Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Arsip

Berita Tempo Plus

Rumah Aman Nyai Gender

Pengasuh Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, Afwah Mumtazah, mendedikasikan lembaga pendidikannya sebagai rumah aman bagi korban kekerasan seksual. Merombak model pendidikan untuk kesetaraan santri perempuan.

30 April 2022 | 00.00 WIB

Nyai Afwah Mumtazah saat mengajar di Pondok Pesantren Kempek, Desa Kempek, Kecamatan Gempol, Kabapaten Cirebon, Jawa Barat, 21 April 2022. TEMPO/Subekti
Perbesar
Nyai Afwah Mumtazah saat mengajar di Pondok Pesantren Kempek, Desa Kempek, Kecamatan Gempol, Kabapaten Cirebon, Jawa Barat, 21 April 2022. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Ringkasan Berita

  • Pondok Pesantren Kempek Cirebon menyediakan rumah aman bagi korban kekerasan seksual.

  • Merintis kesetaraan santri perempuan dan laki-laki untuk mempelajari kitab kuning.

  • Sempat ditentang pengajar lain.

HALIMATUS Sakdiyah masih tak dapat melupakan peristiwa yang terjadi pada Oktober 2016. Kala itu, ia menerima panggilan telepon dari pengasuh Pondok Pesantren Kempek Cirebon, Jawa Barat, Afwah Mumtazah. Awalnya, Halimatus mengira akan menerima kabar tentang putrinya yang sedang nyantri di Kempek.

Ternyata, Afwah meminta Halimatus menampung seorang bayi laki-laki. Halimatus seorang pengasuh Pondok Pesantren Yatim dan Dhuafa Manba’ul Khairaat, Bogor, Jawa Barat. Ibu sang jabang bayi adalah seorang mahasiswa. “Setelah dia melahirkan, Bu Nyai bingung bayinya mau dibawa ke mana. Ya sudah, bawa ke tempat saya saja,” kata Halimatus pada Selasa, 25 April lalu.

Afwah, 48 tahun—yang kerap disapa Nyai—membenarkan cerita ini. Ia mengisahkan sang ibu muda, Nina—bukan nama sebenarnya, ingin merampungkan kuliahnya di jurusan farmasi salah satu kampus di Malang, Jawa Timur. Halimatus setuju. Afwah membawa bayi laki-laki yang masih berusia sembilan hari itu ke pesantren Halimatus di Parung, Bogor.

Baca: Kisah Pengasuh Pondok Pesantren Menyadarkan Kesetaraan Gender Lewat Dakwah

Kisah di balik kelahiran bayi itu cukup menyedihkan. Ayah Nina enggan merawat sang cucu karena lahir di luar pernikahan. Ia bersama istrinya membawa Nina yang tengah hamil enam bulan ke Pesantren Kempek dalam kondisi kalut. “Kalau Nina tinggal di rumah, mereka khawatir tetangga jadi tahu. Ya sudah, tinggal di pondok saja,” ujar Afwah.

Halimatus dan Afwah kompak mengatakan alasan mereka menerima Nina dan bayinya adalah kemanusiaan. Apalagi Nina menolak dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.

Menurut Afwah, Nina dan pria tersebut pertama kali bertemu di sebuah restoran di Malang, Jawa Timur. Setelah menyantap makanan, Nina merasa pusing. Ia dibawa ke suatu tempat lalu disetubuhi. “Dia dikasih obat supaya tidak sadar. Dia korban pemerkosaan,” kata Afwah.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita sedang menempuh Magister Kebijakan Publik di Universitas Indonesia. Alumni Executive Leadership Program yang diselenggarakan oleh Asian American Journalists Association (AAJA) Chapter Asia pada 2022 fellowship dari Google News Initiative. Menyabet Juara 1 Kategori Investigasi ExcEl Award (Excellence in Election Reporting in Southeast Asia) 2021 dan 6 Finalis Kategori Media Besar Global Shining Light Awards 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus