Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LOGO halal menyambut tamu yang masuk ke Kafe Bayan, Hotel Santika Mataram, di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Senin siang pekan lalu. Tak ada bir, juga minuman beralkohol lain. Rupa-rupa menu yang disuguhkan pun dijamin aman bagi pengunjung muslim. Penginapan bintang tiga ini menyandang status "hilal satu", artinya hotel yang dilengkapi dengan kebutuhan minimal atau keperluan dasar seorang muslim. "Ada petunjuk arah kiblat di plafon kamar, tempat wudu, dan ruang salat berjemaah," kata General Manager Hotel Santika Mataram Reza Bovier.
Pemerintah NTB memang sedang menggalakkan program "wisata halal". Hasilnya luar biasa: NTB terpilih sebagai World's Best Halal Honeymoon Destination dan World's Best Halal Tourism Destination dalam perhelatan The World Halal Travel Summit & Exhibition (WHTSE) 2015 yang digelar 19-21 Oktober 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. "Ini kemenangan kita semua. Ke depan kita harus lebih berfokus mengembangkan Indonesia sebagai destinasi halal dunia," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya kepada pers di Jakarta, Rabu dua pekan lalu.
NTB bercita-cita menjadi pelopor di Tanah Air sebagai penjaring wisatawan muslim. Potensi pasarnya diperkirakan jumbo. Dalam Global Muslim Travel Index 2015 yang dikeluarkan lembaga pemeringkat CrecentRating bersama MasterCard disebutkan bahwa pada 2014 jumlah pelancong muslim di seluruh dunia mencapai 108 juta orang-sekitar 10 persen dari total wisatawan dunia-dengan besaran belanja US$ 145 miliar atau hampir Rp 2.000 triliun. Pada 2020, jumlahnya diramalkan meningkat menjadi 150 juta orang dengan total belanja Rp 2.700 triliun.
Enam puluh persen turis muslim pada 2014 mengunjungi 16 negara, antara lain Arab Saudi, Malaysia, Turki, Rusia, Iran, juga Singapura dan Thailand. Indonesia bersama 14 negara lain hanya kebagian 20 persen. Pemerintah Provinsi NTB sudah membuat pemetaan: puluhan juta muslim kelas menengah Turki atau Timur Tengah biasa berwisata dua kali setahun. Selama ini mereka lebih banyak singgah ke Malaysia, sekitar separuhnya saja yang mampir ke Indonesia. Pemerintah NTB yakin bisa "mencuri" mereka untuk melipatgandakan jumlah wisatawan tahun depan dari target tahun ini 1,5 juta orang.
Secara nasional, Kementerian Pariwisata memproyeksikan kunjungan wisatawan Timur Tengah meningkat dari target 250 ribu tahun ini menjadi 310 ribu tahun depan, dan 560 ribu pada 2019. Menariknya, pelancong Timur Tengah tergolong paling konsumtif, dengan pengeluaran sekitar US$ 1.700 per orang per perjalanan, lebih besar daripada belanja turis asing yang rata-rata US$ 1.000 per orang per perjalanan.
Pemerintah akan menjadikan wisata halal ini sebagai salah satu andalan. Direktur Promosi Konvensi, Insentif, dan Event & Minat Khusus Kementerian Pariwisata, Rizky Handayani, menyebutkan empat sektor bisnis wisata-seperti hotel, restoran, spa, dan biro perjalanan-mulai diintegrasikan dengan nilai syariah. Juni lalu, konsep tersebut dimatangkan. Kementerian tak menunjuk destinasi. "Daerah mana pun bisa mengajukan diri," ujarnya. Tapi beberapa wilayah yang telah memiliki akses internasional didorong menyiapkan diri. Selain Lombok, ada Aceh, Batam, Bintan, dan Bandung.
Lombok termasuk destinasi yang paling aktif menawarkan wisata halal. Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi yakin sertifikasi halal adalah cara memastikan kenyamanan perjalanan wisatawan. "Kami bisa melakukan branding, tidak terlalu sulit. Ini tidak berbicara tentang keyakinan, tapi tentang konsumsi wisatawan," katanya kepada Tempo, pertengahan Oktober lalu.
Wisata halal, menurut Ketua Badan Promosi Pariwisata Indonesia Wiryanti Sukamdani, adalah salah satu pilihan produk wisata. Ia menyebutkan beberapa model pelesir lain yang bisa dikembangkan. Misalnya creative tourism, yakni menciptakan berbagai acara pemikat. Wisata belanja, terutama fashion, adalah program yang paling membetot perhatian turis asing ataupun domestik. Wisata kuliner adalah penyedot pengunjung urutan berikutnya, disusul wisata olahraga, spa, seni, dan industri kreatif.
Model lain, Wiryanti menambahkan, wisata poros bahari, yang mengeksplorasi laut dan pulau eksotis. Ia menyebutkan banyak pelancong mengincar Pulau Komodo dan Wakatobi sebagai destinasi utama. Masalahnya, "Untuk Pulau Komodo, misalnya, dibatasi 100 orang saja. Terus rombongan lain disuruh ngapain? Itu harus diberi solusi," kata Wiryanti, yang juga Ketua Kehormatan Perhimpunan Hotel dan Restoran IndonesiaS.
Ia menjelaskan, wisata bahari memerlukan infrastruktur pelabuhan yang memadai. Persoalannya, kapasitas dermaga tujuan wisata Nusantara dinilai masih terbatas. Padahal pemerintah ingin 700 perahu pesiar (yacht) atau kapal pesiar (cruise) singgah di Tanah Air tahun depan, meningkat dari target tahun ini yang 450 kapal. "Infrastruktur ini akan diperbaiki bertahap."
Menurut mantan Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Firmansyah Rahim, poin keunggulan Indonesia sebagai destinasi wisata antara lain harga yang kompetitif dan keindahan alam. Akses juga dibuka lebar-lebar, dengan menambah jumlah negara yang bebas visa. Menteri Pariwisata Arief Yahya memastikan pemberian bebas visa kunjungan singkat ke Indonesia naik dua kali lipat menjadi 90 negara, masih kalah jauh dari Malaysia yang mencapai 150 negara. Target besarnya adalah 20 juta turis asing pada 2020, naik dua kali lipat dari tahun ini.
Kemudahan juga diberikan dalam hal izin kunjungan kapal wisata (yacht) asing dari manual menjadi online seperti di Nongsa Point Marina, Batam. Pemerintah juga menghapus ketentuan mengenai clearance approval for Indonesia territory dan impor sementara untuk kunjungan yacht asing. Perahu wisata asing ini bisa mengurus dokumen custom, immigration, quarantine, port di 18 pelabuhan. Kebijakan ini diproyeksikan meningkatkan jumlah kunjungan hingga 6.000 yacht pada 2019 sehingga menghasilkan devisa US$ 600 juta.
Firmansyah menambahkan, industri pariwisata Indonesia juga masih menghadapi masalah minimnya loket informasi pariwisata, baik fisik maupun online, serta kesehatan dan kebersihan. Dua soal ini juga disorot World Economic Forum, yang mengeluarkan The Travel & Tourism Competitiveness Index 2015. Peringkat Indonesia secara keseluruhan melonjak dari posisi ke-50 pada 2013 ke peringkat ke-70 pada 2015. Namun, untuk kesehatan dan kebersihan, Indonesia ada di posisi ke-109 dari 138 negara yang disurvei.
Prioritas Pengembangan Destinasi 2015-2016
Berdasarkan Lokasi
1. Coral Triangle: Bunaken, Wakatobi, Raja Ampat
2. Pulau terdepan dan perbatasan: Weh-Sabang, Natuna-Anambas, Sentarum
3. The Green Belt: Tanjung Puting, Ijen-Baluran, Toraja
4. Geopark: Toba, Rinjani, Bromo-Tengger-Semeru
5. Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil: Tanjung Kelayang, Alor, Komodo, Nias
Berdasarkan Tema
1. Bahari: Gili Tramena
2. Ekoturisme: Komodo
3. Culture & Heritage: Borobudur, kota-kota di Jalur Cheng-Ho
4. Petualangan: Morotai
5. Kuliner dan belanja: Batam
6. Syariah dan religi: Aceh, Sumatera Barat, NTB
7. Olahraga: Palembang
Pasar
Bandung, Surabaya, Yogya, Solo, Medan, Makassar
Pintu Masuk Utama Nusantara
Pintu | 2014 (orang) | 2015 (orang)* | 2016 (orang)* | |
1. Bali | 3.731.735 | 4.000.000 | 4.367.356 | |
2. Jakarta | 2.246.437 | 2.400.000 | 3.063.423 | |
3. Batam | 1.454.110 | 1.600.000 | 1.800.067 | |
4. Tanjung Uban | 320.861 | 400.000 | 508.645 | |
5. Surabaya | 217.193 | 250.000 | 296.205 | |
Pasar Utama Wisatawan Mancanegara (Juta Orang)
Negara | 2015* | 2016* | 2019* | |
1. Singapura | 2 | 2,43 | 3,765 | |
2. Malaysia | 1,7 | 2,1 | 3,2 | |
3. Cina | 1,3 | 2 | 2,275 | |
4. Australia | 1,1 | 1,35 | 2,095 | |
5. Jepang | 0,529 | 0,5 | 0,985 | |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo