Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

BBM Nonsubsidi Serempak Naik Harga

Kenaikan harga BBM nonsubsidi terjadi pada hampir semua merek. Ada potensi migrasi konsumen yang paham akan kualitas BBM nonsubsidi.

4 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah kendaraan antre di SPBU Shell di Petukangan, Jakarta. TEMPO/Magang/Cristian Hansen

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Harga BBM di SPBU Shell, BP, dan Vivo meningkat setelah harga Pertamax naik.

  • Kenaikan harga BBM nonsubsidi sempat menyebabkan antrean di SPBU.

  • BPH Migas dan Pertamina membantah adanya kelangkaan BBM.

JAKARTA – Fadhila perlahan mengemudikan mobilnya menyusuri Jalan Jenderal Ahmad Yani, Jakarta Timur, Sabtu petang lalu. Perempuan berusia 28 tahun itu celingukan mencari stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) karena bensin di tangki mobilnya sudah menipis. Dia pun khawatir akan ada antrean panjang setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM atau bahan bakar minyak jenis Pertamax alias bensin oktan 92.

Saat melihat SPBU Pertamina, Fadhila bersiap belok. Namun warga Bekasi itu mengurungkan niatnya setelah melihat antrean yang cukup panjang. Akhirnya dia mengarahkan mobilnya ke Jalan Pemuda, Rawamangun, untuk menyambangi SPBU Shell dengan harapan di sana tak ada antrean.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sesampai di sana, Fadhila kaget melihat harga Shell Super oktan 92 yang dibanderol Rp 16.000 per liter. Sebelumnya, bensin setara Pertamax itu harganya Rp 13.990 per liter. "Jadi, jauh bedanya dengan harga Pertamax yang kini Rp 12.500 per liter," ujarnya kepada Tempo, kemarin. Ujung-ujungnya, Fadhila pun memilih mengantre di SPBU Pertamina yang letaknya tak jauh dari SPBU Shell.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengendara menunggu pengisian bahan bakar kendaraannya di SPBU Pertamina, Kuningan, Jakarta, 1 April 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Lain lagi dengan Jafriyal. Pengendara sepeda motor itu mencari SPBU non-Pertamina seperti milik Shell, Vivo, maupun BP-AKR agar tak perlu antre. Dia pun tak peduli dengan perbedaan harga BBM di SPBU tersebut. "Pertimbangan saya waktu, bukan harga," ujar pria yang berprofesi sebagai fotografer itu.

Jafriyal mengatakan sudah lama menjadi konsumen bahan bakar oktan 92. Dia telah mencicipi bensin keluaran Pertamina, Shell, hingga Vivo. Salah satu alasan dia memilih tak berlangganan beli bahan bakar di SPBU Pertamina adalah lantaran harus antre, terutama saat terjadi kenaikan harga BBM. "Padahal saya beli BBM non-subsidi, kalau harus antre panjang jadinya kesal, lebih baik pindah ke Shell atau Vivo," ujarnya.

Jumat lalu, Pertamina menaikkan harga Pertamax dari Rp 9.000-9.400 per liter menjadi Rp 12.500-13.500 per liter. Sedangkan harga Pertalite (oktan 90) masih tetap Rp 7.650 per liter karena mendapat semacam subsidi.

Sehari kemudian, Shell ikut menaikkan harga BBM. Harga Shell Super RON 92 naik dari Rp 12.990 menjadi Rp 16.000 per liter, Shell V-Power RON 95 dari Rp 14.500 menjadi Rp 16.500 per liter, Shell V-power Nitro+ RON 98 dari Rp 14.990 menjadi Rp 18.040 per liter, serta Shell V-Power Diesel dari Rp 13.750 menjadi Rp 18.100 per liter.

Harga sejumlah jenis BBM di SPBU BP dan Vivo juga naik. Harga BP 92 setara Pertamax Rp 12.990, naik dari sebelumnya Rp 12.500 per liter; harga BP 95 Rp 15.500, naik dari sebelumnya 13.900 per liter; dan BP Diesel Rp 14.990, naik dari sebelumnya Rp 13.500 per liter. Adapun harga BBM Vivo Revvo 89 Rp 8.900 per liter, Revvo 92 Rp 11.900 per liter, dan Revvo 95 dijual Rp 13.990, naik dari sebelumnya Rp 12.500 per liter.

Suasana SPBU VIVO di Cilangkap, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan

Kenaikan harga BBM sempat disambut dengan antrean pembeli di berbagai SPBU. Bahkan Jumat lalu sempat beredar kabar Pertalite langka karena konsumen Pertamax beralih memburu BBM yang lebih murah. Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH MIgas), Saleh Abdurrahman, membantah kabar itu.

Menurut dia, stok Pertalite mencukupi meski ada lonjakan konsumsi sesaat saja pasca-kenaikan harga Pertamax. “Ini mestinya selesai karena segera dilayani," ujar dia. Menurut Saleh, stok Pertalite pada 27 Maret lalu cukup untuk 15,7 hari; sedangkan ketahanan stok Pertamax 25,9 hari.

Pejabat sementara Sekretaris Perusahaan  Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, juga mengatakan stok Pertalite cukup. Dia meminta masyarakat melapor bila terjadi kekurangan stok di daerahnya. Ihwal migrasi konsumen ke produk lain, Irto optimistis BBM Pertamina masih menjadi pilihan utama masyarakat karena harganya lebih murah.

Vice President Corporate Relations Shell, Susi Hutapea, meyakini jumlah konsumennya terus bertambah seiring dengan semakin banyaknya SPBU Shell. "Kami juga menghadirkan promo-promo unik dan menarik untuk menarik lebih banyak pelanggan yang mencoba produk dan layanan kami," ujar dia.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, mengatakan peluang migrasi dari produk Pertamina ke produk-produk perusahaan lain sangat mungkin terjadi setelah kenaikan harga BBM jenis Pertamax. Sebab, kata dia, pengguna Pertamax adalah masyarakat menengah ke atas yang paham kualitas BBM. 

CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY | VINDRY FLORENTIN

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus