Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Gilang, 22 tahun, dan tiga temannya memilih tetap duduk di tribun saat ribuan suporter Arema FC masuk ke tengah lapangan Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, dua malam lalu. Ia menyaksikan penonton masuk ke lapangan untuk menyalami dan menyemangati para pemain Arema, beberapa menit sebelum tragedi Kanjuruhan terjadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tapi polisi mengadang sehingga terjadi keributan,” kata Gilang, Ahad, 2 Oktober 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berselang beberapa menit, Gilang menyaksikan tembakan gas air mata ke arah tribun. Gas air mata itu jatuh tak jauh dari tempat Gilang duduk bersama ketiga sahabatnya.
Tembakan gas air mata itu, kata Gilang, membuat penonton panik. Mereka lantas berdesak-desakan dan berebut ke arah pintu keluar stadion. Gilang dan ketiga sahabatnya—seorang laki-laki dan dua perempuan—ikut panik.
Keempatnya lantas terpisah. Gilang sempat melompat masuk ke area pinggir lapangan, tapi ia naik lagi ke tribun. Dia tak mengetahui lagi posisi ketiga rekannya. Belakangan Gilang mengetahui ketiga sahabatnya itu sudah meninggal. Satu pria meninggal di ruang ganti pemain dan dua orang lainnya di Rumah Sakit Wava Husada, Kepanjen.
Pertandingan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu malam itu berlangsung aman. Seusai pertandingan dengan kekalahan tuan rumah, penonton masuk ke lapangan dengan cara melompati pagar pembatas antara tribun penonton dan lapangan.
Lini
Sesuai dengan video yang beredar di media sosial, pemain dan ofisial berkumpul di tengah lapangan seusai laga. Dua suporter lantas masuk ke lapangan lebih dulu, lalu menyalami pemain. Berselang dua menit, semakin banyak penonton yang masuk ke lapangan. Sebagian penonton memilih berlarian di dalam lapangan. Sebagian lainnya berusaha mengejar pemain dan ofisial yang berjalan ke arah ruang ganti.
Saat itu, personel kepolisian dan aparat TNI berusaha mendesak massa kembali ke tribun. Tapi penonton dari dua sisi berusaha melawan. Empat menit berselang, petugas keamanan memukul massa dengan tongkat. Saat itu juga polisi mulai menembakkan gas air mata berkali-kali ke arah penonton di tribun.
Penonton panik, lalu berdesak-desakan menuju pintu keluar stadion. Tapi sebagian pintu stadion tertutup sehingga membuat penonton sulit keluar dengan cepat. Hingga kemarin malam, lebih dari 130 orang dilaporkan tewas dan 180 orang lainnya masih dalam perawatan.
Tragedi Kanjuruhan ini merupakan peristiwa terburuk kedua dalam sejarah sepak bola setelah peristiwa kerusuhan sepak bola di Peru pada 1964 yang mengakibatkan 328 orang tewas. Korban tewas di Peru juga dipicu tembakan gas air mata.
Penggunaan Gas Air Mata Bertentangan dengan Aturan FIFA
Penggunaan gas air mata di dalam Stadion Kanjuruhan ini menjadi sorotan berbagai pihak. Sebab, dalam Pasal 19 huruf B FIFA Stadium Safety and Security ada penegasan soal larangan penggunaan gas air mata di stadion.
Di samping itu, cara kepolisian dan TNI mengendalikan massa juga menjadi perhatian. Pasal 5 Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian mengatur lima tahapan penggunaan kekuatan kepolisian. Tahapan itu secara berurutan dimulai dari penggunaan kekuatan yang memiliki dampak pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kendali senjata tumpul dan senjata kimia seperti gas air mata, serta kendali dengan menggunakan senjata api.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Inspektur Jenderal Nico Afinta mengatakan ada sekitar 3.000 suporter yang turun ke lapangan seusai pertandingan. Mereka lantas mencari pemain dan ofisial. Melihat kondisi itu, kata Nico, petugas keamanan berusaha mencegahnya. Aparat lantas melepaskan gas air mata untuk membubarkan suporter yang sudah bertindak anarkistis dan membahayakan keselamatan pemain serta ofisial.
"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," kata Nico, saat konferensi pers pada Ahad, 2 Oktober 2022.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo berbicara dengan didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali (kiri) dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan (kedua dari kiri), di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 2 Oktober 2022. REUTERS/Willy Kurniawan
Jumlah Penonton Melebihi Kapasitas Stadion
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mendapat informasi bahwa jumlah penonton yang memasuki Stadion Kanjuruhan melebihi kapasitas. Stadion milik Singo Edan—julukan Arema—itu hanya berkapasitas 38 ribu penonton. Sedangkan panitia mencetak tiket hingga 42 ribu.
“Jumlah ini belum termasuk penonton yang masuk tanpa tiket,” kata Mahfud, kemarin.
Sesuai dengan salinan surat Kepala Kepolisian Resor Malang tertanggal 29 September 2022 yang diperoleh Tempo, polisi sudah mengingatkan panitia agar batas tiket yang dicetak maksimal 38 ribu. Surat itu ditujukan kepada panitia pelaksana pertandingan.
Hingga saat ini, Tempo belum berhasil mengkonfirmasi urusan tiket ini kepada panitia pelaksana pertandingan. Empat hari sebelum laga, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, Abdul Haris, kepada awak media menyebutkan panitia memang menyediakan 42 ribu tiket untuk pertandingan Arema vs Persebaya.
Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Mochamad Iriawan, enggan menanggapi urusan penjualan tiket melebihi kapasitas stadion ini. “Karena ini menyangkut angka dan administrasi, kami tunggu tim investigasi,” kata Iriawan, saat konferensi pers, kemarin.
LIB Berkukuh Kick Off Digelar pada Malam Hari
Jauh sebelum pertandingan Arema versus Persebaya digelar, sejumlah pihak sudah meminta agar jadwal laga derbi tersebut diubah, dari malam ke sore hari. Awalnya, Arema FC bersurat kepada PT Liga Indonesia Baru (LIB)—operator BRI Liga 1—agar pertandingan di Stadion Kanjuruhan itu digelar pada sore hari. Surat itu dikirim pada 12 September lalu.
Enam hari berselang, Kepala Polres Malang Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat bersurat ke panitia dan PT LIB agar pertandingan Arema vs Persebaya digelar pada pukul 15.30 WIB, yang semula dijadwalkan pukul 20.00 WIB.
Ferli merujuk pada perkiraan intelijen tertanggal 13 September mengenai kerawanan pertandingan sepak bola Liga 1, Arema vs Persebaya. Surat Kapolres Malang tersebut ditembuskan kepada Kepala Polda Jawa Timur, Inspektur Pengawasan Daerah Polda Jawa Timur, Kepala Biro Operasional Polda Jawa Timur, Direktur Intelijen Keamanan Polda Jawa Timur, dan Ketua Umum PSSI.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Komisaris Besar Dirmanto membenarkan soal keberadaan surat tersebut. Tapi ia enggan merincinya.
PT LIB tak menggubris permintaan panitia dan kepolisian tersebut. Lewat surat tertanggal 19 September, PT LIB meminta panitia tetap menggelar pertandingan sesuai dengan jadwal semula atau pada malam hari.
Surat itu diteken Direktur Utama LIB Akhmad Hadian Lukita. Ada tiga rujukan dalam surat Akhmad ini. Rujukan pertama dan kedua adalah surat panitia pelaksana dan Polres Malang yang meminta perubahan jadwal kick off pertandingan Arema vs Persebaya. Satu rujukan lainnya yaitu rapat koordinasi antara PSSI, PT LIB, dan host broadcast.
Hingga kemarin malam, Akhmad belum menjawab upaya konfirmasi Tempo. Lewat pesan WhatsApp, ia berjanji segera meresponsnya. "Saya baru sampai di Malang, mau minta keterangan dari berbagai pihak. Segera saya respons," kata Akhmad, kemarin siang.
Sekretaris Jenderal PSSI, Yunus Nusi, membenarkan bahwa pihaknya mendapat laporan mengenai permintaan perubahan jadwal pertandingan. Lalu PSSI dan berbagai pihak menggelar diskusi untuk membicarakan permintaan tersebut. "Ketika terjadi pertandingan dengan rivalitas yang begitu tinggi di antara dua klub, tentu dilakukan diskusi untuk membahas hal itu," kata Yunus saat konferensi pers di Jakarta, kemarin.
Isi hasil rapat koordinasi itu, kata Yunus, terjadi kesepahaman antara panitia pelaksana dan pihak keamanan untuk tetap menggelar pertandingan pada malam hari. "Kesepahaman terjadi dengan beberapa persyaratan. Salah satunya adalah tidak menghadirkan suporter lawan atau tamu ke stadion," kata Yunus.
Ia menyebutkan, syarat tersebut yang membuat panitia dan pihak keamanan meyakini tidak akan terjadi kerusuhan di Kanjuruhan. "Jadi, kerusuhan di Kanjuruhan itu sangat jauh dari prediksi," ujarnya.
Yunus enggan menjelaskan peran dan pertimbangan PSSI dalam rapat koordinasi tersebut. Ia justru menjelaskan bahwa PSSI akan meninjau ulang pelaksanaan pertandingan sepak bola pada malam hari setelah terjadinya tragedi Kanjuruhan.
Adapun Mahfud Md. menegaskan bahwa keputusan menggelar pertandingan pada malam hari justru datang dari PT LIB. Mahfud merujuk pada surat LIB ke panitia pelaksana Arema FC tersebut. “LIB tetap minta dilaksanakan sesuai dengan yang sudah dijadwalkan dan meminta koordinasi dengan Polres. Jadi, usul Polres ditolak oleh LIB dan dilaksanakan oleh Panitia Pelaksana Arema FC,” kata dia.
Mahfud mengatakan pemerintah bersungguh-sungguh mengusut insiden tersebut. Ia mengatakan pemerintah akan meneliti kemungkinan adanya pelanggaran pidana dalam peristiwa tersebut. Kedua, kata dia, pemerintah melakukan rehabilitasi dan penyantunan bagi korban dan keluarga korban.
“Jika ada pelanggaran hukum atau sabotase dalam peristiwa itu untuk diteliti dan ditindak dengan tepat sesuai dengan aturan hukum, siapa pun dia, baik sengaja maupun lalai dalam terjadinya peristiwa ini,” ujarnya.
Polisi menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan seusai pertandingan BRI Liga 1, Arema melawan Persebaya, di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022. REUTERS TV melalui REUTERS
Liga 1 Dihentikan Sementara
Presiden Joko Widodo meminta PSSI menghentikan sementara kompetisi Liga 1 setelah tragedi Kanjuruhan tersebut. "Saya memerintahkan PSSI menghentikan sementara Liga 1 sampai evaluasi dan perbaikan prosedur pengamanan dilakukan," kata Jokowi.
Ia juga sudah memerintahkan Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Mantan Wali Kota Solo ini juga meminta Ketua PSSI Mochamad Iriawan serta Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali mengevaluasi pelaksanaan pertandingan sepak bola dan prosedur pengamanan penyelenggaraan secara menyeluruh.
PSSI merespons perintah Presiden Joko Widodo itu dengan menghentikan kompetisi Liga 1 selama sepekan. “Selain itu, tim Arema FC dilarang menjadi tuan rumah selama sisa kompetisi musim ini," kata Iwan Bule—panggilan Mochamad Iriawan.
DEWI NURITA | RUSMAN PARAQBUEQ | EKO WIDIANTO (MALANG) | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo