Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Awal pekan ini Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, mengumumkan tarif konservasi sebesar Rp 3.750.000 untuk Pulau Padar, Pulau Komodo, dan perairan sekitarnya. Sandiaga mengatakan ongkos itu untuk biaya keseluruhan konservasi destinasi yang menjadi tempat suaka kadal raksasa, Varanus Komodoensis atau Komodo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi menurut saya kita akan fokus kepada pengembangan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan dan tentunya akan memberikan manfaat bukan hanya dari sisi ekonominya saja, tapi juga dari sisi pelestarian lingkungan dan segala aspek," kata Sandiaga dalam Weekly Press Briefing di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin, 11 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo Carolina Noge mengatakan pemerintah akan membatasi 200 ribu pengunjung per tahun sekaligus menaikan tarif, yang disebut biaya konservasi, sebesar Rp 3.750.000.
Ia mengatakan tarif ini mulai berlaku 1 Agustus dan hanya untuk kunjungan ke Pulau Padar, Pulau Komodo, dan perairan sekitarnya. Tarif ini bersifat tahunan, artinya pengunjung cukup membayar satu kali untuk berkali-kali kunjungan dalam periode setahun.
Carolina mengatakan besaran biaya tiket dan konservasi ini sudah diperhitungkan dalam kajian, dan sudah melalui kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Menurutnya, perjanjian ini sudah dilakukan sejak tahun lalu antara Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
“Ini bukan hanya jasa konservasi atau sekadar kompensasi nilai jasa ekosistem, tetapi juga ada jasa-jada lain, termasuk termasuk tiket masuk dan lain-lain,” kata Carolina.
Namun kebijakan ini disinyalir sebagai upaya pemerintah untuk mengubah Pulau Komodo menjadi pariwisata berbasis korporasi.
Selanjutnya baca Konservasi sebagai Dalih...
Peneliti Sunspirit for Justice and Peace, lembaga advokasi hak masyarakat yang berbasis di Labuan Bajo, NTT, Venansius Haryanto menuding konservasi sebagai dalih untuk memasukan perusahaan swasta untuk menikmati keuntungan dari Pulau Komodo.
Ia mengatakan ada tiga perusahaan swasta yang memiliki izin penguasaan lahan di kawasan Taman Nasional Komodo, yakni PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) yang menguasai lahan 274,13 hektar di Pulau Padar sisi utara dan 151,9 hektar di Pulau Komodo, PT Synergindo Niagatama (SN) yang menguasai lahan seluas 15,3 hektar di Pulau Tatawa, pulau kecil di perairan Komodo, dan PT Segara Komodo Lestari (SKL) yang mendapat izin mengelola 22,1 hektar lahan di Pulau Rinca.
Tiga perusahaan swasta telah mendapat izin konsesi dengan skema Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA). IPPA adalah izin usaha yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan pariwisata alam di areal suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.
“Jadi perusahaan-perusahaan ini sudah lama mengantongi izin sejak 2013-2014 untuk membangun resor mewah, tetapi sampai sekarang belum mulai membangun karena kami protes terus sampai kemarin dievaluasi oleh UNESCO,” kata Venan saat dihubungi Tempo, 13 Juli 2022.
Menurutnya, dengan menaikan tarif ini pemerintah sedang mendorong Pulau Padar dan Komodo untuk dikelola eksklusif. Apalagi, katanya, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur juga memiliki BUMD PT Flobamor yang akan mengelola jasa pariwisata di Pulau Padar dan Pulau Komodo, sementara tiga perusahaan swasta menguasai sarananya.
“Kami tidak melihat ini berpihak ke masyarakat lokal. Kami melihat gambaran kalau ini satu paket kebijakan untuk pengelolaan kawasan ini secara eksklusif yang berbasis korporasi,” katanya.
Venan juga heran apabila berbicara konservasi kenapa bukan izin perusahaan swasta ini yang dicabut. Sementara itu, ia mengatakan sejak 2018 Sunspirit for Justice and Peace bersama masyarakat sekitar sudah menyuarakan konservasi tetapi tidak disoroti pemerintah.
Pada Januari 2022, PT Komodo Wildlife Ecotourism dan PT Segara Komodo Lestari masuk dalam daftar 106 perusahaan pemegang izin konsesi kehutanan yang dievaluasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Adapun keputusan pengevaluasian tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022, tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. Keputusan Menteri ini ditetapkan pada 5 Januari 2022 dan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis, 6 Januari 2022. Jokowi mengatakan pembenahan dan penertiban izin tersebut dalam rangka perbaikan tata kelola pemberian izin.
Baca selanjutnya Jumlah Ideal Kunjungan ke Taman Nasional Komodo...
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi pada Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, Nandang Prihadi, mengatakan saat ini KLHK melalui Balai Taman Nasional Komodo sudah melakukan kajian daya dukung daya tampung, di mana hasilnya untuk kelestarian ekosistem taman nasional dan juga kelestarian satwa liar sehingga pengunjung ke Taman Nasional Komodo harus dibatasi.
Menurutnya, jumlah ideal kunjungan adalah 210 ribu pengunjung per tahun. Jumlah ini, katanya, kurang lebih sama dengan jumlah pengunjung pada 2019.
Ia mengatakan perihal penetapan tarif baru Pulau Komodo bukan wewenang KLHK. Adapun perihal bagaimana hasil dari evaluasi KLHK terhadap izin KWE dan SKL, ia mengatakan dua swasta itu harus menyusun Environmental Impact Assessments (EIA) sesuai saran dari tim ahli World Heritage Committee (EHC) UNESCO srbelum memulai kegiatannya.
“Sesuai saran dari tim ahli WHC UNESCO, maka pihak swasta tersebut harus menyusun EIA dulu sebelum melakukan kegiatannya,” katanya.
Dikutip dari laman resmi WHC UNESCO, EIA ini semacam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk menganalisis kemungkinan dampak dan konsekuensi pembangunan pada Nilai Universal Luar Biasa atau Outstanding Universal Value (OUV) dari properti Warisan Dunia.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno belum membalas pesan Tempo saat berita ini ditulis untuk menanyakan perihal izin konsensi pembangunan resor perusahaan swasta dan dampaknya bagi konservasi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur Zet Sony Libing mengatakan tidak tahu perihal izin pembangunan resor perusahaan swasta atau perusahaan apa saja yang memiliki izin konsesi, mengatakan hal itu merupakan urusan KLHK. Ia juga mengatakan pengelolaan jasa pariwisata hanya akan dikelola oleh BUMD PT Flobamor dan bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Komodo untuk konservasi.
“Kami hanya menunjuk BUMD kami untuk mengelola dan tidak ada swasta,” kata Sony saat dihubungi Tempo, 13 Juli 2022.
Ia menekankan kenaikan tarif untuk Pulau Komodo dan Pulau Padar sebagai upaya pemerintah dan TNBK untuk menjaga komodo dan ekosistemnya, pengamanan kawasan, riset, hingga pemberdayaan masyarakat dan pengolahan sampah.
"Tarif ini sebagai upaya kami untuk meminta tanggung jawab sosial dari wisatawan supaya memiliki sense of belonging terhadap tempat itu dan ikut berkontribusi dalam ekosistem, serta menjaga komodo dan ekosistemnya,” kata Sony.
EKA YUDHA SAPUTRA | ZACHARIAS WURAGIL | DINI PRAMITA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.