Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Polisi disebut berencana menangkap pengacara yang juga aktivis KAMI, Ahmad Yani.
Dalam rapat sejumlah menteri, lima aktivis KAMI sempat disebut sebagai dalang kerusuhan.
KAMI menyebut ada kajian intelijen yang menyebutkan gerakan mereka berpotensi membesar.
LEBIH dari 20 polisi berseragam lengkap dan berpakaian preman memasuki kantor advokat Ahmad Yani di Jalan Matraman Raya, Jakarta Pusat, Senin, 19 Oktober lalu, sekitar pukul 19.15. Mereka menanyakan keberadaan sahibulbait. Yani yang sedang duduk di kursi rapat langsung berdiri. “Itu saya,” ujar Yani, menceritakan percakapannya dengan polisi kepada Tempo, Jumat, 23 Oktober lalu.
Ketika itu, Yani sedang rapat bersama sembilan koleganya soal rencana pembentukan Partai Masyumi. Sejumlah polisi naik ke lantai dua kantor itu dan mengambil gambar serta video. Yani bercerita, seorang polisi menyampaikan ada surat perintah penangkapannya. Namun mantan anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari Partai Persatuan Pembangunan itu menolak dibawa ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI.
Yani meminta polisi memanggil pimpinannya untuk berbicara di ruang kerjanya. Menurut dia, seorang polisi berpangkat ajun komisaris besar, yang menjadi ketua tim penangkapannya bersama sembilan anak buahnya, memenuhi ruang kerja itu. Yani lalu menanyakan alasan polisi melakukan penjemputan paksa. Polisi itu, ujar Yani, mengatakan penangkapan berkaitan dengan aktivitasnya di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia dan akan dijelaskan lebih lanjut di kantor Bareskrim. Lagi-lagi Yani menolak.
Seorang penyidik lalu bertanya soal hubungannya dengan Anton Permana yang duduk di Komite Kajian Strategis KAMI, organisasi yang dideklarasikan pada 18 Agustus lalu di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Anton ditangkap oleh polisi pada 12 Oktober lalu dan menjadi tersangka ujaran kebencian dan penyebaran informasi palsu alias hoaks. Kepada polisi, Yani menyatakan mengenal Anton. “Kan sama-sama deklarator KAMI,” ujar Yani yang duduk di Komite Eksekutif KAMI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gatot Nurmantyo (tengah) memberikan pidato dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia di Tugu Proklamasi, Jakarta, 18 Agustus 2020. TEMPO/Ahmad Faiz
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penegak hukum lalu menunjukkan di telepon selulernya video dari YouTube dan dua foto surat dukungan mogok nasional buruh dalam rangka menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada 5 Oktober lalu. Menurut Yani, polisi itu menyebutkan dia sebagai pembuat narasi di YouTube maupun di dalam surat. Ia pun menyatakan video itu merupakan pernyataan resmi KAMI. Adapun dua surat itu diteken oleh tiga anggota presidium KAMI, yaitu bekas Panglima TNI Gatot Nurmantyo, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin, dan Ketua Komite Khittah Nahdlatul Ulama (KKNU) 1926 Rochmat Wahab.
Yani ngotot menolak penjemputan paksa itu. Ia menuding polisi mencari-cari kesalahan agar bisa menahannya. Yani merasa belakangan gerak-geriknya diawasi. Dia mencontohkan, terjadi berbagai upaya peretasan terhadap gawai, akun WhatsApp, ataupun media sosialnya. “Saya mau ditangkap tanpa ada pemeriksaan saksi terlebih dulu,” tuturnya.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono menampik tuduhan bahwa ada anggotanya yang ingin menangkap Yani. Menurut dia, polisi datang untuk menyelidiki aksi anarkistis yang terjadi dalam demonstrasi menolak Undang-Undang Cipta Kerja atau omnibus law pada 8 Oktober lalu. “Kami datang dan ngobrol-ngobrol saja,” ujar Argo. Selain itu, menurut Argo, Yani akan diperiksa penyidik karena pengembangan kasus dari Anton Permana.
Sehari setelah Anton Permana ditahan, atau pada Selasa, 13 Oktober lalu, polisi juga mencokok dua anggota Komite Eksekutif KAMI, yaitu Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat, di rumahnya. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka penghasutan melalui media sosial. Dua pejabat pemerintah mengatakan, beberapa hari sebelum penangkapan itu, rapat terbatas yang dihadiri sejumlah menteri membahas soal aksi menolak Undang-Undang Cipta Kerja. Menurut keduanya, ada lima petinggi KAMI yang disebut menjadi dalang aksi anarkistis di sejumlah daerah. Dua di antaranya adalah Syahganda dan Jumhur.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate mengakui adanya rapat tersebut. Menurut dia, salah satu yang dibahas adalah menjalankan demokrasi dengan sehat. Namun Sekretaris Jenderal Partai NasDem ini membantah pertemuan itu menyinggung nama tertentu, termasuk KAMI. “Tidak ada,” ujarnya. Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut pemerintah mengetahui dalang di balik aksi demonstrasi oleh buruh serta mahasiswa yang menolak omnibus law. “Kami tahu siapa yang menggerakkan, sponsornya, dan siapa yang membiayainya,” ucapnya pada 8 Oktober lalu.
•••
SETELAH KAMI dideklarasikan di Ibu Kota pada 18 Oktober lalu, muncul berbagai penolakan terhadap pembentukan organisasi itu di sejumlah daerah. Anggota Presidium KAMI Jawa Barat, Radar Tri Baskoro, bercerita organisasi itu akan dideklarasikan di wilayahnya pada 7 September lalu di sebuah gedung di Bandung. Namun, sepekan sebelum deklarasi, pengelola gedung membatalkan acara itu dengan alasan menghindari keramaian di tengah pandemi virus corona.
Lokasi acara deklarasi lalu digeser ke sebuah hotel. Namun, sehari sebelum deklarasi, manajemen hotel itu memutuskan deklarasi tak diperbolehkan diadakan. Maka acara pun digelar di salah satu rumah simpatisan KAMI di Bandung. Pun, pada saat yang bersamaan, ada aksi tandingan dari massa yang menolak kehadiran KAMI di Jawa Barat. “Hanya orang berpengaruh yang bisa mengatur pembatalan dan menerjunkan massa” tutur Radar.
Penolakan serupa juga terjadi saat salah satu Dewan Deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo, ikut dalam pendeklarasian gerakan tersebut di Jawa Timur pada 28 September lalu. Ketika itu, Gatot menyebut peserta aksi penolakan itu merupakan massa bayaran. Belakangan, beredar proposal dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Surabaya mengenai penolakan KAMI di kota itu. PMII Surabaya memang sebelumnya menyatakan siap menerjunkan massa untuk membubarkan deklarasi KAMI. Setelah proposal itu muncul di media sosial, Ketua Umum Pengurus Cabang PMII Surabaya Nurul Haqqi mundur dari jabatannya.
Anggota Presidium KAMI, Abdullah Hehamahua, menuturkan upaya penolakan saat deklarasi di daerah dan teror yang menimpa pendukung organisasi itu kerap dibahas dalam rapat secara virtual. Menurut Abdullah, salah satu topik yang diperbincangkan adalah kabar soal kajian dari Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia dan Badan Intelijen Negara tak lama setelah deklarasi KAMI pada 18 Agustus lalu di Tugu Proklamasi, Jakarta. Isinya, ujar Abdullah, gerakan itu bisa terus membesar karena menjadi wadah bagi pengkritik pemerintah. “Sehingga perlu ada aksi kejut kepada KAMI dan itu sudah terjadi,” ujar mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi ini.
Mantan Kepala BAIS, Marsekal Madya purnawirawan Kisenda Wiranata, mengatakan lembaga itu tak pernah mengkaji gerakan KAMI. Alasannya, pembentukan organisasi yang masih dalam koridor Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sah dilakukan. Apalagi, Kisenda menambahkan, KAMI juga diisi oleh tokoh-tokoh yang cinta Indonesia. “Sangat disayangkan kalau ada yang mengarahkan tak sesuai konstitusi dan akan berbenturan dengan hukum di Indonesia,” ujar Kisenda, yang menyerahkan jabatan sebagai Kepala BAIS pada 31 Agustus lalu.
Adapun Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto mengatakan lembaganya tak mengawasi atau membuat kajian soal KAMI. “Penangkapan merupakan ranah penyidikan yang dilakukan polisi karena adanya alat bukti cukup,” ucapnya.
•••
SEHARI setelah KAMI diresmikan, atau pada 19 Oktober lalu, sejumlah relawan pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendeklarasikan Kerapatan Indonesia Tanah Air atau KITA. Salah satu inisiatornya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa, Maman Imanulhaq. Dalam pemilihan presiden 2019, Maman menjabat Direktur Relawan Tim Pemenangan Nasional Jokowi-Ma’ruf. Anggota Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, menuding KITA sebagai organisasi tandingan KAMI. “KITA dibuat untuk menutupi KAMI,” kata Yani.
Maman menampik KITA muncul sebagai tandingan KAMI. Dia mengklaim organisasi yang dideklarasikannya bertujuan mengkritik pemerintah tanpa menakuti masyarakat. Maman mencontohkan, saat Gatot Nurmantyo dan KAMI mengembuskan isu kemunculan Partai Komunis Indonesia, KITA menyebarkan narasi bahwa musuh masyarakat bukanlah masa lalu.
Massa yang mengatasnamakan 'Surabaya adalah Kita' berunjuk rasa di depan Gedung Juang 45, menolak kegiatan deklarasi KAMI di Surabaya, Jawa Timur, 28 September 2020. ANTARA/Didik Suhartono
Menurut Maman, organisasinya mendapat dukungan dari pemerintah. Ia mengaku telah bertemu dengan petinggi Badan Intelijen Negara dan sejumlah menteri untuk berdiskusi soal KITA. Dia mencontohkan, dalam pertemuan dengan Menteri Agama Fahcrul Razi, dia mendapat apresiasi positif. “Apalagi ada beberapa teman di Bravo Lima yang bergabung,” ujarnya. Bravo Lima merupakan salah satu tim sukses pemenangan Jokowi sejak pemilihan presiden 2014. Kelompok ini dibentuk oleh Luhut Binsar Pandjaitan, kini Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, dan beranggotakan antara lain purnawirawan tentara dan polisi. Deputi Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Purwanto membantah adanya pertemuan petinggi lembaganya dengan Maman.
Personel Gugus Karsa KITA, Garlika Martanegara, salah satu anggota Bravo yang bergabung ke organisasi itu. Sebelum bergabung, Garlika melapor ke Ketua Bravo Lima Jawa Barat, Brigadir Jenderal purnawirawan Eddy Kustiwa Koesma. “Semua jalur dan cara relawan akan dipakai di KITA,” ujar Garlika.
Akhir Agustus lalu, Maman Imanulhaq mengirimkan fotonya bersama Luhut Pandjaitan ke dalam grup WhatsApp pengurus KITA. Maman menuliskan Luhut mendukung gerakan tersebut. “Saya kasih tanda emoji jempol dan bilang KITA akan jadi hot issue,” ujar Garlika.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, MEI LEANDHA (MEDAN), AYU CIPTA (TANGERANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo