Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Temuan LPSK Setelah Memeriksa Saksi

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memperoleh berbagai keterangan saksi yang menguatkan dugaan terjadinya tindakan kekerasan aparat dalam tragedi Kanjuruhan. Presiden Jokowi menunggu hasil laporan Tim Gabungan pada hari ini.

14 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Suporter Arema FC (Aremania), Kevia Naswa Ainur Rohma menunjukkan matanya yang masih memerah akibat menjadi salah satu korban Tragedi Kanjuruhan di Kedungkandang, Malang, Jawa Timur, 12 Oktober 2022. ANTARA/Ari Bowo Sucipto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • LPSK mengumpulkan keterangan puluhan saksi dan korban yang mengetahui tragedi di Stadion Kanjuruhan.

  • Sebanyak 20 orang mengajukan permohonan perlindungan sebagai saksi dan korban.

  • Kontras melihat kepolisian berupaya lepas tanggung jawab.

JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memperoleh berbagai keterangan saksi yang menguatkan dugaan terjadinya tindak kekerasan aparat, khususnya anggota kepolisian. Sebanyak 20 orang mengajukan permohonan perlindungan untuk mengungkap tragedi Kanjuruhan, Malang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LPSK mengumpulkan keterangan puluhan saksi dan korban yang mengetahui tragedi di Stadion Kanjuruhan. Dari jumlah tersebut, 13 di antaranya dimintai keterangan untuk menggambarkan keseluruhan peristiwa: dari saksi yang berada di kursi VIP (very important person), tribun 1-14. “Saksi P-1 mengalami dua kali penolakan oleh polisi ketika hendak memasukkan korban ke ambulans Polri,” ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, di Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LPSK menggunakan penanda P-1 hingga P-13 sebagai pengganti nama para saksi yang dimintai keterangan. Edwin menjelaskan kesaksian seorang berinisial P-1 tersebut merupakan satu dari puluhan korban yang berhasil diidentifikasi. Tragedi Kanjuruhan mengakibatkan 132 suporter meninggal. Selain korban meninggal, ada 596 orang luka ringan dan sedang, serta 26 orang lainnya luka berat.

Laga derbi Arema FC melawan Persebaya Surayaba berakhir ricuh ketika suporter Aremania ditengarai diserang oleh tentara dan polisi pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Pada malam tragis itu, suporter menerima pukulan dan tembakan gas air mata dari aparat. Dampaknya, ribuan penonton yang berada di tribun berhamburan berupaya keluar dari stadion. Para korban berdesakan dan kehabisan oksigen karena menghirup gas air mata serta terinjak-injak oleh suporter lainnya. 

LPSK lantas mengumpulkan sejumlah video yang beredar di media sosial, termasuk rekaman video yang didapat dari para saksi di lapangan. Satu di antaranya video berdurasi 16 menit 26 detik yang berisi rekaman ketika laga Arema FC melawan Persebaya baru saja usai hingga kericuhan terjadi. “Gambaran yang kami sampaikan ini kami sebut sebagai Fakta 16.26 karena peristiwa ini berlangsung dalam 16 menit dan 26 detik,” ucap Edwin. 

Keterangan Video Menit per Menit

Dari video yang didapatkan LPSK, pertandingan usai persis pada pukul 21.59 WIB. Kala itu aparat yang terdiri atas stewards dan TNI-Polri sudah tidak terlihat berjaga di area tribun 7 dan 8. Padahal semestinya mereka terus berjaga mengelilingi stadion di area ring 1 atau pembatas dinding suporter dan lapangan.

Dalam keadaan kosong tanpa penjagaan, pada pukul 22.03.26 WIB, seorang suporter terlihat pertama kali masuk ke lapangan. Penonton tersebut berupaya menyapa dan menyalami pemain Arema FC, tapi berhasil dihalau petugas keamanan di tengah lapangan. Disusul kemudian suporter kedua yang berhasil masuk ke lapangan dan memeluk pemain Arema FC. “Hingga pukul 22.04.51 WIB, tidak ada yang mengkhawatirkan ketika makin banyak penonton yang masuk ke lapangan dari arah tribun 8,” kata Edwin. 

Beberapa saat setelahnya, terdapat seseorang yang diduga suporter berlari ke arah penjaga gawang Arema FC, Adilson Maringa, sambil menghantamkan pukulan. Dalam kesempatan terpisah, Adilson, yang sedang berjalan menuju ruang ganti, mengatakan ditinju di bagian perut. Sejak itu, massa yang berada di tribun berhamburan menuju tengah lapangan. 

Suporter Arema FC (Aremania) Bagas Satria yang menjadi salah satu korban menunjukkan foto rontgent kakinya yang patah akibat padaTragedi Kanjuruhan di Kedungkandang, Malang, Jawa Timur, 12 Oktober 2022. ANTARA/Ari Bowo Sucipto

Pada pukul 22.05.35 WIB, Edwin melanjutkan, LPSK mendapati rekaman yang mempertontonkan flare atau suar yang menyala di area VIP Stadion Kanjuruhan. Beberapa menit berikutnya, mulai ada kekerasan yang dilakukan oleh aparat berseragam di sisi selatan stadion atau di sekitar tribun 8-14. Aparat keamanan tampaknya menghajar suporter dengan pentungan dan tameng.

Seiring waktu terus berjalan, pada pukul 22.09.08 mulai terdengar suara tembakan gas air mata yang dilesatkan ke arah sisi selatan stadion, yakni di area tribun 12 dan 13. Tembakan itu diikuti rentetan tembakan lainnya dengan jumlah lebih dari tujuh kali. Disusul kemudian lontaran tembakan gas air mata ke arah utara stadion. Tak lama berselang, rentetan tembakan kedua dilontarkan oleh aparat berseragam yang menggunakan helm dan rompi warna hijau-kuning.

Rentetan tembakan tersebut menghasilkan kepulan asap gas air mata yang menuju area tribun 10, 11, 12, 13, dan 14. Hal itu diduga mengakibatkan banyak korban jiwa di sisi selatan stadion. LPSK mengatakan, apabila membaca dokumen rencana pengamanan Polri, tidak ditemukan tentang alat pengamanan apa saja yang disiapkan untuk dibawa aparat yang bertugas. “Termasuk tidak ditemukan apakah diperbolehkan menggunakan gas air mata,” ujar Edwin.

Edwin juga mendapati Kepala Kepolisian Resor Malang, Ajun Komisaris Besar Ferli Hidayat, tidak mengetahui aturan Federasi Sepak Bola Internasional atau Federation Internationale de Football Association (FIFA) ihwal larangan penggunaan gas air mata di dalam stadion. Ferli bahkan dalam arahannya kepada bawahannya tidak menyebutkan larangan penggunaan gas air mata. Ferli diketahui hanya menyebutkan larangan penggunaan senjata api dan tidak melakukan kekerasan secara eksesif. 

Pada malam nahas tersebut, kepolisian sebenarnya menyiapkan 2.034 personel gabungan. Mereka terdiri atas personel TNI dan Polri, Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemadam Kebakaran, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan 250 petugas steward. Namun para petugas yang berjaga justru ditemukan diduga melakukan kekerasan terhadap penonton. 

Kesaksian seorang penonton berinisial P-13 menyebutkan ia tertembak peluru gas air mata di bagian dada ketika berada di tribun 13. Peluru gas air mata lantas diambil dan dilemparkan kembali ke lapangan. Sedangkan saksi lain berinisial P-11 dan P-12 menyaksikan tembakan gas air mata ke arah tribun 12. Kedua saksi itu berupaya keluar dari stadion, tapi tidak berhasil karena tertumpuk. “P-12 sempat pingsan, dia dibantu P-11 menuju ambulans dan sempat mengalami pemukulan dan dihardik polisi.”

20 Pemohon Perlindungan

Maneger Nasution, Wakil Ketua LPSK lainnya, menyatakan sejauh ini mereka sudah mendapatkan 20 permohonan perlindungan sebagai saksi dan korban atas peristiwa tragedi Stadion Kanjuruhan. Para saksi dan korban meminta perlindungan untuk membantu pengungkapan tragedi ini dengan jaminan keamanan dari negara. “Dari jumlah itu, yang sudah di BAP (berita acara pemeriksaan) sebagai saksi ada dua orang,” ucap Nasution.  

Sebanyak 20 pemohon tersebut terdiri atas 3 anak-anak dan 17 orang dewasa. Mereka merupakan saksi sekaligus korban. Nasution sampai saat ini juga masih membuka posko pengaduan bagi saksi dan korban untuk mengadu ke lembaganya.

Tak hanya menyelisik keterangan dari para suporter, LPSK juga menyelidiki 32 rekaman kamera closed-circuit television (CCTV) yang ada di sekeliling stadion. Dari kamera pengawas tersebut, LSPK bakal mengidentifikasi saksi dan korban dalam tragedi tersebut. Tujuannya memberi perlindungan dan restitusi bagi korban, terutama mereka yang mengalami kerugian fisik, materiil, hingga harta benda lainnya.

Adapun Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, mengklaim tidak ada satu pun korban yang meninggal akibat tembakan gas air mata. Hal itu merujuk pada keterangan para ahli yang sudah diperiksa polisi. “Tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata,” kata Dedi. 

Menurut Dedi, korban tewas akibat kekurangan oksigen di dalam stadion. Apalagi suporter tengah berdesak-desakan di area pintu keluar stadion. Dia mengatakan ratusan orang yang meninggal paling banyak ditemukan berdesakan di area pintu tribun 3, 11, 13, dan tribun 14. Adapun zat gas air mata, menurut dia, hanya menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan gangguan pada sistem pernapasan.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar, melihat kepolisian berupaya lepas tanggung jawab dari tindak kejahatan yang mereka lakukan terhadap para suporter. “Narasi yang diusung Polri adalah upaya untuk menghindari tanggung jawab,” ujarnya. Narasi yang dibangun, kata dia, dari kejadian di Stadion Kanjuruhan adalah kerusuhan, penembakan gas air mata sesuai dengan prosedur, dan zat gas air mata yang tidak mengakibatkan kematian. 

Menurut Rivanlee, pernyataan tersebut justru menunjukkan bahwa kepolisian sedang menutupi skandal kebrutalan anggotanya sendiri dalam insiden Stadion Kanjuruhan. Dia mengatakan kematian 132 suporter tidak akan terjadi tanpa adanya gas air mata yang ditembakkan oleh polisi di dalam stadion. Gas air mata inilah yang mengakibatkan penonton mengalami sesak napas, panik, bahkan terinjak-injak karena berebut keluar dari stadion.

Untuk mengungkap kasus ini, pemerintah telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan. Tim yang dipimpin Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. itu bertugas menelusuri tragedi kematian di Stadion Kanjuruhan. Presiden Joko Widodo mengatakan bakal menagih hasil temuan dari TGIPF. "Baru besok pagi Tim melaporkan ke saya. Jadi, saya baru bisa menyampaikan besok siang," ujar Jokowi. 

Mahfud sebelumnya juga menyebutkan, Tim Gabungan akan menyerahkan hasil investigasi dan rekomendasinya kepada Presiden Jokowi pada Jumat, 14 Oktober 2022. Sebelumnya, Tim Gabungan menargetkan akan menyelesaikan investigasi tragedi Kanjuruhan dalam waktu sebulan. Namun Presiden Jokowi meminta rekomendasi hasil investigasi bisa selesai dalam dua pekan sejak tim dibentuk pada 3 Oktober 2022. Hasil investigasi ini akan menjadi rujukan pemerintah untuk melakukan berbagai langkah hukum.

AVIT HIDAYAT | FAJAR PEBRIANTO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus