Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Main Aman di Tengah Ketidakpastian

Polemik regulasi baru program Jaminan Hari Tua (JHT) menyeret BP Jamsostek. Pengelolaan dana jadi sorotan.

19 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, 15 Februari 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Klaim pembayaran manfaat JHT terus melonjak.

  • Sorotan mengarah ke pengelolaan investasi BP Jamsostek.

ZAINAL Abidin benar-benar apes. Dua tahun sudah dia menunggu untuk bisa mengklaim dana Jaminan Hari Tua (JHT) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan alias BP Jamsostek setelah terkena pemutusan hubungan kerja pada Maret 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rencana Zainal mencairkan dana JHT selama ini terhambat. Perusahaan tempat Zainal dulu bekerja sempat menunggak pembayaran iuran. Ketika kantor lamanya di Jakarta Selatan itu sudah melunasi tunggakan, masalah lain datang. Status kepegawaian Zainal belum dinonaktifkan sehingga dia perlu mengurusnya ke kantor BP Jamsostek. “Baru bisa diurus lagi tahun ini,” kata Zainal saat ditemui di Menara Jamsostek, Jakarta, Kamis, 17 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebenarnya, ancaman lain kini datang. Awal Februari lalu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah meneken Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. Peserta program, termasuk yang berhenti kerja, baru bisa menerima pembayaran setelah berusia 56 tahun.

Walau demikian, Zainal tak begitu gusar. Ketentuan baru itu baru berlaku pada Mei nanti. Selain itu, usia Zainal sudah 55 tahun, kurang setahun untuk memenuhi syarat minimal usia peserta yang hendak mengklaim manfaat JHT.

Yang membikin Zainal ingin segera mencairkan dana JHT adalah kondisi ekonomi keluarganya. Usia yang tak lagi muda membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan baru sejak dipecat. Itu sebabnya, meski dana JHT yang Zainal kumpulkan sejak menjadi peserta pada 2017 hanya sekitar Rp 7 juta, dia bertekad memperbaiki data dan mengajukan klaim tahun ini juga. “Saya lagi kesulitan dana dan belum ada pekerjaan lagi, semoga bisa segera cair,” tuturnya.

Berbeda dengan Zainal, Elok Puji Rahayu sedikit lebih beruntung. Perusahaan asuransi di Surabaya memecatnya pada April 2020. Pada saat itu juga Elok, yang tengah mengandung enam bulan, langsung mengklaim dana JHT yang ia kumpulkan selama tiga tahun. Besarannya tak jauh berbeda dengan dana Zainal. Tapi Elok langsung menerima dana tunai tak lama setelah proses administrasi beres. “Duit itu bermanfaat untuk pegangan beberapa waktu ke depan,” kata Elok menceritakan pengalamannya, Kamis, 17 Februari lalu.

Sejak Agustus 2015, peserta yang berhenti kerja memang bisa mencairkan secara tunai dana JHT yang selama ini dibayarkan ke BP Jamsostek. Norma baru ini tertuang dalam Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT yang diteken Hanif Dhakiri, Menteri Ketenagakerjaan kala itu.

Direktur BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Maret 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Sejak saat itu, dampaknya bisa terbaca dari laporan keuangan BP Jamsostek. Klaim pembayaran manfaat JHT terus melonjak lima tahun terakhir. Sepanjang 2020, tahun pertama Covid-19 mewabah, BP Jamsostek kudu membayarkan klaim manfaat JHT sebesar Rp 33,1 triliun, naik 22,2 persen dibanding pada tahun sebelumnya.

Angkanya kembali menggelembung tahun lalu. Dalam penjelasan tertulis kepada Tempo, Jumat, 18 Februari lalu, Direktur Utama BP Jamsostek Anggoro Eko Cahyo menyebutkan nilai klaim JHT pada 2021 (unaudited) mencapai Rp 36,42 triliun. Meski demikian, Anggoro menegaskan bahwa kinerja program ini tak akan terganggu. Sebagian besar klaim JHT, dia menjelaskan, dapat ditutup oleh hasil investasi. “Dengan demikian, dana JHT dapat berkembang dengan baik,” ujarnya.

Anggota staf khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, juga pernah mengatakan kondisi keuangan BP Jamsostek sehat kendati banyak buruh mencairkan dana JHT setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau mengundurkan diri. “Secara keuangan, BPJS itu sehat. Pekerja yang resign atau kena PHK tidak menarik Jaminan Pensiun,” tutur Dita, Ahad, 13 Februari lalu. Dia menampik anggapan bahwa penerbitan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022, yang mengatur pencairan dana JHT ketika peserta berusia 56 tahun, dilatarbelakangi memburuknya kondisi pengelolaan dana oleh BP Jamsostek.

Di luar ribut-ribut regulasi baru pembayaran JHT, kinerja BP Jamsostek sebagai penyelenggara program dan pengelola dana memang dalam sorotan banyak kalangan. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), misalnya, mengungkap sejumlah persoalan dalam pengelolaan investasi BP Jamsostek pada 2018-2020.

Pemeriksaan itu menyoroti penempatan dana kelolaan BP Jamsostek dalam portofolio reksa dana dan saham. Tata kelola investasi BP Jamsostek dinilai belum sepenuhnya memadai, misalnya ketidakjelasan keputusan cut loss atau take profit, sehingga lembaga ini kehilangan kesempatan mengembangkan dana secara optimal.

Dalam laporan hasil pemeriksaan itu, BPK merekomendasikan BP Jamsostek merekomposisi kepemilikan reksa dana untuk mengantisipasi ketidakstabilan pasar dengan mempertimbangkan risiko dan hasil investasi yang lebih optimal. BP Jamsostek juga diminta memulihkan likuiditas dan solvabilitas program JHT minimal pada angka 100 persen.

Gara-gara urusan pengelolaan dana investasi pula BP Jamsostek hingga kini masih tersandera kasus dugaan korupsi. Sempat ramai menjadi perbincangan pada awal tahun lalu, penyidikan yang dilakoni Kejaksaan Agung hingga kini tak kunjung menunjukkan perkembangan. Tim penyidik masih berkutat pada pencarian bukti perbuatan melawan hukum atas unrealized loss atau kerugian yang belum terjadi.

Tempo belum mendapatkan informasi terbaru tentang penyidikan tersebut. Hingga Sabtu, 19 Februari lalu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi belum merespons permohonan klarifikasi Tempo.

Adapun Anggoro Eko Cahyo memastikan lembaganya telah mengikuti sejumlah rekomendasi BPK. BP Jamsostek menurunkan porsi saham dan reksa dana dalam total portofolio investasinya. Sebanyak 65 persen dari Rp 372,5 triliun dana investasi JHT per 31 Desember 2021, misalnya, ditempatkan ke instrumen obligasi—sekitar 92 persen di antaranya Surat Utang Negara. “Dalam kondisi ekonomi yang masih tidak stabil saat ini akibat pandemi, pilihan investasi lebih diarahkan pada instrumen yang memiliki risiko rendah, yaitu instrumen pendapatan tetap dan pasar uang,” kata Anggoro.

VINDRY FLORENTIN
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus