Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Pondok Pesantren Al-Ihya Ulumaddin menampung sejumlah korban kekerasan seksual.
Pengasuh Al-Ihya Ulumaddin menginisasi rumah aman bagi korban kekerasan seksual dan KDRT.
Hanifah Muyasarah berupaya mendobrak berbagai ketimpangan yang dialami santri perempuan.
DENGAN suara tercekat, Nadia—bukan nama sebenarnya—mengisahkan pertemuannya dengan Hanifah Muyasarah, sekitar 16 tahun lalu. Kepada pemimpin dan pengasuh Pondok Pesantren Putri Al-Ihya Ulumaddin, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, itu, Nadia mengaku ingin melupakan kekerasan seksual yang dialaminya dan melanjutkan pendidikan setingkat sekolah menengah atas.
“Saya ingin bersekolah seperti teman-teman lain tanpa ada yang tahu masa lalu saya,” kata Nadia kepada Tempo, Ahad, 24 April lalu. Menurut Nadia, Muyasarah lalu menawarinya masuk pondok pesantren yang diasuhnya di Kesugihan Kidul, Kecamatan Kesugihan. Ia pun serta-merta menyetujuinya.
Muyasarah membenarkan adanya pertemuan yang diadakan di rumah seorang petugas Dinas Pemberdayaan dan Anak Kabupaten Cilacap tersebut. Kala itu, ia melihat Nadia yang masih duduk di kelas III sekolah menengah pertama mengalami trauma hebat akibat pemerkosaan. Berhari-hari Nadia disekap dan diperkosa bergantian oleh empat laki-laki.
Dua pemerkosa Nadia telah dijebloskan ke penjara. Namun dua pelaku lain tak dijerat hukuman apa pun. Kepada Nadia, Muyasarah berjanji memberikan perlindungan dari para pelaku yang bisa mengancam dan mengulangi pemerkosaan. Perempuan 52 tahun itu pun menyatakan peristiwa yang dialami Nadia akan menjadi rahasia mereka.
Muyasarah berjanji tidak akan membeberkan identitas dan peristiwa Nadia kepada siapa pun. Tujuannya, melindungi Nadia dari perisakan dan trauma yang lebih dalam. Nadia pun setuju mondok di Pesantren Al-Ihya Ulumaddin.
Nadia melanjutkan studinya sambil terus mendapatkan pendampingan psikolog untuk memulihkan traumanya. Ia pun menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan di pondok. Menurut Nadia, Muyasarah tanpa henti mendampinginya dan memberikan nasihat agar ia tak tenggelam dalam keterpurukan dan perasaan tersakiti.
Adapun Muyasarah menilai Nadia masih dikekap rasa depresi dan syok. Remaja putri itu jarang memandang orang lain dan lebih sering menundukkan kepala dalam-dalam. Duduknya pun meringkuk.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo