Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Teddy dan Estetika Kesakitan

Perupa S. Teddy menampilkan karyanya yang dibuat sebelum, saat, dan pada masa pemulihan terapi kankernya.

2 November 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebanyak 17 foto hitam-putih ukuran besar itu menampilkan lelaki gundul berbadan kurus kering. Leher dan tubuhnya terlihat penuh tato. Foto diri seniman S. Teddy Darmawan itu semula hanya untuk dokumentasi pribadi ketika pria tersebut usai menjalani kemoterapi kankernya pada 2012. Foto-foto itu terpajang di dinding ruangan lantai 2 Nadi Gallery, Puri Indah, Jakarta Barat.

Dua foto memperlihatkan Teddy yang kurus kering—terlihat tua dibanding usianya saat itu yang masih 42 tahun—sedang rebahan menyender di ujung sofa. Di foto lain tampak Teddy bertelanjang dada sedang disuapi sang ibu. Ada pula foto ketika seniman kelahiran Padang 45 tahun lalu ini sedang mengisap rokok tapi di foto itu terdapat ikon daun ganja. Foto lain adalah ekspresi wajah Teddy. Kelopak matanya dalam, tanpa alis, sorot matanya tajam, dan bibirnya terkatup terlihat murung, muram. Hanya di satu foto Teddy terlihat tersenyum seperti menyiratkan harapan kuat.

Foto-foto itu mengelilingi karya instalasi berjudul The Escapist, sebuah rumah berdinding dan beratap kawat duri. Sekitar 100 senapan tiruan AK-47 dan M16 menelusup di antara kawat-kawat itu, seperti tak menyisakan ruang berlari.

Teddy sekarang terlihat jauh lebih segar dan berisi. Tulang pipinya tak terlihat menonjol. Rambutnya rapi meski tipis. Kumis dan jenggotnya mulai tumbuh. Teddy menceritakan bagaimana saat sakit ia kaget melihat tubuhnya berubah karena terapi pengobatan. "Saya kaget ketika becermin. Pikiran saya masih seperti 10 tahun lalu. Ternyata wajah dan tubuh saya sangat berubah, tak ada bulu," ujar Teddy saat ditemui di Nadi Gallery.

Teddy berpameran tunggal dengan judul pameran "[Casualties of War]" pada 27 Oktober-9 November mendatang. Pameran ini merefleksikan tubuhnya yang sudah mulai "sehat", bertahan dari pertempuran melawan penyakit kanker limpa. "Tubuhku menjadi medan peperangan sel kanker dan sel sehat," ucapnya.

Selain instalasi AK-47 dan M16 itu, karyanya yang lain adalah I Can Do It, berupa tangan berkepal-kepal membentuk pohon bercabang. Lukisan dengan warna dasar merah itu sketsanya dikerjakan Teddy di ruang perawatan seusai operasi pada Maret lalu. Dia menyelesaikan lukisannya saat pemulihan kesehatan di kawasan Pantai Carita. Akan halnya dalam lukisan Reason, kita melihat gambar tiga wajah dengan tulisan "ICU". "Itu juga melukiskan dilema yang selalu hadir," katanya.

Pada 36 gambar hitam-putih, semangat bertahan hidup seniman lulusan Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan Solo ini terlihat. Gambar rumah beroda bergerak menjauh, rumah berkaki, pohon diterpa angin, sosok lelaki menuju pintu keluar, sosok pria membawa tonggak beban berjalan menanjak, sosok-sosok berusaha meraih udara dan keluar dari gelas, wajah yang mencoba keluar melewati leher botol, serta sosok yang bersembunyi di bawah kursi. Semua karya ini diberi judul Anti Hero.

Tatkala tubuh dan kesehatannya mulai pulih, Teddy melukis Wajah Merah—wajah-wajah lukisan diri Teddy yang menjadi ciri khasnya—menjadi ekspresi kebahagiaan ketika sel-sel sehatnya mulai terlihat. Alis, bulu kelopak mata, kumis, jenggot, dan rambut di kepala mulai tumbuh. "Beberapa teman berkomentar bahwa wajah saya sudah kelihatan merah, tidak pucat lagi."

Tema perang bukan hal baru bagi Teddy. Pada pameran-pameran sebelumnya, ia banyak mengolah tema perang. Hanya, bukan perang internal dalam dirinya sendiri. Teddy melihat paralelitasnya. Itulah mengapa karyanya yang merefleksikan tema perang juga dipajang di sini. Tengoklah karya instalasi tonggak penunjuk arah berjudul Di Sini Perang Di Sana Perang Di Mana-mana Perang. Teddy membuat penunjuk arah berbagai bahasa yang menunjukkan di mana-mana ada perang: savas, oorlog, perang, yuda, jang, senso, valk, zhanzheng, wojna, guerra, guerre, krieg, dan lainnya.

Teddy juga menghadirkan instalasi pintu aluminium yang tertusuk-tusuk gunting berwarna perak berjudul Dilarang Membuat Takut. Karya seperti ini, kata Teddy, pernah dibuatnya pada 1997. Waktu itu mediumnya pintu kayu, juga dengan gunting-gunting besi yang menancap. Karya ini bercerita tentang mengenyahkan rasa takut dan intimidasi.

Teddy tak pernah mau menyerah kepada penyakitnya. Kanker yang sedang ia perangi menjadi daya ledak kreativitasnya. Berkali-kali dia berhadapan dengan pisau bedah, keluar-masuk rumah sakit. Lukisan Art Save My Life Once Again menjadi pernyataan Teddy.

Dian Yuliastuti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus