Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Basuki Tak Mampir di Kebagusan

Perolehan suara Basuki-Djarot tak beranjak dari hasil pemilihan putaran pertama. Terpuruk di masa tenang.

24 April 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEGAWATI Soekarnoputri duduk membelakangi layar berukuran 2 x 2,5 meter yang menampilkan hitung cepat pemilihan Gubernur DKI Jakarta oleh lembaga survei Charta Politika. Ia tak sekali pun melirik layar yang membentang di beranda rumahnya di Kebagusan, Jakarta Selatan, itu.

Kepada orang-orang dekat yang mengitarinya, ia mengeluhkan derasnya isu suku dan agama yang ditimpakan kepada pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. "Banyak intimidasi agar memilih pemimpin muslim," kata Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Di depan layar, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto berdiri mematung. Ia menatap persentase suara yang terus berubah. Pukul setengah dua siang pada Rabu pekan lalu itu, pencoblosan di seantero Jakarta telah beres. Hasil penghitungan dari tempat pemungutan suara belum menyentuh dua digit. Tapi perolehan calon yang diusung PDIP, Basuki-Djarot, terpaut jauh dari lawannya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Hasto merogoh telepon seluler dari sakunya. Sambil berbicara dengan telepon itu, ia mondar-mandir dari beranda ke pekarangan. Di ambang teras, seorang pria berkemeja kotak-kotak memotong langkahnya. "Ngelu aku lihat angkanya," ujar pria itu sembari menuding layar. Hasto, yang sudah menutup teleponnya, cuma berkumut. Ia tak kembali ke tempat semula, tapi mengenyakkan diri di kursi dekat layar.

Dari tujuh meja bundar di beranda, hanya lima yang diduduki tetamu. Berkemeja kotak-kotak, mereka adalah pengurus PDIP serta simpatisan Basuki-Djarot, yang jumlahnya tak sampai 30 orang. Selain Hasto, pengurus partai yang tampak di antaranya Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Eriko Sotarduga.

Prananda Prabowo, putra Megawati yang juga salah seorang Ketua PDIP, duduk terpisah meja dari ibunya. Puan Maharani, anak bungsu Megawati, berada di sana sebelum penghitungan suara. Ia meninggalkan Kebagusan sekitar pukul 13.00 dan tak terlihat lagi hingga sore.

Jumlah tamu tak banyak bertambah hingga pukul 15.00. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP, Herman Herry, salah seorang yang datang belakangan. Ia segera bercakap-cakap dengan Hasto. Di meja prasmanan, lontong capgomeh, soto ayam Solo, siomay, dan penganan lain masih terhampar. Pegawai katering lebih sering duduk-duduk sambil memainkan telepon seluler.

Kedatangan Djan Faridz mengalihkan perhatian tetamu sejenak dari layar telepon dan siaran televisi yang disorotkan di layar di beranda. Hanya Djan, yang mendapuk dirinya sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, petinggi partai koalisi pengusung Basuki-Djarot yang muncul di Kebagusan. Ia duduk mengisi meja bundar yang kosong. Berselang beberapa menit, pengusaha Jacob Soetoyo datang dan duduk di meja yang sama dengan Djan.

Di layar, angka hitung cepat sudah tak berubah. Operator proyektor sudah mengganti tayangan hitung cepat Charta Politika dengan saluran televisi yang menyiarkan berbagai hasil hitung cepat. Sampel suara yang masuk sudah 90 persen dan Basuki-Djarot tertinggal sekitar 16 persen dari lawannya. Televisi menayangkan breaking news deklarasi kemenangan Anies-Sandiaga oleh Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra, yang mengusung pasangan ini.

Hasto meraih salah satu mikrofon di meja panjang dekat layar, yang sedianya untuk konferensi pers petinggi partai pengusung Basuki-Djarot. "Teman-teman sekalian, silakan dinikmati makanannya," katanya. "Kami mau konsolidasi dulu."

Ia kemudian menghilang ke dalam rumah bersama Megawati. Tak lama kemudian, keduanya keluar, lalu meluncur ke arah Jakarta Pusat dengan Toyota Royal Saloon.

l l l

SORE itu, hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei menunjukkan Anies-Sandi unggul dengan angka 58 persen, sementara Basuki-Djarot hanya mendapat 42 persen dukungan, dari 5,6 juta pemilih yang mencoblos. Kubu Basuki-Djarot tak percaya mereka kalah telak. Sebelum pencoblosan, sejumlah sigi lembaga survei menunjukkan tren elektabilitas inkumben menanjak.

Misalnya, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan Basuki-Djarot masih kalah tapi tinggal terpaut 1 persen dari suara Anies. Survei dilakukan pada 31 Maret-5 April. Charta Politika malah menyebutkan Basuki-Djarot unggul 2 persen dengan 47,3 persen suara. "Ini di luar perkiraan," kata sekretaris tim pemenangan Basuki-Djarot, Ace Hasan Syadzily.

Sebenarnya kekalahan Basuki sudah dibaca Indo Barometer. Berbeda dengan lembaga lain, dalam sigi Indo Barometer, Basuki-Djarot tertinggal 10 persen dari Anies-Sandiaga. Tingkat keterpilihan Basuki-Djarot hanya 39 persen, sedangkan Anies-Sandiaga 49 persen. Adapun responden yang belum menentukan pilihan sekitar 12 persen. Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, survei dilakukan pada 6-11 April--sepekan setelah pengambilan data SMRC.

Dari survei tersebut, responden yang memilih Anies-Sandiaga berdasarkan suku dan agama di atas 60 persen. Qodari memprediksi angka itu bertambah pada hari pencoblosan karena ada faktor yang makin menggumpalkannya, yakni perselisihan Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi dengan seorang pria beretnis Tionghoa bernama Steven Hadisurya Sulistiyo di Bandar Udara Changi, Singapura, Ahad tiga pekan lalu.

Kabar penghinaan oleh Steven terhadap Zainul Majdi tersebut sampai ke Jakarta. Media sosial ribut. Sejumlah media konvensional juga menulis dengan meminta konfirmasi Zainul Majdi, yang membenarkan adanya kejadian itu. Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, sejumlah orang menuntut Steven diseret ke pengadilan, yang membuat kabar itu makin besar. Di grup percakapan WhatsApp, kabar itu--yang disertai tautan dari media resmi ataupun abal-abal--banyak dibagikan.

Salah satu berita lancung yang tersiar berjudul "Laskar Badja Akan Lindungi Steven dari Gerombolan Kelompok Radikal". Badja adalah akronim Basuki-Djarot. Sejumlah situs yang menyaru sebagai situs berita mengutip seseorang bernama Abdul Khamid Saka, Koordinator Laskar Badja, dalam berita itu. Beberapa hari sebelumnya, Abdul Khamid dan laskarnya menyatakan akan membubarkan pengajian yang provokatif.

Ace Hasan Syadzily mengatakan tak ada kelompok relawan pendukung Basuki-Djarot bernama Laskar Badja. Ia pun menyebut Abdul Khamid Saka sebagai tokoh fiktif. "Saya pastikan tak ada nama itu," ujar Ace.

Menurut Ace, berita palsu itu menggerus suara Basuki-Djarot. Belum sempat tim mengantisipasinya, di situs metronews.tk--kini sudah dibekukan--terpampang tulisan yang memojokkan etnis Tionghoa. Sultan Hamengku Buwono X, yang ikut disebut dalam kabar bohong itu, diberitakan sudah melapor ke polisi.

Survei Indo Barometer sebelum pencoblosan itu selaras dengan hasil exit poll sejumlah lembaga. Mereka yang mencoblos Anies-Sandiaga di tempat pemungutan suara kebanyakan memilih berdasarkan kesamaan suku dan agama. Menurut lembaga survei Populi Center, pemilih Anies yang mencoblos atas dasar kesamaan agama mencapai 93,2 persen. Sedangkan mereka yang memilih karena kesamaan etnis mencapai 55,6 persen.

Sebaliknya, pencoblos Basuki-Djarot yang memilih karena agama hanya 0,4 persen. Adapun yang memilih karena etnis hanya 22,2 persen.

Lembaga survei Indikator Politik Indonesia menemukan hal serupa. Dalam exit poll Indikator, kebanyakan suara Anies-Sandiaga datang dari pemilih yang merasa agamanya sama. "Agama adalah faktor yang menentukan di balik kemenangan Anies-Sandiaga," kata Burhanuddin Muhtadi, Direktur Eksekutif Indikator.

Jauh sebelum pemungutan suara putaran kedua, tim Basuki-Djarot sudah menyadari bahwa merebut pemilih beragama Islam adalah kunci. Itu sebabnya mereka menarik dua partai Islam pendukung Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan kepengurusan Muhammad Romahurmuziy, ke kubunya. Berdasarkan exit poll sejumlah lembaga pada putaran pertama, suara Agus-Sylvi dari pemilih PKB dan PPP terbilang besar.

Upaya merangkul pemilih Islam pun dilakukan dengan mendekati kalangan nahdliyin yang lebih moderat. Basuki dan Djarot, misalnya, sowan ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Tim sukses pun mendatangi kantong-kantong pemilih Agus-Sylvi untuk menjelaskan bahwa Basuki tak berniat menodai agama seperti tuduhan jaksa di pengadilan. "Kami yakinkan mereka bahwa Pak Ahok tidak bersalah," ujar Ace.

Dalam kampanye resmi, tim sukses Basuki juga mengurangi penyebutan nama Ahok--nama Tionghoa Basuki--karena mereka menilai panggilan itu punya sentimen negatif. Selain kampanye kesuksesan memimpin Jakarta, pendekatan terhadap umat Islam yang tadinya memilih Agus-Sylvi dan yang belum menjatuhkan pilihan pada putaran pertama itulah yang sempat mendongkrak elektabilitas Basuki-Djarot.

Dalam survei SMRC, tingkat keterpilihan mereka naik ke angka 46,9 persen pada awal April dari 43,8 persen pada awal Maret. Selisihnya tinggal 1 persen di bawah Anies-Sandiaga.

Masalahnya, Basuki-Djarot kembali terpuruk setelah meruyak isu Steven menghina Gubernur Nusa Tenggara Barat dan bagi-bagi bahan kebutuhan pokok yang diduga dilakukan tim suksesnya pada masa tenang. Menurut Eep Saefulloh Fatah, konsultan tim Anies-Sandiaga, maraknya kabar tentang hujan bahan kebutuhan pokok malah membuat mereka yang tadinya berniat memilih Basuki-Djarot balik badan. "Mereka yang bagi-bagi sembako, kami yang untung," katanya.

Itu sejalan dengan temuan PolMark Research Center, lembaga yang dipimpin Eep, dalam exit poll. Sebanyak 15,1 persen baru menentukan pilihannya dalam masa tenang kampanye atau tiga hari sebelum pencoblosan. Adapun 13,1 persen baru memutuskan pilihan saat berada di kotak suara. Jumlah dua kelompok pemilih ini hampir setara dengan selisih suara Anies-Sandiaga dan Basuki-Djarot dalam putaran kedua.

l l l

HINGGA pukul 17.00, di ballroom Hotel Pullman, Jakarta Pusat, tak ada tanda-tanda Basuki-Djarot akan memberikan pernyataan resmi merespons hasil hitung cepat. Siaran hitung cepat di layar di dalam ruangan telah dimatikan satu jam sebelumnya. Anggota tim pemenangan calon nomor 2 itu tak tampak berkeliaran.

Keheningan pecah ketika Basuki, Djarot, dan sejumlah anggota tim pemenangan masuk ke ruangan dan langsung menggelar konferensi pers. Mereka mengucapkan selamat kepada Anies-Sandiaga atas hasil hitung cepat. "Jabatan itu Tuhan yang kasih, Tuhan pula yang ambil," kata Basuki, disambut tepuk tangan pendukungnya.

Inilah kemunculan Basuki di depan kamera sejak ia mencoblos di tempat pemungutan suara di dekat rumahnya di kawasan Pluit, Jakarta Utara, sekitar pukul 08.00. Kecuali orang yang dekat dengannya, tak ada wartawan yang bisa mendeteksi keberadaannya sejak pagi hingga petang itu.

Di putaran pertama pada 15 Februari lalu, setelah pencoblosan, Basuki muncul di rumah Megawati bersama Djarot. Sambil makan siang, ia memantau hasil hitung cepat bersama para petinggi partai pengusungnya. Pada Rabu pekan lalu, Basuki tak mampir di Kebagusan.

Anton Septian, Larissa Huda


Keheningan pecah ketika Basuki, Djarot, dan sejumlah anggota tim pemenangan masuk ke ruangan dan langsung menggelar konferensi pers. Mereka mengucapkan selamat kepada Anies-Sandiaga atas hasil hitung cepat. "Jabatan itu Tuhan yang kasih, Tuhan pula yang ambil," kata Basuki, disambut tepuk tangan pendukungnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus