Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Anak usaha Grup Artha Graha segera membangun Rempang Eco-City bersama sejumlah investor.
Xinyi akan membangun pabrik kaca skala besar dengan modal ratusan triliun rupiah.
Ada peluang industri kaca memanfaatkan kebutuhan listrik tenaga surya di Singapura.
SUASANA tegang menghantui warga Kelurahan Sembulang, Batam, Kepulauan Riau, dalam sepuluh hari terakhir. Mereka selalu curiga saat ada mobil atau kendaraan asing yang masuk ke perkampungan mereka. Sembulang, salah satu kampung tua di Pulau Rempang, kini dijaga puluhan polisi dan tentara yang menempati kantor kecamatan. "Suasananya seperti di daerah operasi militer. Selama 30 tahun di sini, saya tak pernah merasa seperti sekarang," kata Hardi, Ketua Rukun Warga 002 Sembulang, kepada Tempo pada Rabu, 13 September lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketegangan terjadi selepas terjadi bentrokan antara aparat dan warga yang menolak pembangunan megaproyek Rempang Eco-City. Sembulang adalah salah satu kampung yang masuk 2 hektare zona pertama Rempang Eco-City. Setelah menyandang status proyek strategis nasional, daerah ini bakal menjadi kawasan industri, perdagangan, dan wisata yang terintegrasi. Proyek ini digarap oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) bersama PT Makmur Elok Graha atau MEG, anak perusahaan Grup Artha Graha.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga sudah mendengar rencana pembangunan kawasan industri di Rempang sejak Februari lalu. Namun baru pada Juli lalu BP Batam mengadakan sosialisasi pertama dan memberi kepastian soal proyek Rempang Eco-City yang akan dibangun di kampung itu. "Kami diberi tahu akan dibangun pabrik kaca," ucap Hardi.
MEG mengempit hak eksklusif dari Badan Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam untuk mengelola dan mengembangkan Rempang Eco-City. Perusahaan ini menguasai sertifikat hak guna bangunan seluas 16.583 hektare dengan masa konsesi 80 tahun. Rencana pengembangan Pulau Rempang diteken pada Agustus 2004.
Salah satu aktivitas di pabrik milik Xinyi Glass Holdings Ltd./www.xinyiglass.com
Setelah mati suri bertahun-tahun, proyek itu kembali hidup tahun ini setelah ada investor yang masuk. “BP Batam sudah kosongkan, baru serahkan kepada kami, untuk kami. Dasar itu untuk menyiapkan investor masuk,” ujar pendiri Grup Artha Graha, Tomy Winata, kepada Tempo, Kamis, 14 September lalu.
Investor yang akan masuk adalah perusahaan asal Cina, Xinyi Glass Holdings Ltd. Xinyi memberi komitmen investasi di Rempang Eco-City senilai US$ 11,6 miliar atau sekitar Rp 175 triliun. Proyek ini bisa dibilang raksasa. Selain nilai investasinya besar, 35 ribu orang akan dipekerjakan.
Rencananya Xinyi akan membangun pabrik kaca dan panel surya dengan bahan baku pasir kuarsa dari Kepulauan Riau, seperti Pulau Lingga dan Natuna. Proyek tersebut membutuhkan kesiapan tanah prioritas seluas 1.154 hektare dengan penyerahan tanah clear and clean selama 30 hari.
Komitmen investasi Xinyi berlangsung dalam pertemuan sejumlah pejabat dengan eksekutif perusahaan itu di Hotel Shangri-La, Chengdu, Cina, pada Jumat, 28 Juli lalu. Pernyataan investasi itu disaksikan oleh Presiden Joko Widodo. Sepuluh hari sebelum perjanjian dengan Xinyi diteken, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia bertandang ke Wuhu di Provinsi Anhui, Cina, untuk melihat pabrik Xinyi Group.
•••
PEMERINTAH mengumumkan penunjukan PT MEG sebagai "kapten" untuk mengembangkan kawasan Rempang Eco-City dalam acara Peluncuran Program Pengembangan Kawasan Rempang di Jakarta, Rabu, 12 April lalu. Perusahaan itu pun menggelar berbagai persiapan, antara lain memindahkan kantor yang sejak 2010 berada di gedung Artha Graha, Jakarta Selatan, ke Orchard Road di Batam.
Pemindahan kantor ini, menurut Direktur Utama MEG Nuraini Setiawati, menjadi bagian dari persiapan pembangunan Rempang Eco-City. Selama dua bulan sejak September 2022, Nuraini bersama timnya berada di Batam untuk mengidentifikasi kawasan itu. “Saya diminta Pak Tomy untuk tidak pulang ke Jakarta selama dua bulan,” tuturnya pada Kamis, 14 September lalu. Kondisi ini dimaklumi lantaran Nuraini adalah kepala proyek Rempang Eco-City.
Dalam akta perusahaan, tertulis MEG berdiri pada 11 Agustus 2003. Perusahaan ini memiliki banyak jenis usaha, dari pertanian, pembangkit tenaga listrik, pengadaan dan distribusi gas, air minum dan pengolahan air limbah, real estate, hingga kawasan pariwisata dan kawasan industri. Namun belum diketahui proyek apa saja yang digarap PT MEG selain pengembangan Pulau Rempang.
Meski bergerak di banyak sektor usaha, PT MEG tak langsung terpilih sebagai pengembang proyek Rempang. Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat BP Batam Ariastuty Sirait, penunjukan PT MEG telah melalui seleksi yang diikuti beberapa perusahaan nasional dan investor asing dari Malaysia dan Singapura. Perusahaan-perusahaan ini datang setelah pemerintah Batam menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan. “Pemerintah Kota Batam dan BP Batam bertugas menyediakan tanah dan menerbitkan semua perizinan yang diperlukan,” ujarnya pada Sabtu, 16 September lalu.
Video profil PT Makmur Elok Graha untuk proyek Pulau Rempang di Batam./TEMPO/Gunawan Wicaksono
Setelah hampir dua dekade tak berjalan, proyek Rempang bergerak kembali selepas pemerintah pusat membawa Xinyi Group sebagai salah satu investor yang akan menghuni kawasan itu. Xinyi sebelumnya sudah menggelontorkan investasi tahap pertama di kawasan industri Java Integrated Industrial and Ports Estate atau JIIPE di Manyar, Gresik, Jawa Timur. Di sana Xinyi menggelontorkan modal US$ 700 juta untuk membangun pabrik kaca industri.
Dalam situs resmi JIIPE, tercatat Xinyi mengikat perjanjian jual-beli dengan PT Berkah Kawasan Manyar Sejahtera atau BKMS pada 25 Agustus 2022. BKMS yang mengelola JIIPE adalah perusahaan patungan PT AKR Corporindo Tbk dengan PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. Xinyi dan BKMS bertransaksi jual-beli tanah yang akan digunakan sebagai lokasi pabrik kaca.
Tak hanya berinvestasi di lahan kawasan industri, Xinyi juga bersepakat dengan PT Berlian Manyar Sejahtera atau BMS, anak usaha AKR dan Pelindo, yang mengoperasikan fasilitas pelabuhan laut dalam di JIIPE. Transaksi ini ditujukan untuk pengadaan fasilitas pelabuhan dan terminal berkualitas tinggi yang dibutuhkan fasilitas produksi kaca. Kepada Tempo, Corporate Secretary AKR Corporindo Suresh Vembu mengatakan perjanjian jual-beli dengan Xinyi sudah rampung. “Serah-terima lahan juga selesai,” tuturnya pada Sabtu, 16 September lalu.
Rupanya, lahan di JIIPE tak cukup buat Xinyi. Seorang pejabat di Kementerian Koordinator Perekonomian mengatakan Xinyi memerlukan lahan yang lebih luas untuk membangun pabrik kaca dan penghiliran pasir kuarsa. “Kenapa Xinyi masuk ke Rempang? Karena ia butuh 2.000 hektare, sedangkan di Gresik cuma sekitar 1.000 hektare,” kata pejabat ini.
Luasnya kebutuhan lahan dipicu rencana Xinyi membuat pabrik kaca dan panel surya. Rencana ini terungkap saat Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berkunjung ke pabrik Xinyi di Wuhu, Cina. Bahlil mengungkapkan, rencana investasi Xinyi Group di Rempang Eco-City berhubungan dengan proyek penghiliran pasir kuarsa. "Kita punya pasir kuarsa, silika, yang selama ini kita ekspor raw material. Dengan membangun ekosistem pabrik kaca dan panel surya, ini merupakan bagian hilirisasi di sektor pasir kuarsa," demikian keterangan Bahlil pada Rabu, 19 Juli lalu.
Batam menjadi pilihan untuk membangun pabrik panel surya setelah pemerintah membidik peluang ekspor listrik ke Singapura. Laporan majalah Tempo pada 5 Juli lalu menyebutkan panel surya menjadi pilihan karena Singapura menghendaki listrik dari sumber energi terbarukan. Untuk memenuhi kebutuhan listrik 4 gigawatt di Singapura, diperlukan pasokan panel surya berkapasitas 24 gigawatt peak.
Pemerintah menghendaki panel surya tersebut dibuat di dalam negeri dan salah satu yang berpeluang menjadi pemasok adalah Indonesia Solar Panel Industry and Renewable Alliance atau Inspira. Ini adalah konsorsium yang beranggotakan beberapa perusahaan, seperti PT Adaro Power (anak usaha Adaro Energy), PT Medco Power (anak usaha Grup Medco), PT Energi Baru TBS (anak usaha PT TBS Energi Utama Tbk), dan PT Utomo Juragan Atap Surya Indonesia. "Konsorsium ini akan menyatukan permintaan agar produsen panel surya tier 1 mau berinvestasi di Indonesia," ucap Direktur Utama Utomo Juragan Atap Surya Indonesia Anthony Utomo kepada Tempo, Senin, 3 April lalu.
Dengan adanya rencana tersebut, Xinyi berpeluang menjadi pemasok panel surya. Namun soal lahan di Rempang Eco-City, menurut pendiri Grup Artha Graha, Tomy Winata, belum tentu semuanya digunakan oleh Xinyi untuk membangun pabrik. “Kalau Anda punya rumah 1.000 meter, boleh pakai semua? Kan, tidak," ujarnya. Tomy menjelaskan, bukan hanya Xinyi yang sudah bekerja sama dengan PT MEG untuk mengisi lahan di Rempang. Dia mengatakan ada 12 perusahaan lokal dan asing yang berinvestasi di sana. Tomy mengaku dalam beberapa waktu terakhir bolak-balik ke luar negeri untuk menemui calon investor.
Seorang pejabat di BP Batam mengatakan, jika proses pengosongan lahan berlangsung pada 28 September mendatang, Xinyi bisa memulai pembangunan pabrik pada November nanti. Namun, pejabat tadi mengimbuhkan, belum ada rencana detail soal pembangunan proyek di Pulau Rempang. “Saat ini kami berfokus bagaimana lahan ini bisa segera diserahkan kepada PT MEG dulu."
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Egi Adyatama, Fajar Pebrianto, dan Khairul Anam berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Asa Pabrik Kaca Raksasa"