Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memberi sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan (BI 7-Day Reverse Repo Rate/BI 7DRR), demi menahan pelemahan nilai tukar rupiah. "Kami tengah menyiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas dan akan dilakukan secara konsisten, termasuk melalui penyesuaian suku bunga," kata Gubernur BI Agus Martowardojo melalui keterangan yang dikutip kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agus belum memastikan waktu pemberlakuan suku bunga acuan yang baru. Menurut dia, bank sentral memprioritaskan stabilitas nilai tukar untuk meyakinkan investor dan menjaga laju perekonomian. BI juga tak berhenti menggelontorkan cadangan devisa untuk menahan pelemahan rupiah, yang sudah mencapai 3,44 persen (year to date) pada 8 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, mengatakan kenaikan suku bunga tergantung pada hasil assessment dan perkembangan data perekonomian. "Seperti inflasi, defisit neraca perdagangan, dan indikator lainnya," ujar dia. Dia tak menampik dugaan bahwa kenaikan suku bunga akan ditetapkan dalam rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan ini.
Dalam penutupan perdagangan Rabu kemarin, rupiah berada di level 14.084 per dolar AS. Adapun kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI menunjukkan kurs rupiah mencapai 14.074 per dolar pada Rabu lalu, melemah 0,27 persen daripada hari sebelumnya.
Bank-bank pun mulai mengantisipasi peluang kenaikan suku bunga acuan, yang berpengaruh pada kenaikan tingkat bunga pinjaman dan berpotensi mengganggu target pertumbuhan kredit tahun ini. "Pengaruh itu pasti ada, kami wait and see, melihat kondisi pasar dan persaingan lebih dulu sebelum menaikkan bunga kredit," kata Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Haru Koesmahargyo, kepada Tempo, kemarin.
Kenaikan suku bunga kredit diperkirakan akan lebih lambat dibanding kenaikan suku bunga simpanan (deposito). "Bunga kredit kami upayakan tetap, untuk sementara," kata Direktur Utama BRI Suprajarto. Sebagai kompensasi, BRI memilih untuk terus melakukan efisiensi. "Misalnya dengan memakai teknologi untuk proses kredit," kata Suprajarto, yang optimistis pertumbuhan kredit hingga kuartal II tahun ini bisa mencapai 14 persen.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Maryono, juga mengambil sikap yang sama, demi menjaga pertumbuhan kredit. "Karena kami tetap akan meneruskan target pertumbuhan kredit jauh lebih tinggi dari rata-rata industri," ujar dia.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, memperkirakan kenaikan suku bunga acuan berada pada kisaran 25–50 basis point dari 4,25 persen saat ini. Dia mengatakan perubahan suku bunga tak selalu sejalan dengan penurunan atau kenaikan kredit bank. "Ketika suku bunga turun hampir 3 persen, penyaluran kredit bank mencapai titik terendah, yakni hanya 8 persen. Bandingkan dengan periode 2013–2014 saat suku bunga tinggi tapi pertumbuhan kredit mencapai 30 persen," ucap dia. Menurut Piter, kalau kondisi ekonomi positif dan minat investasi tinggi, permintaan kredit akan terus bertumbuh. "Bank juga lebih mudah salurkan kredit," kata dia. GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo