Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menjelaskan prinsip bebas aktif politik luar negeri Indonesia.
Prinsip bebas aktif juga menjadi alasan Indonesia bergabung dengan BRICS.
Arif menggambarkan pola koordinasi Kementerian Luar Negeri di bawah Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMAT karier Arif Havas Oegroseno ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Wakil Menteri Luar Negeri mendampingi Menteri Luar Negeri Sugiono. Mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Jerman itu menerima kabar penunjukannya pada 19 Oktober 2024, dua hari sebelum dilantik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada wartawan Tempo, Dewi Rina Cahyani dan Savero Aristia Wienanto, Arif memaparkan prinsip luar negeri bebas aktif, masalah Laut Cina Selatan, hingga koordinasi Kementerian Luar Negeri dengan Prabowo. Wawancara berlangsung di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, pada Jumat, 17 Januari 2025.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan prinsip bebas aktif. Bisa Anda jelaskan?
Prinsip dasar politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif, yang sering diterjemahkan menjadi netral. Tapi itu tidak pas. Netral itu terminologi khusus dalam hubungan internasional yang artinya tidak berpihak dalam konteks perang. Indonesia tidak memiliki posisi netral, tapi posisinya adalah bebas aktif. Bebas adalah kebebasan mencari teman, bebas menentukan kebijakan luar negeri tanpa ikut dalam suatu aliansi. Aktif artinya terlibat dengan berbagai kalangan, organisasi, dan negara-negara di dunia.
Apakah itu alasan Indonesia bergabung dengan BRICS?
Salah satunya itu. Kalau dilihat lebih dalam, ada juga anggota G20 di BRICS. Sebenarnya dari sisi keanggotaan tidak kontroversial. Misalnya ada India yang merupakan anggota BRICS sekaligus anggota Quad.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan menerapkan tarif jika anggota BRICS melakukan dedolarisasi. Bagaimana Indonesia menyikapinya?
Trump mengancam akan mengenakan tarif untuk semua negara yang menciptakan defisit terhadap Amerika. Jadi tidak ada hubungannya dengan BRICS. Itu dikait-kaitkan dan tidak pas. Bagi Trump, tarif itu diterapkan untuk memproteksi pasar Amerika.
Presiden Prabowo dan Presiden Cina Xi Jinping membuat pernyataan bersama tentang Laut Cina Selatan yang memicu protes dari Amerika. Bagaimana yang sebenarnya?
Kami mencoba mencari cara yang memungkinkan kerja sama menurunkan tensi di Laut Cina Selatan. Di tingkat ASEAN itu sudah ada code of conduct dan kadang-kadang masih terlihat tensi di sana. Dalam melakukan kerja sama di kawasan, harus diperhatikan berbagai elemen eksternal dan internal. Di lingkup eksternal, kami merujuk pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Ada juga aturan yang bersifat bilateral seperti perjanjian dengan Malaysia pada 1969 dan Vietnam. Makanya dalam joint statement ada frasa “mengikuti peraturan undang-undang atau regulasi”. Itu kuncinya.
Apakah ini berarti Indonesia tidak mengakui keberadaan Cina di Laut Cina Selatan?
Posisi Indonesia tidak berubah. Ada garis yang sesuai dengan Konvensi Hukum Laut.
Bagaimana koordinasi Kementerian Luar Negeri untuk lawatan Presiden?
Sebelum kunjungan bilateral Presiden, ada rapat koordinasi untuk mendengarkan masukan dari berbagai kementerian. Nanti akan dibahas lagi di Kementerian Luar Negeri. Oleh Menteri Luar Negeri, hasilnya akan disampaikan kepada Presiden. Bila diperlukan, ada rapat kabinet yang membahas hal itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengalaman saya pada waktu pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi D8 di Mesir sama. Pak Presiden memanggil tim, yaitu saya, Duta Besar RI untuk Mesir (Lutfi Rauf), dan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (Abdul Kadir Jailani). Beliau lalu minta di-brief, membahas bagaimana prosesnya. Kami berdiskusi. Jadi pola itu tetap berjalan, tidak ada yang berubah. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul Pola Koordinasi Tetap Berjalan