Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Serempak Membela Warga Wadas

Sejumlah organisasi dan pegiat memprotes tindakan polisi terhadap warga Wadas, Purworejo, dengan membanjiri pelbagai kanal di media sosial. Polisi menepis anggapan telah bertindak represif.

10 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) memasang spanduk saat melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Sleman, Yogyakarta, 6 Januari 2022. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Berbagai organisasi buruh dan kemahasiswaan hingga Jaringan GusDurian aktif memprotes cara-cara represif pemerintah melalui media sosial.

  • Lonjakan protes di Twitter terjadi pada Selasa petang.

  • Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. mengklaim menerima informasi bahwa warga Wadas dalam keadaan tenang dan damai.

JAKARTA – Gelombang sikap dan rasa solidaritas datang serempak membela warga Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah. Sejumlah organisasi keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, bersama partai politik, organisasi buruh, mahasiswa, serta para aktivis membanjiri pelbagai kanal di media sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mereka satu suara mengutuk tindakan polisi dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dianggap melakukan kekerasan, intimidasi, dan penangkapan terhadap warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, akibat menolak pertambangan batu andesit untuk kebutuhan proyek Bendungan Bener.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan sikap serta mengkritik tindakan kepolisian dan pemerintah yang menangkap warga Wadas. Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi mendesak aparat dan pemerintah setempat agar menggunakan pendekatan dialog guna menyelesaikan penolakan warga terhadap tambang tersebut. "Hindari kekerasan yang merugikan para pihak dan menimbulkan mafsadah atau kerusakan," kata Fahrur, kemarin.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengkritik dan menyebut penangkapan dan intimidasi terhadap warga Wadas sebagai bagian dari teror aparat negara. Muhammadiyah berjanji menerjunkan tim hukum untuk membantu advokasi warga Wadas agar mendapat hak dalam proyek pembangunan Bendungan Bener. Selain itu, sejumlah politikus partai, seperti Partai Kebangkitan Bangsa, Partai NasDem, Partai Amanat Nasional, Partai Gerindra, dan Partai Rakyat Adil Makmur, turut menyampaikan protes di berbagai kanal media massa.

Aparat kepolisian berjaga di depan Masjid Nurul Huda, tempat penangkapan warga yang menolak rencana penambangan batu andesit dan pembangunan Bendungan Bener, di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, 9 Februari 2022. TEMPO/Shinta Maharani

Berbagai organisasi buruh, kelompok mahasiswa, hingga Jaringan GusDurian juga aktif memprotes cara-cara represif pemerintah melalui media sosial. Pendiri Drone Emprit and Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, mengatakan gerakan masif dari publik muncul melalui akun-akun organik di Twitter. Mereka mengkritik dan menyerang kebijakan represif Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kepolisian Daerah Jawa Tengah. "Mereka itu organik, terlihat dari jaringan @GusDurians yang turut mengangkat isu ini. Tokoh yang paling banyak disinggung adalah @Ganjarpranowo," demikian ditulis Ismail melalui akun Twitter-nya.

Lonjakan protes di Twitter terjadi pada Selasa petang lalu, ketika insiden penangkapan 66 warga Wadas berlangsung. Kurang dari 24 jam, terdapat 17.408 cuitan yang mengangkat sejumlah persoalan di Wadas. Sebagian besar warganet memasang tagar gerakan #WadasMelawan, #StopAparatMasukWadas, #StopPengukurandiWadas, dan berbagai tagar lainnya. Mereka juga secara aktif merujuk laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Yogyakarta, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), serta dari berbagai laporan organisasi lainnya.

Kekisruhan terjadi di Desa Wadas sejak awal pekan ini. Sejumlah warga Wadas ditangkap lantaran berkukuh menolak lahannya diukur dan dibebaskan untuk penambangan batu andesit. Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya digunakan untuk material keperluan proyek Waduk Bener di Kabupaten Purworejo.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. berupaya meredam gejolak ini dengan menggelar konferensi pers. Dia menyebutkan sudah menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pejabat dan bertemu secara tertutup dengan pemimpin Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). "Semua informasi dan pemberitaan yang menggambarkan seakan-akan terjadi suasana mencekam di Desa Wadas itu sama sekali tak terjadi," tutur Mahfud.

Berdasarkan laporan yang dia terima, masyarakat Wadas dalam keadaan tenang dan damai. Situasi terakhir di Wadas juga sudah kondusif. Seluruh warga yang sempat ditangkap polisi sudah dilepaskan. Dia menjamin warga Wadas telah kembali ke rumah masing-masing. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menyebutkan peristiwa pengukuran lahan, yang sebelumnya dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Jawa Tengah bersama Kepolisian Daerah Jawa Tengah, sama sekali tidak menimbulkan korban atau penyiksaan.

Mahfud mengatakan pengamanan pengukuran lahan di lapangan sempat memicu gesekan. Namun itu terjadi karena adanya kerumunan antara warga yang pro dan yang kontra terhadap pembangunan proyek strategis nasional Bendungan Bener. Pemerintah, kata dia, bakal terus melanjutkan rencana pengukuran lahan di Wadas dengan didampingi pengamanan yang persuasif dan mengutamakan dialog. "Penolakan sebagian masyarakat itu tidak akan berpengaruh secara hukum karena tak ada pelanggaran pada pelaksanaan pembangunan atau penambangan batu andesit di Desa Wadas."

Kepala Divisi Humas Markas Besar Kepolisian, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, menepis anggapan bahwa kepolisian bertindak represif terhadap warga Wadas. Dia menyebutkan peristiwa bentrokan di Wadas dipicu oleh situasi pro-kontra sesama warga atas rencana proyek Bendungan Bener. "Tujuan proyek bendungan adalah meningkatkan kesejahteraan para petani dengan tersedianya air dan irigasi teknis," ucap dia.

Warga Desa Wadas menggelar acara pentas seni menolak tambang batuan andesit di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 1 Januari 2022. TEMPO/Shinta Maharani

Dedi menyatakan terdapat 617 warga yang memiliki lahan di Desa Wadas, yang nantinya dibeli pemerintah dengan harga tinggi. Dari jumlah itu, 317 warga sudah memutuskan menerima lahannya diambil alih pemerintah sebagai area pertambangan andesit. Adapun sisanya masih belum setuju atas rencana pemerintah tersebut. Ia menjelaskan, warga yang menolak telah diajak berdialog oleh pemerintah setempat, dan dengan menggandeng Komnas HAM sebagai mediator.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta maaf atas penangkapan puluhan warga di Desa Wadas. Mereka ditangkap polisi ketika Badan Pertanahan Nasional mengukur lahan rencana penambangan material Bendungan Bener di Wadas. "Kami sudah sepakat bahwa masyarakat yang diamankan kemarin, hari ini akan dilepas untuk dipulangkan," ujarnya.

Ganjar mengatakan telah membuka ruang dialog selama proses rencana penambangan batuan andesit di Wadas tersebut, termasuk melibatkan Komnas HAM untuk menjembatani warga yang menolak dan mendukung. "Kami minta mereka yang setuju dan belum setuju hadir. Tapi kemarin, saat digelar dialog, warga yang belum setuju tidak hadir," ia menyebutkan.

Menanggapi hal itu, pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Asfinawati, mengatakan pemerintah secara sengaja membungkam hak-hak sipil warga Wadas yang memperjuangkan hidupnya karena terancam digangsir menjadi area pertambangan. "Polisi dan pemerintah mencoba memanipulasi fakta bahwa seolah-olah tidak ada penangkapan, pembungkaman, dan menakut-nakuti warga," ucap Asfinawati.

Mantan Direktur YLBHI ini sumringah ketika aksi represif pemerintah dibalas dengan munculnya kecaman dari berbagai kalangan. Asfinawati menilai gerakan sipil tersebut berjejaring dan membangun gerakan solidaritas untuk menunjukkan kesadaran bahwa kampung mereka bakal senasib dengan Wadas jika terus membiarkan praktik represif pemerintah.

AVIT HIDAYAT | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus