Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Mengendus Bisnis Haram Dana Donasi

PPATK membeberkan sederet transaksi mencurigakan yang melibatkan ACT dan pegawainya. Berujung ke pemblokiran rekening yayasan.

7 Juli 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kanan) dan Plt Deputi Analisis dan Pengawasan PPATK Danang Trihartanto memberikan keterangan terkait aliran dana terlarang dari lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap ke kelompok yang diduga Al Qaeda di Jakarta, 6 Juli 2022. ANTARA/Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PPATK memblokir rekening ACT setelah mengendus banyak transaksi mencurigakan.

  • Banyak transaksi mengalir ke korporasi milik pendiri yayasan dan negara-negara yang rentan dalam kegiatan terorisme.

  • BNPT dan Polri masih mengkaji laporan hasil analisis PPATK tentang transaksi ACT.

JAKARTA Skandal dugaan penyelewengan dana publik di tubuh Aksi Cepat Tanggap (ACT) berkembang dalam hitungan hari. Selepas Kementerian Sosial mencabut izin pengumpulan uang dan barang ACT, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga membekukan 60 rekening lembaga penggalangan dan penyaluran sumbangan yang bernaung dalam grup Global Islamic Philanthropy (GIP). PPATK mengendus seabrek transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan petinggi ACT dan jaringannya di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, lembaganya mencatat perputaran dana yang masuk dan keluar di ACT mencapai Rp 1 triliun per tahun. Di antara transaksi itu terdapat dana bantuan yang dikelola oleh sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan ACT. “Ada beberapa perseroan terbatas (PT). Di situ langsung dimiliki oleh pendirinya, dan pendirinya termasuk orang yang terafiliasi karena menjadi salah satu pengurus entitas ACT,” kata Ivan dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 6 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Temuan PPATK itu dikuatkan dengan aliran uang senilai lebih dari Rp 30 miliar dari ACT ke sebuah perusahaan yang berkaitan dengan orang-orang terafiliasi. “Mereka tidak murni menerima dana kemudian disalurkan, tapi kemudian dikelola lebih dulu dalam bisnis tertentu, dan di situ tentunya ada keuntungan,” ujar Ivan.

Merujuk Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pembentukan yayasan semestinya sebagai wadah dengan tujuan kemanusiaan dan sosial. Yayasan dilarang dijadikan sebagai ajang untuk mencari keuntungan. Pembentukan badan usaha diperkenankan dengan catatan lini usaha tidak terhubung dan dikelola langsung oleh yayasan. Sedangkan yang terjadi, kata Ivan, pendiri beberapa perusahaan tersebut ternyata masih menjadi pengurus di struktur Yayasan ACT.

Perusahaan yang dimaksudkan Ivan sebelumnya telah dibongkar dalam laporan Tempo edisi 2 Juli 2022 yang bertajuk “Kantong Bocor Dana Umat”. Para petinggi ACT disinyalir mendulang uang dari PT Hydro Perdana Retailindo. Perusahaan yang mengelola jaringan minimarket Sodaqo Mart ini pernah di bawah Yayasan ACT sebelum aktanya diubah pada 5 Juni 2020.

Dalam akta PT Hydro disebutkan bahwa semula 75 persen saham perusahaan itu dikuasai oleh PT Global Itqon Semesta. Adapun sisanya, sebanyak 25 persen, dipegang oleh Syahru Aryansyah, yang menjabat Direktur Utama PT Hydro.

Sebanyak 40 persen saham PT Global Itqon dimiliki oleh Yayasan ACT. Sedangkan 60 persen sisanya dikuasai oleh saudara kandung ACT, yakni Global Wakaf, Global Zakat, dan Global Qurban. Pada akhir 2019, Global Itqon lantas dilebur dengan PT Global Wakaf Corpora di bawah naungan PT Global Wakaf Corporation, perusahaan yang juga dimiliki oleh ACT.

Dengan komposisi tersebut, nama Ahyudin—Presiden ACT yang belakangan mengundurkan diri pada Januari 2021—tercatat sebagai komisaris utama di PT Hydro Perdana Retailindo sejak Oktober 2019. Laporan keuangan perseroan menunjukkan, sepanjang 2018-2019, Hydro Perdana menyalurkan duit lebih dari Rp 3 miliar untuk Ahyudin dan keluarganya.

Kepada Tempo, Ahyudin membantah perusahaan tersebut bermitra dengan ACT. “Kalau saya tidak punya uang, boleh dong saya pinjam ke lembaga,” kata Ahyudin. Ahyudin memang berada di pusaran dugaan penyelewengan dana yang belakangan ditengarai memantik krisis keuangan di tubuh ACT.

Menurut Ivan Yustiavandana, PPATK juga menelusuri yayasan-yayasan lain yang menjadi saudara ACT dalam induk GIP sejak 2018. Para entitas itu di antaranya yayasan Global Zakat, Global Wakaf, dan Global Qurban, termasuk ACT. Di bawahnya ada lapisan perusahaan investasi. “Ada transaksi memang yang dilakukan masif, yang terkait entitas dalam pengurus ACT. Ini kami menduga merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis,” ucap Ivan.

PPATK juga menemukan perputaran uang ACT dalam periode 2014-2022 yang berhubungan dengan sejumlah pihak di 10 negara. Dari jumlah itu, terjadi 2.000 kali pemasukan dari entitas asing ke ACT dengan nilai di atas Rp 64 miliar. Kemudian tercatat 450 kali transaksi dana ke luar negeri lebih dari Rp 52 miliar. Di antara transaksi itu, selama dua tahun berturut-turut, terdapat aliran dana sebanyak 17 kali senilai total Rp 1,7 miliar ke negara yang berisiko tinggi dalam hal pendanaan terorisme.

Pengiriman dana ditengarai melibatkan beberapa individu, dari pegawai administrasi yayasan hingga staf akuntan. Mereka terindikasi bertransaksi ke negara Bosnia, Albania, India, Bangladesh, Nepal, Pakistan, dan Kirgistan. “Salah satu penerima uang di Turki pernah ditangkap polisi karena terkait dengan jaringan teroris Al-Qaidah dan ini masih dikaji,” ucap Ivan.

Karena masalah tersebut, PPATK lantas memblokir 60 rekening atas nama entitas yayasan yang ada di 33 penyelenggara jasa keuangan. Pemblokiran tersebut bersifat sementara. Ivan lantas merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2017 tentang pengumpulan dan penyaluran dana publik untuk pemberian bantuan. Menurut dia, dalam aturan itu tegas dinyatakan bahwa kewajiban lembaga atau organisasi masyarakat yang melakukan penghimpunan dan penyaluran sumbangan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian. Pengelolaan dana juga harus akuntabel.

Presiden Aksi Cepat Tanggap Ibnu Khajar menyatakan baru mengetahui kabar soal pemblokiran 60 rekening oleh PPATK. Meski demikian, dia menyebutkan bahwa ACT bakal tetap bekerja menyalurkan dana donasi menggunakan uang tunai yang ada. “Kami belum cek ke tim keuangan kami terkait rekening mana saja yang diblokir pasca-pengumuman tadi siang, dan berapa banyak yang sudah diblokir. Semoga nanti masih bisa dan ada sebagian juga donasi uang cash,” kata Ibnu dalam konferensi pers, kemarin.

Ibnu juga menolak menjawab ketika ditanya ihwal jaringan bisnis perusahaan yang terhubung dengan pengurus ACT maupun yang dikelola yayasan. Menurut dia, secara prinsip, mereka bakal menaati peraturan yang ada. Ibnu juga butuh waktu untuk melihat data yang ada, sembari nanti menjawab pertanyaan publik perihal bisnis yang disinyalir digunakan untuk menguntungkan pejabat ACT.

Dia juga menepis anggapan bahwa yayasannya terhubung dengan organisasi terorisme atau pernah berinteraksi melalui pengiriman dana ke sejumlah negara, termasuk ke India. “Kami yakin betul mitra kami bukan teroris atau terindikasi dengan jaringan teroris. Ini saja yang bisa kami sampaikan,” kata Ibnu.

Pegawai beraktivitas di kantor Aksi Cepat Tanggap, Menara 165, Jakarta, 6 Juli 2022. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigadir Jenderal Ahmad Nurwahid, menyatakan belum memasukkan ACT ke daftar terduga terorisme atau organisasi terorisme (DTTOT). Dia perlu waktu untuk melakukan pendalaman dan koordinasi dengan instansi terkait untuk membongkar itu. “Sehingga memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut untuk memastikan keterkaitan dengan pendanaan terorisme,” tutur Nurwahid.

Adapun Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Kepolisian juga tengah melacak dugaan tindak pidana kasus pengelolaan dana masyarakat di ACT. “Iya, masih dalam proses penyelidikan terhadap dugaan perkara di ACT,” kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Whisnu Hermawan.

Penyelidikan yang bakal mereka lakukan berbasis laporan PPATK, ditambah laporan masyarakat dan temuan kepolisian di lapangan. Namun Whisnu tak merinci siapa orang yang bakal diincar dalam kasus ini. Dia juga tak menyebutkan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh ACT dalam dugaan penyelewengan dana umat tersebut.

AVIT HIDAYAT | FIRYAAL TSAABITAH (MAGANG) | ANTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus