Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAFI Putra Arriyan lega setelah Flip, layanan keuangan berbasis aplikasi miliknya, mendapatkan izin dari Bank Indonesia. Regulator sistem pembayaran membuka izin buatnya melakukan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). "Flip sudah normal beroperasi kembali sejak 12 Oktober lalu," kata Arri kepada Tempo, Senin pekan lalu.
Beberapa hari sebelumnya, BI mengeluarkan izin transfer dana bagi Flip. Meski demikian, Arri mengatakan dia masih harus melengkapi beberapa syarat lagi. Salah satunya prosedur mengenal nasabah (know your customer/KYC), dengan menambahkan tahapan verifikasi tatap muka pengguna untuk meningkatkan keamanan di layanannya. "Kami sedang mendesain sistem terbaik," tuturnya.
Sejak 19 Juli lalu, aplikasi yang dibangun Arri bersama seorang rekannya pada 2015 itu terpaksa ditutup. Sebab, Bank Indonesia menilai Flip tak memenuhi syarat sebagai lembaga penyelenggara sistem pembayaran. Karena tak kunjung melengkapi dokumen yang disyaratkan, Arri dkk diancam melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Aplikasi yang bisa dibuka di situs https://flip.id itu punya tagline menarik: "Transfer Antar Bank Tanpa Biaya". Flip merupakan aplikasi yang menjadi jembatan transaksi antarbank ataupun interbank tanpa biaya. Pengguna hanya perlu mentransfer ke rekening Flip di bank. Flip kemudian meneruskan uang tersebut ke rekening tujuan. Flip bisa memastikan transfer nol biaya ke 14 bank, antara lain Bank BRI, Mandiri, Bank BNI, BCA, dan Muamalat.
Setelah mengantongi izin KUPU, Flip secara otomatis juga mendapatkan persyaratan yang sama seperti perusahaan lain di bawah pengawasan BI. Arri mengharap dukungan pemerintah, khususnya dari sisi perbaikan regulasi financial technology (fintech). Menurut dia, regulasi yang menjadi acuan BI tentang mengenali nasabah (KYC) dari The Financial Action Task Force sudah tidak relevan lagi. "Sudah ada update yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini," ucapnya.
Dia mencontohkan, untuk syarat proses verifikasi tatap muka, Bank Indonesia masih belum mengizinkan digunakannya aplikasi video call dari Skype. Maklumlah, ketika regulasi dibuat, teknologi seperti yang dipakai Skype belum ada. "Namun, karena peraturannya belum berubah, proses verifikasi dengan Skype saat ini masih belum bisa dilakukan," katanya.
Fenomena layanan keuangan berbasis aplikasi semacam Flip semakin marak dan diprediksi terus berkembang pesat pada 2017. Bukan hanya Flip, jasa keuangan berbasis aplikasi lain pun bermunculan. Misalnya UangTeman, Tunaiku, Investree, Kredivo, Modalku, Koinworks, dan Fidigo. Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan, ada lebih dari 90 perusahaan fintech beroperasi di Indonesia. Dari jumlah itu, 56 persennya bergerak di bidang payment, clearing, dan settlement.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan fintech menawarkan hal lebih dibanding bank "konvensional", yakni kemudahan dan kecepatan. Fintech, menurut dia, adalah inovasi "anak zaman" di industri keuangan yang harus berkembang mengikuti dinamika teknologi informasi. Keberadaannya bakal mendorong inklusi keuangan nasional. "Ini yang diharapkan mendorong percepatan kinerja bisnis," ujarnya.
Masalahnya, kata Mirza, perangkat regulasi yang ada sekarang belum semuanya mengakomodasi industri kreatif layanan keuangan berbasis teknologi informasi tersebut. Dia berharap fintech tidak perlu diatur terlalu kaku sehingga dapat mematikan inovasi baru lainnya. Bank Indonesia mengatur urusan sistem pembayarannya dengan menyiapkan fintech office, sementara Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur urusan pengawasannya.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Mulya Siregar mengatakan fintech bukan ancaman bagi industri perbankan. "Selama mereka tidak merugikan masyarakat, silakan bersaing secara sehat," katanya. Mulya sependapat dengan Mirza bahwa pengaturannya tidak perlu terlalu ketat. "Yang penting proporsinya benar," ucapnya.
Otoritas, misalnya, tetap mewajibkan pelaku fintech mengedepankan asas know your customer untuk mengurangi risiko transaksi. Selain itu, OJK mengharuskan para pelaku industri menggunakan tanda tangan digital atau digital signature. Keamanan data para nasabah juga dijaga dengan mewajibkan semua perusahaan fintech, baik asing maupun lokal, menempatkan servernya di dalam negeri.
Kalangan perbankan tampaknya juga menyambut baik "kompetitor" baru ini. Senior Executive Vice President Teknologi Informasi PT Bank Negara Indonesia Tbk Dadang Setiabudi mengatakan bank dan fintech bisa bersinergi. Fintech tetap membutuhkan bank sebagai institusi keuangan yang mengelola dana masyarakat, sementara bank dapat bekerja sama dengan mereka mengembangkan bisnis model baru layanan digital.
Direktur Digital Banking dan Teknologi PT Bank Mandiri Tbk Rico Usthavia Frans menambahkan, Bank Mandiri melihat layanan mereka sebagai sebuah peluang. "Peluang untuk kerja sama, saling meningkatkan leverage, sehingga bisa memajukan payment atau financial industry," ujarnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara bahkan mendorong pengembangan fintech lebih agresif. Misalnya dengan menyediakan teknologi dan akses Internet berkecepatan tinggi serta meningkatkan aspek keamanannya agar aplikasi-aplikasi digital tersebut tidak gampang dibobol. "Layanan mereka kan terkait dengan data finansial yang sensitif yang wajib dijaga kerahasiaan dan keamanannya," katanya.
Rudiantara menambahkan, fintech juga bisa mendorong inklusi keuangan. Sebab, kata dia, ada 170 juta orang Indonesia memiliki telepon seluler minimal satu unit. Sedangkan pemilik rekening bank baru 60 juta orang. Artinya, ada 100 juta orang Indonesia yang punya ponsel tapi belum punya akses ke perbankan. Rudi juga tak khawatir terhadap persaingan antara mereka dan perbankan. Operator fintech, menurut dia, tidak mungkin menjadi lembaga keuangan perbankan karena aturan perbankan sangat ketat. "Jadi, seberapa pun banyak fintech, uang mereka tetap disimpan di bank."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo