Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Aturan Lama, Pemain Baru

18 Agustus 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tidak banyak yang berubah sejak Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bersalin rupa menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pada November tahun lalu. Aturannya masih sama, begitu pula struktur organisasinya. Tidak aneh kalau Badan Pemeriksa Keuangan sudah menduga bakal terjadi penyimpangan pada praktek lelang penjualan minyak dan gas bagian pemerintah.

Anggota VII BPK, Bahrullah Akbar, mengatakan praktek tersebut sudah terjadi sejak era BP Migas. Menurut dia, indikasinya terlihat karena kurangnya pengawasan. Tahun ini bakal ada 25 perusahaan dagang (trader) yang mengikuti lelang tersebut. Kernel Oil Pte Ltd, yang diduga memberi suap kepada mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, termasuk di dalamnya. "Dia sering memenangi lelang," ujar Bahrullah. "Bahkan, kalau tidak salah, belum lama ini ia menang tender."

SKK Migas melakukan tender karena minyak mentah dari sumur perusahaan kontrak bagi hasil tidak terserap kilang Pertamina. Deputi Pengendalian Komersial SKK Migas Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, dalam sebulan, volume yang ditenderkan mencapai satu-dua kargo. Satu kargo sebanyak 200-400 ribu barel minyak. Jika harga satu barel sekitar US$ 100, nilai tendernya US$ 20-40 juta atau Rp 200-400 miliar.

Mekanisme penjualan minyak bagian pemerintah memang tidak boleh dengan penunjukan langsung. SKK Migas melakukan tender untuk memilih perusahaan penjual minyak. Karena itu, pelaksanaan tender menjadi rentan korupsi. Komisi Pengawas SKK Migas, yang dikepalai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, tidak bisa berbuat banyak karena tidak mengurusi hal teknis.

Bukan hanya soal tender minyak. BPK dalam beberapa tahun terakhir juga menyampaikan adanya penyelewengan dana penggantian ongkos operasi atau cost recovery. Dalam laporan keuangan pemerintah pusat 2010, auditor negara itu menemukan kelebihan bayar cost recovery sekitar US$ 727 ribu kepada tiga kontraktor migas. BPK juga menemukan kekurangan bayar pajak kontraktor migas senilai Rp 5,24 triliun. Ada pula empat kontraktor yang melakukan manipulasi kinerja lifting (jumlah minyak yang diproduksi) sebesar US$ 1,7 miliar.

Seorang pekerja industri migas mengatakan mekanisme alokasi gas yang dibawahkan SKK Migas juga rentan penyimpangan. Ia menyebutkan penentuan pembeli gas, yang seharusnya bisa dipilih langsung oleh penjual, pada prakteknya tidak demikian. SKK Migas tidak pernah jelas menentukan alokasi dan persyaratan calon pembeli. "Banyak gas diberikan kepada broker yang tidak jelas kemampuannya," ujar sumber itu. Harga gas menjadi tinggi. Konsumen pun dirugikan.

Ia mencontohkan kasus krisis gas di Sumatera Utara. Sudah seribu pekerja terkena pemutusan hubungan kerja dan enam perusahaan tutup karena krisis ini. Rencana tambahan pasokan gas dari Lapangan Benggala bukannya langsung diberikan ke pelanggan, malah dijual dulu ke badan usaha milik daerah, baru dijual lagi ke PT Perusahaan Gas Negara Tbk, yang sudah memiliki infrastruktur. "Bisa dibilang ini cara berbagi rezeki," katanya.

Baru-baru ini juga terjadi kisruh alokasi gas Lapangan MDA-MBH di Blok Madura Strait, yang dikelola Husky dan CNOOC. Gas yang seharusnya untuk pabrik pupuk, PT Petrokimia Gresik dan PT Pupuk Kujang, tiba-tiba dialihkan ke pembangkit listrik di Bali. Kedua pabrik itu akhirnya mendapat gas dari Blok Cepu, yang harganya lebih mahal.

Pengamat energi Iwa Garniwa mengatakan tidak heran terhadap korupsi yang terjadi di SKK Migas. Menurut dia, sistem sekarang tak ubahnya BP Migas dulu. Apalagi kalau menyangkut soal tender: fungsi pengawasannya sangat lemah. "Bedanya, orang yang dulu pandai menyembunyikannya," ujar guru besar Universitas Indonesia itu.

Tender minyak bagian pemerintah dan penggelembungan biaya cost recovery termasuk celah korupsi terbesar di lembaga itu. Namun, kata Iwa, celah korupsi juga terbuka di bagian perizinan. "Semua pekerjaan kontraktor harus mendapat izin SKK Migas," ujarnya. Jadi, di lapangan pun tidak tertutup orang melakukan korupsi atau pencurian minyak.

Sorta Tobing, Angga Sukma Wijaya, Maria Yuniar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus