Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Arsitek Suasana Rajakelana

Ia menggubah lagu dengan sangat detail hingga mampu menghidupkan suasana. Album debut solo Mondo Gascaro yang sederhana tapi gempita.

16 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPUTUSAN keluar dari band Sore sekitar empat tahun lalu mengantarkan Ramondo Gascaro pada sebuah fase baru dalam hidupnya. Dia menikah, punya anak, bertemu dengan teman baru, mengerjakan proyek musik baru, dan merasakan dirinya berubah menjadi orang yang lebih menghargai hal-hal yang tak teperhatikan sebelumnya. "Kehidupan gue berjalan lebih apa adanya dan gue bisa lebih carefree tanpa ada bayangan hitam berat menaungi," kata Mondo, yang menjadi pemain keyboard saat bersama Sore.

Dia juga menjadi akrab dengan laut. Beberapa kali Mondo menghabiskan liburan bersama istrinya di Pantai Siung, Yogyakarta, atau di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Laut menjadi sumber energi positif yang tak habis-habisnya bagi Mondo. Sepulang liburan, energi itu ia tuangkan dalam penciptaannya. Desir ombak, jilatan matahari, dan siut angin dia reka ulang dalam harmoni musik yang bersahaja tapi gempita. Jadilah Rajakelana.

Album ini menjadi album penuh pertama Mondo sebagai solois. Judulnya ia pinjam dari sepenggal lirik Ismail Marzuki dalam lagu Rayuan Pulau Kelapa yang berarti angin. Betul, mendengarkan keseluruhan album ini memang dapat diibaratkan pengalaman menunggang angin, sang raja kelana. Santai sekaligus membuai.

Mondo adalah seorang arsitek suasana. Pria kelahiran Jakarta, 22 Agustus 1975, itu menggubah lagu dalam album ini dengan sangat detail hingga mampu menghidupkan suasana ketika didengarkan. Padahal pendekatan penciptaan lagu-lagunya sederhana dan simpel. Dia terinspirasi soft rock yang radio friendly. Ini konsep yang populer pada 1960-1970-an seperti album-oriented rock ala California Selatan. Namun Mondo berhasil memberikan sentuhan khasnya sehingga konsep "jadul" ini justru terdengar baru dan jadi ngetren. Inilah alasan Rajakelana kami pilih sebagai album terbaik dan menobatkan Ramondo Gascaro sebagai tokoh seni bidang musik 2016.

Rajakelana menjadi menarik karena dikerjakan dalam spirit sebuah perayaan dan bentuk rasa syukur Mondo akan fase hidupnya yang baru. Tak rumit, tak banyak gimmick, dan ringan. Ada sepuluh lagu; empat berlirik bahasa Indonesia, empat bahasa Inggris, dan dua di antaranya instrumental. Proses produksi dilakukan di lebih dari sepuluh studio rekaman dan melibatkan banyak musikus yang dipercaya Mondo mampu menerjemahkan ide di kepalanya.

Materi proyek solo ini sebenarnya mulai dikumpulkan Mondo pada 2011, saat ia masih di Sore walau sudah tak aktif. Hasilnya adalah single solo pertamanya berjudul Saturday Light, yang dirilis pada 2014. Rencananya single itu akan menjadi bagian dari album penuh. Namun materi album tak kunjung rampung karena Mondo sibuk dengan berbagai proyek musik lain, seperti Payung Teduh dan Ayushita. Barulah pada akhir 2015 ia intens mengejar produksi album pribadinya. "Kadang-kadang suka takjub, kok bisa jadi juga album ini," ujar Mondo.

Lagu andalan dalam Rajakelana adalah A Deacons's Summer. Tembang yang judulnya dipelesetkan dari Deacon Blues-nya Steely Dan ini dirilis lebih dulu sebagai single pada pertengahan tahun lalu. Lenting piano Mondo yang bernuansa vintage bersahutan dengan komposisi groovy serta saksofon tenor dari Jay Afrisando membawa pendengar ke tengah sebuah vakansi di tepi pantai sambil menyeruput air kelapa dan menikmati matahari. "Let out your Sunday kisses in the warm summer breeze. We'll make this crazy little world go round, and round let it roooll...," demikian liriknya.

Lagu Oblivion, Oblivion menawarkan nuansa yang sama tapi dengan tempo lebih dinamis dan rancak. Suasana yang lebih sensual, ibarat dinner di atas yacht kala matahari terbenam, dapat ditemukan pada nomor Naked. Ada pula tembang dengan romantisme kental tapi tak menjengahkan seperti Rainy Days on the Sidewalks.

Setiap lagu diisi strings section, instrumen tiup, dan vokal latar yang padu. Mondo juga melakukan eksplorasi dengan memasukkan instrumen gambang kolintang dan angklung pada sejumlah track. Yang paling unik adalah intro tembang Butiran Angin yang diisi dengan alat musik petik asal Okinawa, Jepang, sanshin.

Mondo mendedikasikan satu lagu instrumen untuk Beethoven: Sturm und Drang. Judulnya dia ambil dari nama gerakan pembaruan di Jerman pada akhir abad ke-18, masa yang menggambarkan Beethoven. Bagi Mondo, sang komponis musik klasik adalah spirit pencerahan dan kebebasan. "Walaupun tidak bisa mendengar, Beethoven membuat musik yang penuh puji syukur," ucap ayah dua anak ini.

Improvisasi seluas ini tentu tak ditemukan dalam karya Mondo sebelumnya. Tatkala berkarya bersama Sore, misalnya, ia hanya menjadi satu dari lima sekrup yang menopang penciptaan karya. Ini bukan berarti mengecilkan peran masing-masing. Tapi ada yang harus dia kompromikan ketika membuat karya bersama. Kali ini Mondo mendapat kebebasan seluas-luasnya untuk membuat apa pun yang dia inginkan. "Karena solo, gue bisa pilih pemain mana saja yang gue mau untuk menerjemahkan ide di kepala," katanya.

Mondo bukanlah musikus dengan skill teknis yang sangat tinggi. Ia adalah komposer yang punya ide besar sekaligus mendetail atas setiap gubahannya. Pada album ini, tangan Mondo bisa menjangkau setiap printilan sesuai dengan imajinasi di kepalanya, dari siapa yang bermain drum hingga siapa yang menjadi backing vocal. Dan pilihan-pilihannya kali ini begitu tepat mengisi ruang-ruang komposisi yang diciptakannya.

Salah satu nomor terkuat dalam album ini adalah Lamun Ombak, yang dinyanyikan Mondo bersama Aprilia Apsari dari band The White Shoes and the Couples Company. Kekuatannya ada pada musik yang kaya dan kejelian Mondo memilih Sari untuk mengisi vokal. Mendengar kemegahan Lamun Ombak, rasanya tak percaya bahwa lagu ini terinspirasi setelah dia melihat papan nama sebuah rumah makan Padang.

Pengamat musik David Tarigan menyebut album solo Mondo ini ibarat cerita liburan panjang yang dikisahkan saat awal tahun ajaran baru. "Mondo benar-benar menjauhkan diri dari pertimbangan panjang, ia buat sederhana, dengan kepala ringan dan kebebasan penuh untuk merayakan babak baru kehidupannya," ujar David.

Pengaruh musik film masa lalu, lounge, dan library music begitu kental. Menurut David, di negeri ini Mondo memang yang terdepan dalam penciptaan suasana seperti itu. Lirik-lirik Mondo pun memiliki impresi yang sama dengan suasana musiknya. Kadang memang terdengar klise karena Mondo bukanlah penulis lirik yang andal. Namun, ketika lirik Mondo menyatu dengan musik dan pembawaan bernyanyinya, keklisean tersebut menjadi kabur. "Bahkan menjadi kesatuan ekspresi pribadi khas seorang Mondo Gascaro," katanya.


Sembilan Menjadi Pilihan

TAHUN 2016 adalah perayaan bagi musikus indie. Banyak album indie pop dan indie rock yang dirilis label-label kecil berhasil menyita perhatian. Walau begitu, kutubnya belum bergeser dari kota besar yang sudah lama dikenal sebagai tempat penghasil musikus, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Bali.

Selain menobatkan Rajakelana karya Mondo Gascaro sebagai album terbaik pilihan Tempo 2016, berikut ini kami merekomendasikan sembilan album lain.

( 1 )
Album: Monokrom
Musikus: Tulus
Label: TulusCompany

ALBUM ini lagi-lagi memamerkan kekuatan bertutur Tulus yang di atas rata-rata. Lagu cintanya menjadi unik karena vokalnya yang khas dan analogi tak biasa. Kali ini narasi Tulus makin cerlang berkat aransemen melodi yang padu dari produser Ari Renaldi.

( 2 )
Album: Keytar Trio: About Jack 
Musikus: Indra Lesmana
Label: Inline Music

INDRA Lesmana membuat album persembahan khusus bagi almarhum ayahnya, Jack Lesmana. Menggandeng Sandy Winarta (drum) dan Indra Gupta (bas), Indra mengusung nama Keytar Trio. Ada sembilan komposisi yang diciptakan Indra setelah ia bermimpi bermain musik dengan sang ayah. Semua materi dalam album ini rampung dalam waktu dua hari, tapi musikalitas seorang Indra Lesmana tentu tak perlu diragukan lagi.

( 3 )
Album: Aransemen Ulang Lagu Orisinil dari Film Tiga Dara 
Musikus: Various Artists
Label: Demajors Records dan Rooftopsound Records

SEMANGAT restorasi menggaung sepanjang 2016. Album aransemen ulang dari lagu-lagu dalam film lawas Usmar Ismail, Tiga Dara, ini adalah garda depannya. Kekuatan utamanya ada pada pemilihan musikus bintang lima. Lagu-lagu gubahan Sjaiful Basri dinyanyikan kembali oleh Aimee Saras, Aprilia Apsari, Bonita, Monita Tahalea, Nesia Ardi, Anda Perdana, Bonita & the Hus Band, Danilla, Indra Aziz, Deredia, Alsant Nababan, dan Mondo Gascaro. Aransemen baru Indra Perkasa meniupkan kesegaran tanpa menghilangkan kesan elegan khas lagu zaman dulu. Album ini telah mengkilap tanpa perlu dipoles macam-macam.

( 4 )
Album: Dentum Dansa Bawah Tanah
Musikus: Various Artists
Label: Pepaya Records

SELUK-beluk musik elektronik underground Jakarta dikemas lengkap dalam album yang dirilis pertama kali dalam format kaset ini. Sebanyak 14 unit musik yang sebagian besar adalah DJ/produser di skena musik elektronik, seperti REI, Basement House, Harvy Abdurachman, Django, whoosah, Android 18, Duck Dive, Swarsaktya, Future Collective, Maverick & Moustapha Spliff, Sattle, Sunmantra, Baldi, dan John van der Mijl, berkontribusi menciptakan komposisi yang relevan dengan situasi saat ini. Album ini adalah dokumentasi lengkap tentang musik elektronik arus pinggir Ibu Kota.

( 5 )
Album: Puncak
Musikus: Senyawa
Label: Cejero (Denmark)

DUO eksperimental yang biasa bermain eksplosif layaknya gunung berapi erupsi ini kini menjadi lebih tenang dan misterius. Eksplorasi vokal Rully Shabara dibuat lembut dengan geraman dalam dan instrumen ciptaan Wukir Suryadi diramu menjadi pembangun atmosfer yang mistis dan membius. Dibanding album-album sebelumnya yang lebih kompleks dan sarat eksplorasi bunyi, Puncak menawarkan melodi etnis yang menyegarkan mood. Album ini sederhana, tapi justru inilah pencapaian tertinggi Senyawa.

( 6 )
Album: Bin Idris
Musikus: Bin Idris
Label: Orange Cliff Records

EKSPEKTASI melambung tinggi saat Haikal Azizi, vokalis band Sigmun, mengumumkan debut solonya di bawah alter-ego Bin Idris. Haikal membayar lunas ekspektasi itu. Materi yang telah ia kumpulkan bertahun-tahun sungguh solid dan memiliki kedalaman rasa. Lirik-liriknya penuh kerisauan dan renungan panjang Bin Idris tentang hidup, mati, dan pengampunan tapi tidak dengan cara klise. Talenta bernyanyi Haikal yang terasah dengan iringan gitar akustik pendek-pendek tapi gaungnya membekas lama menjadikan album ini begitu memikat untuk didengar terus-terusan.

( 7 )
Album: City J
Musikus: Elephant Kind
Label: Frisson Entertainment

ALBUM berisi 12 lagu ini menjadi album penuh pertama Elephant Kind setelah dua EP yang menjanjikan. Ditinggal pemain bas Coki tidak membuat band ini pincang karena departemen synthesizer dan keyboard ditambah porsinya. Vokal R&B Bam Mastro pun makin terasa legit. Trio yang gemar menyeberang ke genre lain ini sekarang bergeser ke arah urban dan pop dari sebelumnya tropical summer. Setelah konsep film pendek pada album mini sebelumnya, kini akhirnya kita bisa merasakan napas lebih panjang Elephant Kind lewat sebuah "film penuh".

( 8 )
Album: Orkestrasi Kontra Senyap
Musikus: Taring
Label: Grimloc Records

DIBANDING album perdana mereka, Nazar Palagan, album ini jauh lebih progresif. Taring tetap mengedepankan agresi yang meluluh-lantak ala hardcore punk 1990-an tapi lebih tertata. Mereka juga menulis lirik yang lebih mendalam seperti bait-bait emosional tentang ibu, prasangka, serta era rezim yang "mematangkan derita dan murka".

( 9 )
Album: Zaman, Zaman
Musikus: The Threes & The Wild
Label: Blan Orb Recordings

TUJUH tahun setelah album Rasuk yang fenomenal, akhirnya The Trees & The Wild memantapkan diri merilis album kedua mereka ini. Rentang itu membawa transformasi drastis pada kelompok indie asal Bekasi, Jawa Barat, ini. Hampir tak ada identitas album pertama dalam Zaman, Zaman. Mereka kini menghadirkan tujuh lagu yang terasa seperti narasi utuh karena satu sama lain berkaitan. Album ini baiknya didengarkan berurutan dari lagu pertama agar perubahan emosinya terasa. Soundscape yang disajikan membawa kita mengawang ke dimensi lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus