Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kemenangan tim Thomas Cup 2020 tak disertai pengibaran Sang Merah Putih.
WADA menjatuhkan sanksi bagi Indonesia karena pelanggaran prosedur tes antidoping.
Pemerintah mengklaim sudah mengklarifikasi sanksi WADA.
JAKARTA – Seremoni penyerahan piala Thomas Cup kepada tim bulu tangkis putra Indonesia di Aarhus, Denmark, tidak disertai pengibaran bendera Merah Putih. Hal ini terjadi akibat sanksi dari Badan Antidoping Dunia atau World Anti-Doping Agency (WADA) kepada Indonesia yang dianggap tak patuh terhadap standar program pengujian antidoping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat lagu Indonesia Raya berkumandang di Ceres Arena, kemarin, penyelenggara hanya memasang bendera Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI). Padahal, dalam momen bersejarah ini, seharusnya Sang Merah Putih berkibar. Apalagi tim Thomas Indonesia berhasil mengalahkan Cina dengan skor telak 3-0.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainuddin Amali mengatakan seharusnya Federasi Bulu Tangkis Dunia atau Badminton World Federation (BWF) tidak langsung menerapkan sanksi WADA tersebut karena masih ada masa klarifikasi. “BWF mengambil keputusan sendiri. Mereka langsung menerapkan sanksi itu padahal masih masa klarifikasi,” kata Amali, kemarin.
Pada 15 September lalu, WADA, yang bermarkas di Kanada, mengirim surat kepada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI). Lembaga yang dibentuk atas prakarsa Komite Olimpiade Internasional (IOC) pada 1999 itu menganggap Indonesia tidak patuh pada aturan standar program pengujian antidoping WADA. Indonesia dinilai tidak bisa memenuhi kewajiban standar test doping plan (TDP) pada 2020.
Karena kelalaian itu, WADA memberikan sanksi kepada Indonesia. Sanksi itu di antaranya atlet Indonesia tidak bisa mengikuti kejuaraan internasional, tak dapat mengibarkan bendera Merah Putih ketika memenangi kejuaraan dunia, serta tidak dapat mengumandangkan lagu kebangsaan saat memenangi kejuaraan. Sanksi itu berlaku selama satu tahun, dari 8 Oktober 2021 hingga 8 Oktober 2022.
Selain Indonesia, WADA menjatuhkan sanksi serupa kepada Thailand dan Korea Utara. Dua federasi internasional, yakni Deaf International Basketball Federation (DIBF) dan International Gira Sports Federation (IGSF), juga dikenai sanksi.
Amali mengatakan sudah menyampaikan kepada WADA bahwa pengambilan sampel TDP 2020 terhambat pandemi Covid-19 yang membuat seluruh kompetisi olahraga di Indonesia terhenti. Kondisi itu membuat pemerintah tidak memungkinkan mengambil sampel. Kemudian pengambilan sampel TDP pada 2021 terpenuhi dari pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020 Papua yang digelar pada 2-15 Oktober tahun ini. "WADA bakal melakukan supervisi ke Indonesia," kata Amali.
Juru bicara PBSI, Broto Happy, mengatakan informasi kepastian pelarangan pengibaran Sang Merah Putih saat memenangi kejuaraan diperoleh dua hari lalu. Saat itu, kata Broto, BWF menghubungi Kepala Bidang Luar Negeri PBSI, Bambang Roediyanto. “Pak Bambang Roediyanto dihubungi BWF pas tim kita lolos ke semifinal,” kata Broto.
Ketua Umum PBSI, Agung Firman. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Ketua Umum PBSI, Agung Firman Sampurna, mengatakan, ketika menerima kepastian penerapan sanksi itu, PBSI sengaja tidak memberi tahu tim Thomas Indonesia yang akan berlaga di final menghadapi Cina. Agung khawatir sanksi itu akan mempengaruhi penampilan tim Indonesia. “Kalau tahu, anak-anak yang di Denmark pasti drop,” kata Agung. “Saya sudah sampaikan, mereka jangan pegang telepon seluler. Konsentrasi ke pertandingan karena kita bisa jadi juara.”
Agung mengatakan pemerintah sudah berusaha terbebas dari sanksi antidoping ini. Langkah awal, khusus di cabang bulu tangkis, pemerintah berupaya agar sanksi itu tidak diterapkan dalam kejuaraan Thomas dan Uber Cup di Denmark. “Kita juga berjuang tetap bisa menyelenggarakan turnamen internasional,” ujar Agung. Ia mengklaim hal ini berhasil. Indonesia tetap dibolehkan menggelar turnamen internasional.
Agung menegaskan, pemerintah akan mengevaluasi sanksi antidoping tersebut karena dampaknya tidak hanya terhadap cabang bulu tangkis, tapi juga seluruh cabang olahraga.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S. Dewa Broto, mengatakan pemerintah sudah membalas surat WADA pada 8 Oktober. Dalam surat yang diperoleh Tempo, ada tujuh poin yang disampaikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Sejumlah poin itu di antaranya LADI dan Kementerian selalu berkomitmen melaksanakan aturan antidoping kepada atlet, pelatih, dan official.
Kementerian Pemuda dan Olahraga mengakui terlambat merespons surat tersebut, di antaranya karena persoalan pandemi Covid-19. Menurut Gatot, pemerintah Indonesia sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Komite Olahraga Nasional Indonesia sebagai penyelenggara PON XX di Papua dan Paralympic Games bulan ini. LADI berencana mengambil 700 sampel TDP dari peserta PON dan Paralympic Games serta rencana TDP pada 2022.
Wakil Ketua LADI, Rheza Maulana, mengatakan TDP yang dimaksudkan WADA merupakan kewajiban mengirim sampel yang mencakup tiga aspek, yaitu tes reguler atau out of competition (OCT), tes PON, dan program 2022. Ia menambahkan, WADA juga sudah merespons surat klarifikasi Kementerian Pemuda pada 8 Oktober lalu.
Rheza mengklaim WADA menyampaikan bahwa Indonesia tetap bisa menjalankan PON dan pengetesan secara normal. Kemudian pengetasan berikutnya dan kegiatan lain dapat dilakukan dengan supervisi dari Japan Anti-Doping Organization.
"Surat klarifikasi dan proses koreksi atas pending matters masih dari tiga masalah, tiga sudah di-acc,” katanya. “Tinggal satu yang belum di-acc, sehingga status kita masih non-compliance.” Satu masalah yang belum disetujui itu adalah rencana pengetesan pada 2022. Walhasil, Sang Merah Putih gagal berkibar dalam momen kemenangan Thomas Cup 2020.
AVIT HIDAYAT | IRSYAN HASYIM
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo