta pegawai negeri golongan II ini mau bekerja harian. Tapi Surip menolak. Kenapa? "Yah, saya mau istirahat, sudah tua kok. Perlu kumpul dengan anak-anak, masak saya harus menghabiskan umur di sini?" ujarnya. Berbeda dengan Surip yang sudah capek, gunung Kelud dijaga oleh seorang leiaki muda berusia 27 tahn yang masih bersemangat. Namanya M. Yusuf. Ia lulusan STM. Lantaran gembira karena lamarannya diterima sebagai penjaga gunung, Yusuf langsung kawin dengan Rohana. Dan tatkala setahun kemudian lahir anaknya yang pertama diberinya nama istimewa: Siti Keludiyah. Di puncak Kelud ada kawah seperti danau yang sering dikunjungi orang. Kalau Minggu muda-mudi bermobil selalu berdatangan, sehingga Yusuf tak pernah merasa sepi. Tapi suatu ketika waktu TVRI menyiarkan bahwa Kelud harus diawasi karena suhunya meningkat, ia sempat tersirap. Maklum pengalamannya masih sedikit. Yusuf cepat mengendarai motor dinasnya ke puncak. Ia membenamkan alat pengukur panas ke dalam kawah yang menampung air 21,5 juta meter kubik itu. Ternyata masih tetap 36,8 derajat Celcius. Yusuf pun tercengang. "Saya sendiri kaget mendengar berita itu. Laporan dari siapa, ya? Padahal angka di direktorat geologi datang dari saya," ujarnya kepada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus