Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bambang Hendarso Danuri: Polly Mengkondisikan Pembunuhan

16 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPANJANG pekan lalu, polisi yang satu ini berlaku bagai asap: muncul sedikitsedikit, lalu menghilang. Kamis lalu, ia menemui istri almarhum Munir, Suciwati, dan sejumlah aktivis Kontras—lembaga swadaya masyarakat untuk orang hilang—guna menjelaskan temuan terbaru polisi dalam kasus aktivis hak asasi manusia Munir. Setelah itu ia memberikan sedikit keterangan pers. Keesokannya, di kantornya di Markas Besar Kepolisian RI, ia kucingkucingan dengan wartawan setelah menyerahkan bukti baru kasus ini ke Kejaksaan Agung.

Dia adalah Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Lelaki 55 tahun itu tampaknya ”menyimpan” rahasia besar tentang siapa pembunuh Munir yang sesungguhnya. Semula banyak orang pesimistis ketika Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Sutanto mengumumkan dua inisial nama sebagai tersangka kasus pembunuhan Munir: IS dan R. Polisi dituduh hanya berkutat pada kasus pemalsuan surat yang melibatkan dua mantan petinggi Garuda itu.

IS adalah Indra Setiawan, mantan Direktur Utama Garuda, dan R adalah Rohainil Aini, mantan pejabat pendukung operasional penerbangan di perusahaan yang sama. Merekalah yang dituduh bertanggung jawab atas pembuatan surat penugasan bertanggal mundur bagi Pollycarpus Budihari Priyanto untuk terbang ke Singapura pada 6 September 2004. Pollycarpus sempat diadili dengan tuduhan membantu pembunuhan Munir hingga diganjar hukuman 14 tahun penjara. Namun Mahkamah Agung membebaskannya.

Dua hari setelah pengumuman Kepala Polri, Bambang Hendarso menjawab pesimisme publik itu. Katanya, polisi memiliki bukti baru yang bisa menjerat Indra dan Rohainil. Bukan dalam kasus pemalsuan surat tugas. ”Tapi mereka dijerat dengan pasal perbantuan pembunuhan,” katanya.

Bambang adalah reserse yang kenyang pengalaman. Ketika menjadi Kepala Kepolisian Sumatera Utara, ia getol menangkap pembalak liar. Sebelumnya ia pernah menjadi kepala serse di tiga daerah ”rawan”: Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa Timur. Ia kini menangani kasus Munir—kasus yang jadi sorotan publik dalam dan luar negeri. Jumat pekan lalu, kepada Dimas Adityo dan Sunariah dari Tempo, Bambang berbicara.

Apa bukti baru yang diperoleh polisi?

Begini. Awalnya PC (Pollycarpus—Red.) ditunjuk menjadi aviation security, padahal dia tidak punya kompetensi dan kemampuan untuk itu. Dalam proses pengungkapan, diketahui bahwa dia tidak memiliki kerjaan yang berhubungan dengan aviation security sama sekali. Jadi, di situ awalnya. Nanti perencanaannya akan terungkap, terutama dengan ditangkapnya IS (Indra Setiawan—Red.) dan RA (Rohainil Aini—Red.).

Mengapa mereka dianggap terlibat pembunuhan?

Mereka melengkapi dokumen untuk memperlancar proses penerbangan. Yang seharusnya orang tidak boleh terbang, dia bisa terbang. Itu semua ada dokumennya. IS lalu mencoba mematahkan sejumlah keterangan. Ada yang dihilangkan dan lainlain. Itu peran dari mereka yang ada di Garuda.

Apa yang diharapkan penyidik dari mereka?

Setelah mereka kami tangkap, lalu diperiksa, pasti akan terkuak. Kenapa? Karena kami sudah tahu motifnya. Jadi akan terkuak nanti mengenai siapa, kenapa begini. Akhirnya nanti semua akan bicara, lalu diketahui bagaimana perencanaan awalnya.

Mengapa tidak dari dulu mereka dijadikan tersangka?

Dulu, ini belum tersentuh. Tetapi kami tidak menyalahkan penyidik sebelumnya, karena penyidikan sebelumnya diawali analisis dari tim ahli yang hanya menyebutkan spesifikasi racun arsen. Jadi, menghitung intake (masuknya racun) berdasarkan asumsi, bukan dari analisis. Sekarang tim ini memeriksakan lagi organ tubuh Munir ke luar negeri.

Apa hasilnya?

Dengan pemeriksaan di luar negeri, kami tahu arsen untuk membunuh Munir berjenis S3. Terus kami panggil tiga orang ahli untuk menghitung dengan SigmaSigmaSigma (S3). Akhirnya bisa dihitung. Dari dua setengah jam menjelang mendarat di Bandara Schiphol, Belanda, lalu mundur. Bisa dihitung intakenya ada di Bandara Changi, Singapura. Mengapa? Karena dengan arsen S3 itu bisa disimpulkan bahwa racun bereaksi 30 dan 60 menit setelah diminumkan.

Kesimpulan itu bisa menunjukkan siapa pelaku pembunuhan?

Justru ini yang penting. Selama ini, PC selalu menyatakan bahwa sampai di Changi ia langsung ke hotel. Padahal semua saksi melihat dia ada di Changi. Bahkan hingga pesawat menuju Amsterdam boarding, dia tetap bersama Munir. Setelah itu dia baru menghilang. Seandainya seseorang bisa dua kali diadili untuk kasus yang sama, dia sudah saya tahan.

Mengapa?

PC terbang ke Singapura tidak hanya sekali—pada 6 September 2004 bersama Munir. Sebelumnya dia sudah berangkat duluan, terus balik lagi (ke Jakarta) dan ikut penerbangan bersama (Munir). Jadi, dia siap untuk mengkondisikan pembunuhan. Nggak ujugujug, kan? Lalu pilot kan ada ribuan, tapi kenapa harus Pollycarpus? Juga, kenapa tidak melalui prosedur?

Apa motif pembunuhan sejauh ini?

Jangan dulu. Nanti setelah IS dan RA diperiksa, ikuti saja deh. Sore ini (Jumat sore) anakanak (penyidik) akan menangkap mereka. Siangmalam ini akan kami periksa dia. Baru ”Indonesia Raya” (nyanyian atau pengakuan) akan muncul. Itu pasti. Tidak mungkin tidak, karena kami sudah tahu motifnya.

Betulkah Anda membentuk dua tim untuk mengungkap kasus ini?

Nggak ada, sekarang satu tim. Begini, sewaktu saya ke sini (menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal), saya dipanggil Kepala Polri. Beliau mengatakan bahwa dalam sidang kabinet, Presiden menanyakan terus kasus Munir. Kepala Polri meminta kami mengungkap kasus ini. Lalu saya memanggil satu orang perwira tinggi untuk menanyakan kasus ini: bagaimana kerja tim yang sebelumnya?

Semua penyidik akan ganti dengan orang baru?

Ada orang baru. Orang lamanya hanya satu orang. Meskipun baru, tim ini memulainya dari berita acara tim yang lama. Tim ini saya yang mengendalikan langsung, dengan anggota cuma sembilan orang. Saya harus menyerahkan sendiri bukti baru ke Kejaksaan Agung. Bukan untuk soksokan, tapi saya tidak mau anggota tim saya diketahui orang. Mending saya yang ditarget. Apa pun harus saya, anak buah saya tidak boleh diketahui orang.

Betulkah polisi sudah memeriksa Ongen Latuihamalo alias Raymond alias Anton alias Johan yang bersama Pollycarpus bertemu Munir di Changi?

Saya tidak akan berkomentar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus