Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebelum merevisi aturan JHT, Jokowi lebih dulu memanggil Ida Fauziyah dan Airlangga Hartarto.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT ini akan disederhanakan.
Jokowi diduga memanfaatkan momentum kontroversi aturan JHT ini untuk menaikkan tingkat kepercayaan publik kepadanya.
JAKARTA – Nasib Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang mengatur penarikan dana jaminan hari tua (JHT) pada usia 56 tahun hanya bertahan 19 hari. Setelah ditentang berbagai kalangan, Presiden Joko Widodo akhirnya meminta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengubah ketentuan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tenaga Ahli Utama Kedeputian III Kantor Staf Presiden (KSP), Fadjar Dwi Wishnuwardhani, mengatakan keputusan perubahan ketentuan tentang JHT itu dilakukan setelah mempertimbangkan tuntutan masyarakat. "Tuntutan masyarakat dan kondisi yang terjadi saat ini tentu sangat dimengerti oleh Presiden sebagai pemimpin di negara ini," kata Fadjar, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum meminta mengubah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua, Presiden Jokowi lebih dulu memanggil Ida Fauziyah dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto ke Istana Negara, Senin lalu. Presiden Jokowi menanyakan polemik perihal Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang diteken Ida pada 2 Februari lalu tersebut.
Peraturan ini menuai kontroversi, khususnya pada ketentuan penarikan dana JHT di usia 56 tahun. Mayoritas serikat buruh menentang aturan tersebut, yang sebelumnya dana itu bisa ditarik saat buruh resign atau pensiun dini dari tempatnya bekerja tanpa perlu menunggu usia 56 tahun. Partai pendukung pemerintah, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Amanat Nasional, ikut menentang peraturan ini.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno memberikan keterangan soal keputusan Presiden Joko Widodo tentang pembayaran Jaminan Hari Tua, di Jakarta, 21 Februari 2022. Setkab.go.id
Setelah pertemuan itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengumumkan sikap resmi Presiden Jokowi. Pratikno mengatakan Jokowi memerintahkan kepada Ida Fauziyah dan Airlangga agar menyederhanakan dan mempermudah pembayaran JHT sehingga dapat diambil oleh pekerja yang mengalami masa sulit. "Pengaturannya akan diatur lebih lanjut dalam revisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau regulasi lainnya," kata Pratikno.
Fadjar mengatakan pertemuan antara Jokowi, Ida, dan Airlangga itu berlangsung tertutup. KSP tak dilibatkan dalam pertemuan ini sehingga tak mengetahui diskusi di antara mereka.
Namun dia memastikan Presiden Jokowi memang sudah mengetahui dasar-dasar penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tersebut. Meski begitu, Presiden akhirnya memilih merevisinya setelah mempertimbangkan aspirasi para pekerja. "Beliau pada intinya meminta agar peraturan ini dapat lebih disederhanakan agar memudahkan proses pengambilan (JHT)," kata Fadjar.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara, Faldo Maldini, mengaku belum mengetahui format penyederhanaan yang dimaksudkan. Sebab, formulasi penyederhanaan aturan sangat tergantung pembahasan revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan nantinya.
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, 15 Februari 2022. Tempo/Tony Hartawan
"Kami ingin aturan yang dikeluarkan pemerintah meringankan beban masyarakat, terutama dalam konteks pandemi hari ini. Pekerja kita harus betul-betul terlindungi," kata Faldo.
Ketua Fraksi PAN di Dewan Perwakilan Rakyat, Saleh Partaonan Daulay, berpendapat langkah Jokowi sudah tepat. "Presiden kelihatannya tidak mau berpolemik soal JHT ini. Wajar sekali. Sebab, banyak pekerjaan yang harus dituntaskan pada masa pandemi ini," kata Saleh, kemarin.
Direktur Eksekutif Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Kunto Adi Wibowo, berpendapat berbeda. Ia menilai langkah Presiden Jokowi terkesan sangat politis. Sebab, Presiden sudah berulang kali merevisi peraturan setelah berpolemik di masyarakat. Ia menegaskan bahwa polemik ini menunjukkan preseden buruk bagi pemerintahan Jokowi. Sebab, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu terkesan dibuat secara tidak matang.
Di sisi lain, Kunto beranggapan bahwa Jokowi memanfaatkan momentum kontroversi aturan JHT ini untuk menaikkan tingkat kepercayaan publik kepadanya. Tapi, secara bersamaan, hal itu juga menurunkan kepercayaan publik kepada pembantu Presiden. "Di satu sisi, Jokowi punya agenda besar yang harus dia jalankan dan membutuhkan dukungan besar publik, seperti proyek ibu kota negara," kata Kunto.
EGI ADYATAMA | FAJAR PEBRIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo