Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kekerasan yang Tak Pernah Purna

Autobiography yang menjadi Film Pilihan Tempo 2022. Debut Makbul Mubarak yang mencekam tentang riwayat panjang kekerasan di negeri ini.

18 Desember 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LANGIT di kampung itu kian tampak hitam pekat tatkala sumber penerangan mendadak padam. Penyebabnya, genset yang menghasilkan tenaga listrik kehabisan bahan bakar. Berbekal lampu senter, sejumlah pemuda melewati jalan berliku hendak menghidupkan genset itu. Menyediakan tenaga listrik yang bisa diandalkan menjadi janji kampanye seorang mantan jenderal yang berambisi menjabat bupati. Penolakan terhadap rencana pembangunan pembangkit listrik itu menyebabkan salah satu warga kehilangan nyawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Persoalan listrik sejatinya hanyalah siasat sutradara untuk mengajak penonton menyelami watak kelam kekuasaan yang berbalut kekerasan. Purna (Arswendy Bening Swara), seorang pensiunan jenderal dalam film ini, menjadi contoh yang sempurna. Setelah tak lagi berdinas tentara, Purna rupanya ingin menjajal karier sebagai bupati. Maka ia gencar melakukan kampanye demi merebut simpati warga. Ia berceramah di depan umum dan memasang baliho di seantero kabupaten. Tak jadi soal, demi mewujudkan ambisinya itu, jika Purna mesti menempuh cara kekerasan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adegan dalam film Autobiography. Dok. Kawankawan Media

Purna tak sendirian mewujudkan ambisinya. Ia ditemani seorang pemuda bernama Rakib (Kevin Ardilova) sebagai pembantu yang setia. Rakib adalah generasi ketiga pembantu yang mengabdi kepada keluarga Sang Jenderal. Ayah Rakib meringkuk di penjara karena menyabotase perusahaan yang merugikan keluarganya. Tak ayal, sosok Purna bukan hanya seorang majikan. Di mata Rakib, Purna telah menjelma menjadi figur bapak. Relasi antara Purna dan Rakib itulah yang mewarnai jelujur narasi film ini. Sebuah relasi kuasa yang asimetris, penuh ketegangan, hingga berujung kekejian.

Film bertajuk Autobiography ini merupakan debut Makbul Mubarak yang baru saja menyabet Jury Prize for Technical Achievement dalam perhelatan World Film Festival of Bangkok yang ke-15 di Thailand. Sebelumnya, film ini menggondol penghargaan puncak Silver Screen Awards dalam Singapore International Film Festival dan Golden Hanoman dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival. Tercatat ada 14 penghargaan yang ditangguk dari 23 festival film internasional yang dijelajahi film ini sejak premiere tiga bulan silam dalam Venice Film Festival, Italia. Penghargaan Film Pilihan Tempo menggenapi deretan prestasi yang telah diukir film ini. Kevin Ardilova (baca: Mencari dan Menjelma Menjadi Rakib) yang menjadi pemeran utama film juga dinobatkan sebagai Aktor Pilihan Tempo.   

Deretan prestasi Autobiography agaknya tidak bisa dipisahkan dari tahap praproduksi yang memakan waktu lama sejak 2017 dan melibatkan tujuh negara (Polandia, Prancis, Singapura, Jerman, Qatar, Filipina, dan Indonesia). Syuting berlangsung selama 43 hari di tengah ancaman pandemi Covid-19 serta melewati 13 kali penggodokan draf di pelbagai laboratorium pengembangan skenario. Kolaborasi dengan pelbagai negara tak terbatas dalam hal skema pendanaan, tapi juga di ranah artistik. Tak aneh jika kita menemukan deretan kru yang berasal dari luar Indonesia. Misalnya pengarah sinematografi Wojciech Staroń asal Polandia, penyunting film Carlo Francisco Manatad (Filipina), dan penyunting suara Remy Couze (Prancis).

Kru film saat syuting Autobiography di Bojonegoro, Jawa Timur. Dok. Kawankawan Media

Sejumlah penghargaan yang diborong Autobiography hanyalah sebagian keistimewaan film ini yang dicatat tim juri. Ada sejumlah keistimewaan lain yang membuat tim juri bersepakat menetapkannya sebagai Film Pilihan Tempo.

Pertama, film itu merupakan tafsir generasi baru atas riwayat panjang kekuasaan yang dibangun lewat kekerasan di negeri ini. Meskipun Reformasi 1998 membuka ruang kebebasan dan demokrasi, rupanya warisan kekerasan Orde Baru tidaklah sirna. Tajuk film ini, “Otobiografi” (Autobiography), memang memantik tanda tanya di benak penonton. Apakah film ini berkisah tentang biografi pembuatnya? Jika bukan, biografi siapa yang diungkap dalam film ini? Apakah biografi bangsa ini?  Sebagaimana diakui Makbul, sejak awal sutradara itu berkukuh mempertahankan tajuk Autobiography kendati ceritanya terus berkembang. Bertolak dari deretan pertanyaan itulah film ini mengguncang pemaknaan atas kekuasaan, kepatuhan, dan jalan kekerasan.

Kedua, kendati berkutat pada dua karakter (Purna dan Rakib) yang mewakili generasi berbeda, film ini mampu membangun relasi yang kompleks dan intens di antara keduanya. Tentu ini buah dari skenario yang ditulis ketat dan rapi serta dieksekusi dengan cerdas oleh Makbul. Kehadiran sosok Purna terus membayangi dan mengancam Rakib. Sebab, Purna telah menguasai jiwa dan raga Rakib. Adegan Purna memandikan Rakib menjadi bukti betapa Rakib tak lagi memiliki kuasa atas tubuhnya. Karena itu, di bagian akhir film, Rakib berusaha membebaskan dirinya dari kuasa Purna. Ironisnya, Rakib justru memilih cara kekerasan seperti yang dilakukan Purna.

Sutradara Makbul Mubarak (berdiri) bersama Kevin Ardilova dan Arswendy Bening Swara saat syuting film Autobiography. Dok. Kawankawan Media

Ketiga, ruang menjadi bagian penting film ini yang seakan-akan menjadi karakter tersendiri. Memilih lokasi syuting di Bojonegoro, Jawa Timur, film ini menawarkan bentang alam dari gunung kapur hingga ladang jagung serta daerah yang bercuaca panas. Menurut Makbul, “Lokasi syuting sebenarnya bisa di mana saja. Tapi temperatur yang panas terik menjadi pertimbangan utama karena bisa mempengaruhi karakter.” Dalam film tampak adegan warga desa yang amarahnya gampang tersulut ketika kendaraan yang dikemudikan Rakib menabrak pagar di dekat masjid, tapi mereka tak berkutik di hadapan seorang mantan jenderal.  

Keempat, sumber konflik dalam film ini (masalah listrik) bisa diterjemahkan secara sinematografis. Suasana yang nyaris gulita pada saat malam mendominasi film ini. Menurut Makbul, “Sebagian besar syuting dilakukan menjelang magrib, ketika hanya tersisa cahaya selama 15 menit.” Begitu pula suasana muram yang senantiasa menyelimuti ruang di dalam rumah sehingga turut membangun suasana yang mencekam. Ancaman kekerasan seakan-akan mengendap-endap di balik kegelapan. 

Selain itu, perabot rumah serta foto-foto lawas di dinding menyiratkan kebekuan. Waktu seolah-olah mandek, nyaris tak ada perubahan. Sebagaimana Purna yang tak hendak menanggalkan kekuasaannya. Sebaliknya, ia berupaya terus mengawetkan kekuasaannya. Purna, misalnya, masih mampu memerintahkan tentara memulangkan Rakib yang minggat demi mencari pekerjaan di luar negeri. Akibatnya, Rakib seperti terperangkap dalam kekuasaan yang terus mengimpitnya sebagaimana nasib warga yang hidup di negara yang represif serta otoriter.

Sutradara film Autobiography Makbul Mubarak. Dok. Kawankawan Media

Hal lain yang menjadi pertimbangan juri Film Pilihan Tempo dalam menilai adalah bagaimana film Autobiography menunjukkan wajah kekuasaan yang penuh kesantunan tapi sekaligus menyembunyikan kekejian: sosok Purna yang dengan penuh empati menemui keluarga orang yang ia habisi. Selain itu, ia suka berkaraoke meski tak segan mengancam dan mengintimidasi orang-orang yang dianggap menghalangi ambisinya. Karena itulah film ini menjadi pengingat bahwa kekuasaan mesti dikontrol agar tak menjadi korup serta melahirkan kekerasan yang keji.   

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus