JAKARTA bebas banjir tampaknya masih setengah angan-angan. Bagi
bekas Gubernur DKI Ali Sadikin dalihnya apalagi kalau bukan bab
biaya yang konon amat besar. Tapi membiarkan 5 Ha genangan air
yang biasa membikin "kiamat" Jalan Husni Thamrin dan sekitarnya,
barangkali berarti membiarkan Pemda DKI disorot "mata
internasional."
Tunggu sampai kiamat? Syukur tidak. Sebab. ternyata menjelang
"kiamat kecil" yang pasti bakal datang di musim penghujan
mendatang, jalan raya yang pengap oleh gedung-gedung mencuat
langit sepanjang 1,2 Km- di Jalan Thamrin itu kini sedang sibuk
ditinggikan.
Kenapa tak dirombak secara total? "Memang sejak semula cuma akan
ditinggikan," kata ir. Bun Yamin Ramto, Kepala Dinas Pekerjaan
Umum DKI Jakarta. Menurut ir. Bun Yarnin ada beberapa cara untuk
melaksanakan peninggian itu. Antara lain dengan lapisan batu,
tanah batu, sirtu alias pasir batu atau lapisan block base alias
aspal hotmix langsung. Masing-masing ada keuntungannya. Dengan
sirtu misalnya harga akan lebih murah tapi harus dilakukan
penutupan total jalan yang akan diperbaiki. Tapi itu pun tak
menutup lalulintas sama sekali. Karena waktu yang 6 bulan itu
dibagi 2. Dengan hotmix tak perlu ditutup, tapi lebih mahal.
Nah, tutur Bun Yamin, "mengingat keterbatasan biaya, kita
memilih yang lebih murah." Sekitar awal Juni sebelum HUT Jakarta
450 diputuskan cara yang makan biaya lebih murah, yakni cuma Rp
848 juta. "Tapi ada reaksi pemakai jalan dan sampai ke Bina
Marga/ PUTL. Saya dipanggil, dan diminta supaya jangan ditutup."
Bagi kepala DPU yang berkantor megah di Jatibaru itu, tentu
saja, kalau memang diminta (kabarnya sampai 3 orang Menteri
memintanya) "bisa saja." Tapi harus dipilih cara lain dan lebih
mahal yaitu dengan block base alias hotmix. Untuk itu
Pemerintah Pusat harus menambah bantuannya. Akhirnya biaya pun
perlu ditinggikan jadi Rp 1,2 milyar. Hingga bantuan Pusat jadi
sekitar 75%.
Tahu-Tahu
Tapi urusan belum berarti habis. Peninggian dengan hotmix antara
30-70 Cm itu (dan memubazirkan dinding penghalang yang sudah
rapi dipasang) membikin khawatir warga di sekitar Jalan Thamrin
di kiri-kanannya. Dan mereka mendatangi Dinas PU untuk
menyemprotkan keluhan dan kekhawatiran. Hingga terpaksa Sabtu 2
pekan lalu sekitar 150 warga penghuni rumah sekitar Jalan
Thamrin dikumpulkan di Balai Pertemuan DKI oleh Wakil Walikota
Jakarta Pusat drs. A. Musyanif dan KepalaDinas PU ir. Bun Yamin
Ramto.
"Tak ada hujan tak ada banjir kiriman, tahu-tahu kampung kami
terendam," tutur seorang warga RW 04 Kebon Kacang. "Karena waduk
Setiabudi sedikit saja dibuka, Kebon Kacang banjir. Bagaimana
bila Thamrin ditinggikan? "Tahun ini keterlaluan, dalam rumah 2
M di jalan 1,8 M tinggi air," tukas warga Jalan Sumbawa dan
Jalan Sumatera. "Apalagi nanti jika Jalan Thamrin jadi tinggi."
Pendeknya ramai yang angkat bicara. Sebagian besar nyaris kurang
setuju dengan peninggian.
Bahkan kepada TEMPO ada warga menganggap "semua rencana dan
usaha DKI itu gagal. Karena tanpa dirlkirkan secara matang."
Karena menurut para warga itu perbaikan riol-riol dan
saluran-saluran . air di kawasan sekitar Jalan Thamrin belum
dilakukan. Ada yang menunjuk contoh got-got di Jalan Sumbawa
buntu sampai simpang Jalan Sumatera, hingga meski akan dibuat 2
saluran besar yang akan menyedot air di sekitar Jalan Thamrin ke
Kali Cideng, toh genangan air tak punya saluran yang baik.
Tentu saja Bun Yamin dan Musyanif tak bisa lain kecuali
menampung "banjir" keluhan dan usul itu. Bahkan katanya PU dan
Kantor Walikota membuka pintu menerima usul-usul. Meski
sebelumnya Bun Yamin sudah menjelaskan berbagai tindakan sudah
dilakukan sebelum langkah peninggian dilaksanakan untuk
menghindarkan "pindahnya genangan." Bahwa akan dibuat 2 saluran
besar di dekat Sarinah berdiameter 1,8 M yang akan membuang air
ke Kali Cideng. Sementara kali ini pun sudah dibebani dengan
menurapnya. "Air tak bisa dihilangkan. Yang jadi soal bagaimana
mempercepat air itu hilang," ucap Bun Yamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini