Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAHUN 2022 boleh disebut sebagai tahun kembalinya panggung. Pandemi Covid-19 memang belum sepenuhnya musnah, tapi para seniman memiliki keberanian lagi untuk menghidupkan nyawa panggung—yang sebelumnya mati suri. Panggung tidak boleh ditinggalkan atau dijauhi. Panggung harus kembali berdenyut. Sementara pada 2020-2021 mereka masih meraba-raba jalan keluar untuk mendistribusikan karya guna dinikmati publik, 2022 tampaknya menjadi saksi bagaimana kegigihan mereka menyelamatkan panggung cukup membawa hasil. Bahkan beberapa di antaranya cukup mampu menghasilkan kejutan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam industri musik, perhelatan musik Java Jazz pada Mei dan Synchronize Fest pada Oktober sukses memuaskan dahaga pencinta musik dan festival. Antusiasme penonton terlihat dari jumlah tiket yang terjual. Pandemi Covid-19 yang mulai melandai membuat orang mulai berbondong-bondong kembali mendatangi tempat hiburan dan pertunjukan. Dua festival ini setidaknya menjadi tolok ukur mulai bangkitnya dunia seni dan hiburan. Dalam kancah seni rupa, bahkan komunitas Ruangrupa mampu menjadi kurator Documenta—salah satu perhelatan seni rupa terbaik di dunia yang berlangsung di Kassel, Jerman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aneka festival seperti cendawan pada musim hujan, muncul di berbagai tempat, berbagai kota. Pentas-pentas kembali muncul dan bergaung, menarik kalangan muda untuk hadir menyaksikan pertunjukan. Penyanyi-penyanyi muda memanaskan panggung dengan suara dan karya mereka. Yang menarik, dunia musik digital juga kian ramai oleh single yang dirilis para penyanyi. Pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya tuntas membuat musikus berkreasi, menyalurkan ide, kepenatan, atau kegalauan mereka dalam menghadapi situasi ini. Kemajuan teknologi menjembatani dan mewadahi para musikus. Karya mereka makin viral ketika ditangkap platform atau media sosial.
Sudamala: Dari Epilog Calonarang di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 9 September 2022. ANTARA/Rivan Awal Lingga
Pembaca, setiap awal tahun kami menengok kembali perkembangan seni dan dunia sastra Indonesia. Tempo mengikuti perjalanan para seniman dari galeri ke galeri, dari panggung ke panggung, juga di medium daring atau platform digital. Tempo pun berusaha mengikuti terbitan buku-buku sastra sepanjang tahun sebelumnya. Pada 2022, Tempo menyaksikan efek pandemi tidak membuat sastra dan seni pertunjukan Indonesia berjalan di tempat ataupun involutif atau mundur ke belakang. Inovasi dan eksperimen terus berkembang.
Kami mencoba memilih buku sastra dan karya seni pertunjukan yang kami anggap paling memiliki estetika kuat. Kami mengemasnya pekan ini dalam edisi sastra dan karya seni pilihan Tempo 2022. Hal ini menjadi bentuk sumbangan kecil, apresiasi Tempo terhadap ide, gagasan, dan semangat para seniman. Kami memilih karya-karya inovatif, yang berani merambah wilayah-wilayah baru tapi masih bisa dinikmati pencinta seni dan sastra ataupun masyarakat umum.
Untuk memilih karya-karya ini, selain melibatkan awak redaksi yang sehari-hari meliput dan berkecimpung dalam tema seni budaya (Seno Joko Suyono, Nurdin Kalim, Dian Yuliastuti, Kurniawan, dan Mustafa Ismail), kami mengundang sastrawan Oka Rusmini dan Seno Gumira Ajidarma; pengamat seni dan pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Faruk HT; pengamat seni rupa Hendro Wiyanto dan Bambang Bujono; pengamat musik David Tarigan; serta dosen Institut Kesenian Jakarta, Nyak Ina Raseuki.
Seperti tahun sebelumnya, dalam pemilihan karya sastra, kami menerima ratusan buku sastra yang dikirim penerbit atau pengarang. Kami juga berinisiatif melengkapinya dengan karya-karya lain yang dinilai cukup layak dan menarik. Bersama para juri, kami menyisir buku-buku tersebut dan membuat daftar panjang dan daftar pendek untuk memilih lima nomine. Menentukan lima nomine untuk tiap jenis prosa dan puisi tak mudah. Diskusi berjalan seru tapi tetap gayeng di ruang pertemuan daring ataupun di grup aplikasi perpesanan.
Setelah melalui diskusi yang hangat dan tajam, kami menentukan lima nomine untuk kategori prosa dan puisi. Karya yang masuk lima besar nomine kumpulan puisi adalah Sapi dan Hantu karya Dadang Ari Murtono, Bertemu Belalang (Gody Usnaat), Tiga Kuda di Bulan Tiga dan Lampirannya (Mardi Luhung), Dua Marga (Nirwan Dewanto), dan Korpus Ovarium (Royyan Julian). Sementara itu, di kategori prosa ada Karavansara karya Rio Johan, Pertempuran Lain Dropadi (Triyanto Triwikromo), Kereta Semar Lembu (Zaky Yamani), Rahasia Kesaktian Raja Tua (Zen Hae), dan Tiga dalam Kayu (Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie). Setelah itu, kami mengerucutkannya dalam tiga besar nomine untuk tiap kategori.
Distrik Seni Sarinah, Jakarta Pusat, 13 Juli 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna
Para juri melihat para penulis muda menghadirkan ide-ide baru yang dikemas dalam bahasa puisi atau prosa yang mumpuni. Para sastrawan senior pun tetap produktif menulis dengan gaya bahasa mereka. “Ada banyak pembaruan, anak-anak muda berani melakukan eksperimen. Seperti Rio Johan, bahasanya rapi. Atau Gody Usnaat yang melemparkan lokalitasnya,” ujar Oka Rusmini, salah satu juri sastra. “Banyak anak muda terampil, para juri tinggal memilih yang paling baik,” tutur Faruk, juri sastra lain.
Dalam seni pertunjukan, pada 2022 sudah tampak tanda-tanda kehidupan panggung dari sorot lampu yang menerangi lakon atau karya yang dipentaskan. Meskipun beberapa pertunjukan dihadirkan secara hibrida dan ada pula yang ditayangkan melalui YouTube saja, pertunjukan langsung di panggung sudah mulai marak. Meski pentas belum masif seperti sebelum masa pandemi, tempat-tempat pertunjukan nyatanya dipenuhi penonton. Bahkan ada yang merambah tempat baru. Misalnya pentas teater Sudamala yang menghadirkan lakon Calonarang di pelataran gedung Arsip Nasional, Jakarta. Pertunjukan dua hari itu dipenuhi penonton. Bahkan hujan yang sempat mengguyur tak menyurutkan niat para penonton. Juga pertunjukan di luar ruangan dalam Indonesia Bertutur di pelataran Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, yang menghadirkan 900 pelaku seni budaya.
Atau tengoklah pertunjukan lintas media Setelah Lewat Djam Malam Yudi Tajudin, yang dipentaskan tiga hari berturut-turut, yang juga dipenuhi penonton. Sebuah pertunjukan yang menarik, memadukan dua medium—film dan panggung teater. Digarap serius oleh Garasi Performance Institut dan KawanKawan Media, paduan dua wahana ini disajikan cukup menarik. Bukan gagasan baru memang, tapi penggarapan cerita dan tata laku serta kekuatan di panggung menjadi lebih hidup.
Juga pertunjukan Sun Teater, pemenang Festival Teater Jakarta, yang berani menggarap lakon Psychosis karya dramawan Inggris, Sarah Kane, yang mati bunuh diri, dengan sangat serius. Publik bahkan rela merogoh kocek untuk menonton pertunjukan Calonarang dan Setelah Lewat Djam Malam. Bambang Bujono menilai Setelah Lewat Djam Malam memadukan film dengan teater sedemikian rupa sehingga pertunjukan itu tak lagi dikotomis. “Yang lebih tersaji dari pertunjukan ini bukan ceritanya, melainkan sebuah suguhan ‘teater suasana’, suasana yang terbentuk oleh segala yang terjadi di panggung,” ucapnya.
Acara festival semacam Indonesian Dance Festival yang telah berlangsung untuk ke-30 kalinya dan Jakarta International Contemporary Dance menghadirkan karya dan pertemuan para koreografer yang menarik perhatian anak-anak muda untuk ikut menonton. Penampilan koreografer Fitri Setyaningsih dalam beberapa festival juga menjadi pertimbangan atas produktivitasnya yang cukup bermutu. Akan halnya dalam dunia teater, Teater Kubur dan Teater Satu Lampung masih terus menghasilkan karya baru.
Adapun dalam seni rupa, pada 2022 perhelatan bursa seni sudah digelar. Galeri-galeri sudah membuka pintu menyambut para pengunjung dan kolektor. Tempat baru seperti Distrik Seni di gedung Sarinah, Jakarta, bahkan menyajikan karya para seniman untuk dinikmati secara berbayar. Kami menengok pameran-pameran di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, serta Bali, tempat berseminya karya-karya yang mumpuni. Beberapa seniman senior, seperti Agus Suwage, F.X. Harsono, dan Mella Jaarsma, turun untuk berpameran tunggal. Beberapa pameran dikhususkan untuk menampilkan karya para perupa perempuan. Misalnya pameran di Galeri Nasional Indonesia yang menampilkan 10 karya dan di Galeri Kunstkring yang menjadi ajang pamer karya 20 perupa perempuan yang melukis di seputar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.
Selain menampilkan karya-karya lama dari perjalanan karier kesenian mereka, Agus, F.X. Harsono, dan Jaarsma menghadirkan karya baru yang masih cukup bernas, muncul dari ide-ide dan nilai-nilai yang kritis—Agus dengan potret diri di medium pelat, F.X. Harsono yang menghadirkan karya yang lekat dengan jejak identitas kelompok Tionghoa, Jaarsma yang kritis mengulik ragam isu budaya, politik, dan lingkungan dengan aneka medium karya. Jaarsma seperti menafsirkan apa saja dari situasi di sekitarnya. Ada juga kelompok seniman Bandung, Tromarama, yang menghadirkan karya instalasi yang terhubung dengan isu ketenagakerjaan dan teknologi. Pameran Ayurika yang menyorot tubuh perempuan cukup kuat sebagai karya dari Yogyakarta. Karya-karya inilah yang kemudian kami pilih masuk daftar nomine seni pilihan Tempo.
Jakarta International BNI Java Jazz Festival 2022 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, 29 Mei 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis
Hendro Wiyanto, juri seni rupa, menilai perhatian Mella Jaarsma seperti terus terusik oleh tubuh, identitas budaya, sejarah, dan antropologi kolonial atau yang asing. “Mella menghadirkan pandangan kritisnya melalui cara pandang antropologi, sejarah, dan kolonial,” katanya. Karyanya kuat menyorot berbagai nilai.
Dari beberapa perjumpaan, diskusi mengapresiasi para seniman, para juri melihat nuansa baru. Contohnya di kancah musik, pada 2022 rilisan album tak sebanyak pada tahun-tahun sebelumnya. Jagat musik lebih banyak diwarnai single atau beberapa single yang kemudian disatukan dalam sebuah album. Ada pula yang memang digarap dengan perangkat memadai dapat menghasilkan album yang menarik.
Tema-tema yang muncul lebih banyak mencerminkan jagat generasi Z yang terperangkap situasi pandemi Covid-19. Lirik tentang kegalauan, kesehatan mental, atau upaya keluar dari situasi yang menekan banyak ditemukan dengan bahasa Indonesia yang cukup baik. Garapan musik pun diciptakan tanpa harus dikerjakan dengan perangkat yang mumpuni layaknya di sebuah studio musik. Cukup memakai gawai, semua bisa dilakukan sendiri di kamar, misalnya. “Soal itu banyak muncul di lirik, banyak yang dari single lalu diunggah dan meledak karena media sosial, mungkin karena merasa terhubung juga, ya,” ujar David Tarigan, salah satu juri album pilihan.
Tim Laporan Khusus Seni Pilihan Tempo 2022
Penanggung jawab:
Seno Joko Suyono
Kepala proyek:
Dian Yuliastuti
Penulis:
Seno Gumira Ajidarma, Faruk HT, Nyak Ina Raseuki, Hendro Wiyanto, Bambang Bujono
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo