Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Memutar Lewat Karibia

PT Dirgantara Indonesia dan perusahaan mitra memanfaatkan peran rekening perusahaan cangkang di luar negeri untuk menyalurkan suap. Rekening yang sama digunakan dalam kasus suap Badan Keamanan Laut.

24 Oktober 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Tersangka kasus dugaan korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran pesawat PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, 1 September lalu./TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PT Dirgantara Indonesia dan perusahaan mitra memanfaatkan peran perusahaan cangkang di luar negeri untuk menyalurkan uang suap.

  • Rekening perantara uang suap pembelian pesawat PT Dirgantara Indonesia juga digunakan dalam kasus korupsi proyek drone dan satelit Badan Keamanan Laut.

  • Imbalan dana proyek pembelian pesawat PT Dirgantara Indonesia juga mengalir lewat rekening seorang dokter gigi.

SELEMBAR kuitansi dari PT Bumiloka Tegarperkasa membuat dokter gigi Francyanto Widjaja masuk radar Komisi Pemberantasan Korupsi. Pada 2014, PT Bumiloka mengirimkan uang kepada Francyanto senilai Rp 1,5 miliar. Kolom keterangan kuitansi menyebutkan uang itu sebagai “Apresiasi Senayan”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dihubungi lewat telepon, Francyanto mengakui pernah menerima pengiriman uang dari PT Bumiloka. Selain membuka praktik dokter gigi, pria berusia sekitar 70 tahun ini memiliki perusahaan penukaran uang. “Tapi itu bukan uang untuk saya,” katanya, Sabtu, 24 Oktober lalu. “Saya juga tak paham maksud keterangan ‘Apresiasi Senayan’ dalam kuitansi.” Francyanto mengetahui ia diincar KPK karena menerima surat panggilan pemeriksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PT Bumiloka digandeng PT Dirgantara Indonesia sebagai “mitra” pemasaran. Tapi perusahaan ini sebenarnya tak berperan apa-apa. Bumiloka, bersama lima perusahaan lain yang dikendalikan Didi Laksamana, diduga dipakai sebagai kedok untuk menyamarkan setoran PT Dirgantara kepada sejumlah perwira di Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, pejabat di kementerian, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat. “Apresiasi Senayan” maksudnya setoran untuk anggota DPR.

Jejak aliran duit ke DPR juga terekam dalam kuitansi lain. Didi Laksamana mengirimkan pembayaran kepada Kepala Divisi Pemasaran PT Dirgantara Indonesia Irzal Rinaldi Zailani pada 17 September 2004. Didi membubuhkan tulisan pada kolom keterangan: “Apresiasi Senayan proyek PTDI CN-235 Patmar Serie II”. Nomor proyek pengadaan pesawat tersebut ditulis “16.579”. Uang yang ditransfer berjumlah US$ 149.600 atau Rp 2,2 miliar dalam kurs saat ini.

Sementara pada kuitansi pertama “Apresiasi Senayan” dialirkan lewat Francyanto, pada kuitansi kedua dana memutar dulu hingga ke Karibia. Pada alamat pengiriman tertulis nomor 98903xx di bank JP Morgan, Brussel, Belgia. Pemiliknya: sebuah perusahaan cangkang bernama Forestry Green Investment Ltd yang berbasis di surga pajak, British Virgin Islands.

Francyanto dan Forestry Green Investment Ltd pernah muncul dalam dua perkara korupsi. KPK memanggil Francyanto sebagai saksi korupsi suap pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia pada 7 Maret 2017. Pemeriksaan itu berbarengan dengan seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi tersangka. Francyanto mengakui adanya pemeriksaan tersebut, tapi enggan menjelaskan detail pemeriksaan.

Kuitansi diduga penyerahan uang ke Komisi I DPR./Istimewa

Adapun Forestry Green Investment Ltd mencuat dalam korupsi pengadaan drone dan satelit di Badan Keamanan Laut yang menyeret anggota Komisi Pertahanan DPR, Fayakhun Andriadi. Di persidangan terungkap politikus Partai Golkar itu menerima pengiriman uang dari bank JP Morgan atas nama Forestry Green Investment Ltd.

Pengacara Fayakhun, Ahmad Hadi Firman, membenarkan adanya penggunaan rekening luar negeri. Tapi ia mengaku tak mengetahui identitas pemilik rekening. Ia juga tak mengetahui kaitan rekening tersebut dalam tebaran setoran dari PT Dirgantara kepada anggota DPR. “Klien kami juga tidak pernah terlibat suap PT DI,” ujarnya.

Seorang penegak hukum mengatakan praktik menggunakan nama dan rekening berlapis lazim digunakan untuk menghilangkan jejak suap. Nama dan rekening Francyanto dan Forestry Green diduga digunakan untuk menyamarkan aliran duit.

Menurut penelusuran Tempo, perusahaan itu telah ditutup oleh otoritas setempat karena tak membayar biaya tahunan. Penutupan Forestry bersama puluhan perusahaan lain itu diberitakan dalam Virgin Islands Official Gazette, surat kabar resmi pemerintah di sana, pada 14 April 2016.

• • •

PT Dirgantara Indonesia bermitra dengan PT Bumiloka Tegarperkasa, PT Angkasa Mitra Karya, PT Penta Mitra Abadi, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Abadi Sentosa Perkasa sejak 2008. Adapun PT Selaras Bangun Usaha digandeng pada 2012. Mereka turut terlibat dalam berbagai proyek pengadaan pesawat dan helikopter di instansi pemerintah, khususnya Kementerian Pertahanan.

Para rekanan fiktif itu kemudian mendapatkan komisi berupa “biaya pemasaran” dari kontraknya dengan PT Dirgantara. PT Bumiloka, misalnya, mendapatkan “kontrak” Rp 55,7 miliar dan US$ 3,68 juta. Dari nilai itu, perusahaan rekanan berhak mendapatkan 10 persennya. Sisanya harus dikembalikan lagi kepada PT Dirgantara. Duit inilah yang dialokasikan untuk upeti kepada para pejabat.

Dokumen yang diperoleh Tempo menyebutkan PT Dirgantara juga memberikan imbalan kepada pejabat di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas), serta Sekretariat Negara. Jumlah imbalan tergantung nilai proyek. KPK menyebutkan uang komisi proyek sebesar 5-10 persen dari nilai proyek.

Basarnas pernah menjalin dua kontrak dengan PT Dirgantara. Nilainya mencapai Rp 267 miliar. Bekas Kepala Basarnas, Marsekal Madya (Purnawirawan) Muhammad Syaugi, membantah jika lembaganya disebut pernah menerima imbalan dari proyek bersama PT Dirgantara. “Saya tidak pernah menerima suap,” kata Syaugi, yang juga mantan Direktorat Jenderal Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan.

Kepala BPPT Hammam Riza juga tak mengetahui ihwal besel dari PT Dirgantara Indonesia. Ia tak paham soal kontrak senilai Rp 2,7 miliar dengan PT Dirgantara. “Saya baru menjabat tahun 2019,” ucapnya. Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Surya Utama tak merespons pertanyaan hingga Sabtu, 24 Oktober lalu.

Sebagaimana tertera dalam dua kuitansi “Apresiasi Senayan”, Didi Laksamana disebut mengetahui aliran uang kepada para pejabat pemberi proyek ke PT Dirgantara. Tapi, kata orang dekat Didi, Didi hanya menjalankan perintah Irzal Rinaldi Zailani, yang belakangan dipromosikan menjadi asisten direktur utama. Irzal diduga sebagai pemberi perintah pengiriman uang. Pengacara Irzal, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, membantah tudingan ini. “Dia tidak terlibat suap,” katanya.

Juru bicara KPK bidang penindakan, Ali Fikri, belum mau berkomentar soal aliran uang PT Dirgantara kepada pejabat di banyak lembaga. KPK masih memeriksa sejumlah saksi untuk mengembangkan perkara. “Semua akan kami ungkap di persidangan. Kita tunggu dan ikuti saja prosesnya. Saya tidak bisa menyampaikan sekarang,” tuturnya.

RIKY FERDIANTO, LINDA TRIANITA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus