Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DI mata Muhammad Eka Pramudita, perkebunan kopi Sukamakmur, Kabupaten Bogor, punya potensi besar menjadi salah satu sentra produksi kopi baru di Jawa Barat. Luas lahannya lebih dari 100 hektare. Di sana, para petani kecil telah menanam kopi jenis arabika dan robusta. "Namun mereka belum tahu pengelolaan dan proses pascapanen," ujar Eka, pekan lalu.
Gayung bersambut ketika Dinas Pertanian Kabupaten Bogor meminta Eka, 24 tahun-yang memiliki sertifikat barista dan Q grader-membina para petani Sukamakmur. Kebetulan, dua tahun lalu, ia baru membuka kafe dan rumah sangrai di Bogor yang diberi nama Kemenady.
Dua tahun Eka membina petani di sana, mutu kopi yang dihasilkan dari Sukamakmur meningkat. Dia lalu mendorong para petani yang menanam robusta ikut mendongkrak mutu kopi ke tingkat fine robusta. Pengelolaan kebun dan proses pascapanen untuk mendapatkan kopi robusta mutu terbaik, kata Eka, mirip dengan spesialti arabika.
Para petani di Sukamakmur kini mampu memproduksi 150 ton kopi robusta dalam setahun. Mereka mengolah sebagian hasil panen dengan proses pascapanen honey. Cara ini dinilai paling baik untuk menghasilkan kopi di tingkat fine robusta. Ini menguntungkan petani karena Eka membeli green bean fine robusta lebih mahal, yakni Rp 45-60 ribu per kilogram. Sedangkan jika petani menjual robusta kualitas standar, harganya hanya Rp 20-35 ribu per kilogram. Robusta tak lagi jadi kopi kelas dua. Kopi-kopi dalam bentuk green bean itu rutin dikirim ke kafe milik Eka sebanyak 500 kilogram per bulan. "Kami juga memasok untuk hotel dan kafe lain di Bogor," ujarnya.
Produk fine robusta yang diolah Eka dinilai paling cocok untuk dijadikan bahan campuran (blend) buat menu minuman yang dicampur susu, seperti es kopi susu, Vietnam drip, atau latte dan cappuccino. "Ini mengikuti selera konsumen yang lebih suka karakter kopi yang body-nya tebal," kata Eka.
Istilah fine robusta belum terlalu populer di Tanah Air. Bahkan banyak petani di Lampung, salah satu daerah penghasil robusta terbesar, mengaku belum mengetahuinya. Rita Handayani, 45 tahun, salah seorang pemilik kebun kopi di Way Tenong, Lampung Barat, tak tahu ada istilah ini. "Setahu kami, grade kopi robusta hanya ada standar dan super."
Derajat kopi itu ditentukan oleh kadar air dan kebersihan biji yang diolah. Pengembangan kopi robusta yang belakangan populer, menurut Rita, justru olahan kopi luak. "Banyak petani memelihara luak supaya bisa menghasilkan kopi yang harganya lebih mahal," ujarnya.
Peneliti Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember, Jawa Timur, dalam publikasinya menyebutkan pengolahan fine robusta belum populer karena kulit buah kopi robusta sulit dikupas ketimbang arabika. "Ini jadi kendala bagi petani," tulis para peneliti dalam publikasi yang diterbitkan Universitas Gadjah Mada itu.
Sebetulnya, seperti dicatat Puslitkoka, pengembangan fine robusta di sentra-sentra kopi sudah ada. Di antaranya di Lampung, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Tapi pelakunya masih perorangan dan belum banyak. Padahal jumlah dan luas lahan kopi robusta mencapai lebih dari 900 ribu hektare. Rata-rata, sepanjang 2001-2016, kontribusi kopi robusta terhadap produksi kopi nasional mencapai 82,49 persen setiap tahun.
Sama seperti pada kopi arabika, kopi robusta punya mekanisme penilaian mutu yang biasa dilakukan oleh ahli. Sementara ahli penilai mutu arabika disebut Q grader, pada robusta disebut R grader. Eka Pramudita mengaku belum punya sertifikat itu. Tapi, kata dia, karena pada dasarnya penilaian dan prosesnya mirip, ia memberanikan diri belajar secara otodidaktik. Bedanya, menurut Eka, hanya pada unsur-unsur yang dinilai. Selebihnya sama: bertujuan menghasilkan kopi bercita rasa baik.
Coffea
Kopi bukan sekadar biji-bijian yang menjadi komoditas. Ia merupakan dunia yang sangat kompleks, terutama jika berbicara soal anak-pinak dan mutasi flora dari marga Coffea yang setidaknya memiliki 100 spesies. Arabika (Coffea arabica) dan robusta (C. canephora) adalah spesies yang populer dijadikan bahan dasar minuman kopi saat ini. Menurut catatan sejarah, kopi setidaknya sudah dikenal sejak abad ke-5 Masehi di pelosok Ethiopia. Sejak itu, kopi menyebar ke seluruh dunia, bermutasi, beranak-pinak, dan mengubah dunia. Setidaknya, kini, ada lebih dari 25 varietas kopi populer di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Coffea liberica (Liberika)
Spesies ini berasal dari Liberia, Afrika Barat. Pada abad ke-19, spesies yang memiliki satu varietas utama dan dua varietas turunan ini sengaja didatangkan ke Indonesia untuk menggantikan kopi arabika yang terserang hama.
Liberika
- S288
Varietas hasil persilangan secara alamiah arabika dan liberika yang ditemukan di India. Memiliki ketahanan terhadap penyakit karat daun (Hemileia vastatrix).
- S795
Hasil persilangan antara varietas S288 dan kent--varietas typica yang dikembangkan di Mysore, India. Varietas ini dibudidayakan di Jember, Jawa Timur.
Arabica (arabika)
Coffea arabica atau yang lebih dikenal sebagai arabika merupakan spesies pertama yang dibudidayakan untuk minuman kopi di Ethiopia. Spesies ini memiliki kandungan kafein 0,8-1,4 persen. Cocok ditanam di lokasi beriklim kering dengan elevasi 700-1.700 meter di atas permukaan laut karena rentan terkena penyakit karat daun, yang kerap menyerang tanaman dataran rendah. Perawatannya lebih rumit ketimbang saudaranya, Coffea canephora (robusta). Jenis ini memiliki banyak turunan varietas, baik hasil persilangan maupun mutasi alamiah.
Gesha (ethiopia)
Ditemukan di Desa Geisha, selatan Ethiopia, tapi varietas ini lebih dikenal sebagai kopi Panama karena banyak dikembangkan di sana. Mulai terkenal sejak 2004, saat perkebunan kopi Hacienda La Esmeralda memenangi sebuah kontes kopi internasional.
Typica (yaman)
Muncul dari evolusi genetis arabika. Varietas inilah yang kemudian umum menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Java (jawa, Indonesia)
Varietas typica ini dikembangkan di Jawa, Indonesia.
San Ramon (brasil)
Kona (Hawaii)
Pluma Hidalgo (Meksiko)
Villa Lobos (Kosta Rika)
Blue Mountain (Jamaika dan Papua Nugini)
Kent (Mysore, India)
Maragogyoe (Brasil)
Mutasi alamiah typica yang tumbuh di Brasil. Maragogype (baca: mara go hee pe) memiliki satu varietas turunan.
- Maracatu/Maracattura (Amerika Tengah)
Bourbon (pulau Reunion)
Mutasi alamiah typica yang ditemukan di Bourbon, pulau kecil di Samudra Indonesia (kini dikenal dengan Pulau Reunion). Salah satu varietas klasik ini menjadi "ibu" bagi beberapa varietas baru.
French Mission (Afrika Timur)
SL34 (Kenya)
Pacas (El Salvador)
Mutasi alamiah bourbon yang ditemukan di El Salvador.
- Pacamara
Hasil persilangan dari pacas dan maragogype.
Red Bourbon (Amerika Selatan)
Mutasi yang dibantu oleh manusia.
- Mundo Novo (Amerika Selatan)
Hasil hibrida antara bourbon dan java typica.
- Catuai (Amerika Selatan)
Persilangan antara mundo novo dan cattura.
Caturra (Brasil)
Mutasi alamiah dari bourbon. Varietas ini menjadi salah satu "induk" dari maracaturra dan catuai.
Yellow Bourbon (Amerika Latin)
Mayaguez (Rwanda)
Orange Bourbon (Amerika Latin)
Villa Sarchi (Kosta Rika)
Jackson (Rwanda dan Burundi)
Mokka (Hawaii dan Yaman)
SL28 (Kenya)
Canephora (Robusta)
Pohon kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada 1898. Banyak pencinta minuman kopi menyebut biji ini sebagai kelas dua karena rasanya yang lebih pahit, tidak memiliki rasa yang kaya, dan mengandung kafein yang lebih tinggi. Pohon dari spesies ini bisa tumbuh di lahan di bawah ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Pohon kopi ini lebih tahan hama dan penyakit.
Hybrido De Timor (timor, Indonesia)
Bukan robusta murni, tapi hasil persilangan dari spesies arabika dan robusta. Juga kerap disebut timor.
Sigarar Utang (Aceh, Indonesia)
Hasil persilangan dari timor dan bourbon yang dikembangkan di Aceh.
Catimor (Amerika Latin, Indonesia, India)
Hibrida dari varietas cattura dan timor.
- Ateng (Aceh, Indonesia)
Mutasi alami dari catimor.
Ruiru 11 (Kenya)
Hasil persilangan dua varietas turunan arabika (SL28 dan SL34) dengan spesies robusta.
Sarchimor (India)
Gabungan dari varietas arabika villa sarchi dan timor.
Charrieriana Dan C. Anthonyi
Pada 2008, dua spesies tanaman kopi baru yang bebas kafein ini ditemukan di Kamerun. Saat ini sedang dikembangkan di Kolombia.
Catatan:
Varietas utama
Varietas kedua
- Turunan dari varietas kedua
Sumber: European Journal Of Taxonomy, Biotaxa, Botanical Journal Of The Linnean Society
Sekitar 5 Masehi Kopi sudah dikenal di pelosok Ethiopia.
700-1000
Kopi dikenal pertama kali oleh bangsa Arab sebagai minuman energi (untuk begadang). Penyebaran kopi dimulai saat itu bersamaan dengan penyebaran Islam.
1000
Ibnu Sina menyelidiki zat kimiawi kopi.
1453
Kopi diperkenalkan di Konstantinopel oleh bangsa Turki (kekhalifahan Ottoman).
1475
Kedai kopi pertama, Kiva Han, didirikan di Turki.
1616
Kopi dibawa dari Mocha, Yaman, ke Belanda.
1645
Kedai kopi pertama dibuka di Venesia, Italia.
1658
Belanda membuka kebun pertama di Ceylon (kini Sri Lanka).
1668
Kedai kopi Edward Lloyd dibuka di London. Dari keuntungan kedai kopi inilah kemudian Edward Lloyd membuka perusahaan asuransi Lloyd of London.
1668
Kopi mulai dikenal di Amerika Utara.
1670
Penanaman kopi dimulai di Brasil.
1675
Raja Charles II menutup semua kedai kopi di London karena diduga menjadi tempat perkumpulan untuk merencanakan makar.
1689
Kafe kopi di Prancis pertama dibuka bernama Café de Procope, sepuluh tahun setelah pemerintah mengumumkan bahwa kopi merusak kesehatan.
1696
Belanda mencoba menanam kopi yang dibawa dari Malabar, India, ke Jawa. Belanda berusaha membudidayakan kopi tersebut di daerah Kedawung, perkebunan di dekat Batavia. Namun upaya ini gagal karena rusak oleh gempa bumi dan banjir.
1706
Kopi Jawa diteliti pemerintah Belanda di Amsterdam. Delapan tahun setelahnya, kopi tersebut dibawa Belanda dan dikenalkan kepada Raja Louis XIV dari Prancis.
1707
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Joan van Hoorn mulai mendistribusikan bibit kopi ke Batavia, Cirebon, kawasan Priangan, dan pesisir utara Jawa. Sekitar sembilan tahun kemudian, produksi kopi di Hindia Belanda sangat melimpah dan mampu melebihi jumlah ekspor dari Yaman ke Eropa.
1730
Inggris mulai menanam kopi di Jamaika.
1732
Johann Sebastian Bach membuat komposisi Coffee Cantata di Leipzig. Musik ini menggambarkan perjalanan spiritual yang juga sebagai parodi atas ketakutan orang Jerman--yang menyenangi bir--terhadap pesatnya popularitas kopi di Jerman.
1777
Raja Prussia mengumumkan pelarangan atas kopi dan mengumumkan bir sebagai minuman nasional Jerman Raya.
1802
Istilah "cafe" mulai dikenalkan di Inggris Raya untuk menggantikan "coffee house". Kata ini berasal dari kata Prancis "café" yang hampir seakar dari bahasa Italia "caffe".
1820
Zat caffeine dalam minuman kopi ditemukan berbarengan oleh tiga penelitian berbeda.
1822
Prototipe mesin kopi espresso dibuat di Prancis.
1869
Penyakit karat daun kopi (Hemileia vastatrix) pertama kali ditemukan di Sri Lanka.
1873
John Arbukle mengenalkan kopi dalam kemasan pertama kali.
1878
Hampir seluruh perkebunan kopi di Hindia Belanda rusak diserang penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), terutama di dataran rendah. Kala itu, tanaman kopi yang dibudidayakan adalah spesies arabika. Belanda kemudian mendatangkan spesies liberika, yang lebih tahan penyakit ini. Usaha ini cukup berhasil.
1904
Fernando Illy membuat mesin espresso modern.
1907
Kopi liberika yang ditanam di dataran rendah Hindia Belanda kembali diserang karat daun. Dengan segera Belanda mendatangkan spesies lain, C. canephora (robusta), terutama untuk ditanam di dataran rendah. Usaha ini berhasil.
1920
Kafe mulai banyak dibuka di Amerika.
1938
Cremonesi membuat pompa piston yang dapat menyemprotkan air panas dengan kecepatan tinggi untuk menyeduh kopi espresso.
1938
Nestle mengembangkan kopi instan di Brasil.
1946
Pabrik Gaggia memproduksi mesin cappuccino secara komersial untuk pertama kali. Kata "cappuccino" berasal dari warna jubah pendeta Capuchin (aliran Franciscans, 1529).
1948
Achille Gaggia memasarkan mesin kopi espresso secara massal di Milan, Italia.
1962
Perjanjian internasional mengenai perdagangan kopi dibuat dengan tujuan untuk mengontrol harga.
1971
Kedai Starbuck pertama dibuka di Seattle, Amerika Serikat.
2000 awal
Kafe kopi specialty mulai menjamur di Indonesia.
2017
Indonesia mampu memproduksi lebih dari 630 ribu ton biji kopi.
Sumber: Journal Of The American Oriental Society, Geojournal, The Journal Of African History, Geographical Review, Kementerian Pertanian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo