Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPPU mendalami keterkaitan kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dengan dugaan kartel.
Pengusaha kelapa sawit buka suara soal dugaan keterkaitan korupsi ekspor CPO dengan praktik kartel.
KPPU melayangkan 57 surat panggilan dalam proses penyelidikan.
JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bakal mendalami keterkaitan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah yang ditangani Kejaksaan Agung dengan dugaan praktik kartel minyak goreng, yang juga diselidiki KPPU. Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, mengatakan dugaan adanya pengaturan pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO), yang disangka melibatkan Lin Che Wei, makin menguatkan indikasi persekongkolan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deswin menduga kesepakatan itu bisa saja terjadi antar-pelaku usaha di pasar minyak goreng, baik antar-perusahaan maupun dikondisikan dengan kalangan tertentu. "Apakah ini berkaitan dengan penyelidikan kartel yang dilakukan KPPU? Bisa jadi berkaitan," ujar Deswin kepada Tempo, kemarin, 18 Mei. Untuk menentukan ada atau tidaknya keterkaitan itu, ia mengatakan lembaganya akan melihat kondisi dan waktu kejadian kasus tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejaksaan Agung menetapkan Lin Che Wei sebagai tersangka dalam kasus izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, di Kementerian Perdagangan. Dia disebut-sebut berperan dan merupakan sosok berpengaruh dalam pengambilan kebijakan izin ekspor minyak sawit mentah. Lin Che Wei menjadi tersangka kelima dalam kasus tersebut. Pada pertengahan April lalu, Kejaksaan menetapkan empat tersangka lainnya, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Indrasari Wisnu Wardhana; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; General Affairs PT Musim Mas, Togar Sitanggang; serta Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley Ma.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin sebelumnya mengatakan keempat tersangka diduga bermufakat melawan hukum sehingga terbit persetujuan ekspor CPO. Padahal seharusnya permohonan izin itu ditolak lantaran tidak memenuhi syarat pemenuhan pasar domestik atau domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen. Kejaksaan juga menduga persetujuan ekspor tetap keluar meskipun eksportir mendistribusikan CPO dan RBD olein dengan nilai yang tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau domestic price obligation (DPO).
Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean, mengatakan para investigator di lembaganya akan melihat ada atau tidaknya hubungan antara tidak dipenuhinya DMO 20 persen dan pengaturan agar pasokan minyak goreng di dalam negeri terbatas sehingga harganya tetap tinggi. KPPU juga akan melihat alasan para pelaku tidak mendistribusikan CPO dan olein sesuai dengan DPO, yaitu masing-masing Rp 9.300 per kilogram dan Rp 10.300 per kilogram.
"Nanti kami kaitkan mengapa mereka tidak mengikuti DPO. Apakah untuk mengefektifkan kartel? Sebab, kalau banyak barang minyak goreng Rp 14 ribu per liter di pasar dan permintaan tidak akan kuat, kartel tidak akan efektif," ujar Gopprera. Menurut dia, berbagai temuan dugaan penyelewengan dan pelanggaran yang tengah ditangani para penegak hukum akan coba dikaitkan dengan dugaan praktik kartel. "Apakah itu akan mengefektifkan dugaan kartel, akan kami kaitkan," ucapnya.
Menurut Gopprera, berbagai dugaan pelanggaran yang ditangani para penegak hukum bisa jadi berkelindan dengan upaya mengefektifkan praktik kartel minyak goreng. Misalnya penyelewengan terhadap ketentuan pemenuhan pasar domestik (DMO) dan DPO hingga penyelewengan ekspor dengan menggunakan kode harmonized system (HS) bahan baku minyak goreng lainnya. Di samping itu, KPPU akan mendalami perilaku produsen yang tidak memenuhi volume kontrak produksi minyak goreng curah hingga fenomena tak kunjung turunnya harga minyak goreng curah di pasar. Padahal harga tandan buah segar (TBS) sawit dari petani terus anjlok. "Kalau harga TBS anjlok, seharusnya harga CPO juga turun. Tapi seberapa besar dampak pada harga minyak goreng di pasar, juga tidak terlalu bergerak," kata Gopprera.
KPPU menyatakan akan mendalami perilaku para produsen itu dengan menilik laporan keuangan masing-masing perusahaan. Dengan upaya tersebut, lembaga pengawas persaingan usaha itu berharap bisa segera mendapat alat bukti baru untuk membawa kasus ini ke persidangan.
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto (tengah) dan jajarannya menyaksikan barang bukti minyak goreng saat pengungkapan kasus ekspor ilegal minyak goreng di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, 12 Mei 2022. ANTARA/Moch. Asim
Sejak penyelidikan dimulai pada 30 Maret lalu, KPPU melayangkan 57 surat panggilan kepada berbagai pihak. Sebanyak 35 panggilan dilayangkan kepada produsen, tapi baru 14 panggilan yang dipenuhi. "Beberapa produsen yang tidak hadir meminta dijadwalkan ulang karena tidak dapat hadir memenuhi pemanggilan sesuai dengan waktu pada surat panggilan," kata Gopprera.
Selain kepada produsen, 11 panggilan dilayangkan kepada distributor, tapi baru enam panggilan yang dipenuhi. Dari lima surat panggilan kepada perusahaan pengemasan, baru tiga yang dipenuhi. Selain itu, KPPU telah memanggil Kementerian Perdagangan dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia untuk mendalami kasus tersebut. KPPU pun telah mendalami dugaan kasus tersebut dari empat asosiasi terkait. "Memang ada beberapa hambatan yang kami alami dalam proses penyidikan. Para pihak itu banyak yang meminta penjadwalan ulang. Lalu mereka ada yang hadir, tapi tidak memahami persoalan sehingga kami menjadwalkan ulang," ujar Gopprera.
Selain itu, kata Gopprera, masih ada pihak yang belum menyampaikan data yang diminta KPPU. Ia mengatakan tenggat waktu penyelidikan itu 60 hari sejak dimulai atau hingga 5 Juli 2022. Namun penyelidikan bisa diperpanjang apabila dibutuhkan. "Terlapornya cukup banyak. Kami akan mencoba mencari alat bukti, termasuk melalui saksi-saksi," kata dia. Gopprera berharap semua pihak kooperatif menghadiri panggilan serta menyampaikan informasi, surat, dan dokumen yang diminta agar tidak menghambat proses penyelidikan.
Adapun Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, Eddy Martono, tak berkomentar banyak ihwal dugaan adanya keterkaitan korupsi ekspor CPO yang ditangani kejaksaan dengan dugaan kartel minyak goreng yang diusut KPPU. "Silakan saja yang berwenang menyelidiki apakah benar dugaan itu," kata Eddy.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy, Tungkot Sipayung, meminta KPPU segera mengungkap dugaan kartel tersebut jika memang ada. "Jangan mencurigai terus. Yang sudah menjadi fakta adalah terjadi penyeludupan minyak goreng dan bahan bakunya, sebagaimana diumumkan Bea-Cukai dan TNI AL," ujar Tungkot. Ia mengatakan penyelundupan saat ini sangat logis terjadi karena disparitas harga dunia dengan harga dalam negeri sangat besar.
Pakar kebijakan publik dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, meminta agar penyelewengan hukum dalam sengkarut minyak goreng itu ditindak tegas lantaran dampak kerusakan yang ditimbulkan di dalam negeri cukup besar. Ia pun mengingatkan pemerintah bahwa saat ini pasar minyak goreng berbentuk oligopoli atau ditentukan oleh sedikit pihak. "Selama bentuk pasarnya adalah oligopoli, selama itu juga pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Seharusnya hal ini sudah disadari oleh pemerintah sejak awal," kata Nur Hidayat.
CAESAR AKBAR | ANT
Baca juga: Maju-Mundur Larangan Ekspor CPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo