Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dikejar waktu untuk menuntaskan bau di Kali Item dan Kali Sentiong menjelang Asian Games 2018, Gubernur Anies Baswedan memilih pendekatan berbeda dengan Sandiaga.
Baca: Hilangkan Bau, Serbuk dan Cairan Ini Ditabur di Kali Item
Anies Baswedan menyatakan tak akan menutup produksi perajin tempe di kawasan Kali Sentiong atau Kali Item, Jakarta Pusat. Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno mengatakan akan minta usaha kecil dan menengah (UKM) menghentikan produksi tempe karena limbahnya membuat Kali Item bau menyengat.
Anies tak mau menyetop perekonomian produsen tempe yang masuk kategori kecil dan menengah itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi kegiatan usaha boleh jalan, tapi limbahnya dikelola. Sehingga tidak dibuang di sungai," kata Anies di Rasuna Said, Jakarta Selatan, Ahad, 29 Juli 2018.
Baca: Waring Kurangi Bau Kali Item, Anies Baswedan Tambah 200 Meter
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kamis lalu, Sandiaga Uno melontarkan kebijakan baru menjelang pembukaan Asian Games 2018. Dia memerintahkan kepada perajin tempe di Kali Sentiong, Jakarta Pusat, untuk menghentikan produksi. Alasannya, limbah pembuatan tempe mencemari air sungai sehingga menimbulkan bau tak sedap.
"Kami meminta mereka menghentikan produksi dan akan dicarikan solusinya," kata Sandiaga di kompleks Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Juli 2018.
Bahkan Sandiaga Uno berencana melarang para perajin tempe di sekitar Kali Item dan Kali Sentiong meneruskan usahanya. "Saya inginnya berhenti produksi tidak hanya saat Asian Games, tapi seterusnya," ujar Sandiaga.
Menurut Sandiaga, para pembuat tempe tersebut membuang limbah ke Kali Sentiong. Limbah tersebut mencemari kali, sehingga menimbulkan bau busuk.
Tudingan Sandiaga mendapat bantahan dari Sumaeri, perajin tempe di RT 08 RW 03 Sunter Jaya, Jakarta Utara.
Menurut Sumaeri, Kali Item dan Kali Sentiong menjadi kotor dan bau karena tercemar limbah rumah tangga. Sebab limbah rumah tangga warga Kemayoran dibuang ke sungai tersebut.
Dengan alasan itu, Sumaeri terang-terangan menolak perintah Sandiaga untuk menghentikan produksi tempe. “Kalau pemerintah meminta kami berhenti membuat tempe, kami menolak,” ujar dia kepada Tempo di kediamannya, yang juga menjadi tempat usaha.
Sanadi, 60 tahun, juga perajin tempe, mengatakan limbah tempe kini sudah tidak terlalu bau karena berupa air tanpa kulit kedelai. Dia mempunyai usaha tempe di rumahnya, di wilayah RT 12 RW 03 Sunter Jaya, Jakarta, sejak 1973.
Sandiaga menuturkan Wali Kota Jakarta Utara dan Jakarta Pusat telah mendata 150 usaha kecil menengah perajin tempe dan tahu di sekitar Kali Sentiong dan Kali Item. Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah serta Perdagangan Provinsi DKI Jakarta juga telah turun ke lapangan untuk mencari solusi.