MINGGU pagi, 4 November 1979, 450 mahasiswa militan Iran
menyerbu Kedubes Amerika Serikat di Teheran. Setelah berkelahi
dengan marinir yang mengawal gedung itu selama hampir tiga jam,
para demonstran berhasil menyandera 60 warga negara Amerika yang
bertugas di sana.
Orang Amerika tak bisa terima perlakuan itu. Selang beberapa
hari Skuadron Operasi Khusus AS di Hurlburt Field, Florida,
disiap siagakan untuk tindakan penyelamatan. "Aku sangat bangga
bergabung dengan pasukan itu," tulis Bo Hunter (bukan nama
sebenarnya) yang menuturkan pengalamannya dalam majalah Cung-Ho
edisi Januari.
Bersama Bo terpilih tiga awak pesawat lain menyertai missi
penyerbuan. Prosedurnya: Pertama-tama komandan skuadron
menginventarisasi orang-orang yang dianggapnya jempolan. Setelah
itu ia melakukan pendekatan untuk menjajaki kesediaan yang
bersangkutan. Sebab semua peserta sukarelawan. Kendati yang
bersedia diharuskan menandatangani perjanjian. Isinya, antara
lain tak seorang pun boleh tahu tentang rencana ini termasuk
istri dan anak.
Bulan berikutnya sukarelawan terpilih mendapat penuh latihan
udara yang berat. Antara lain: melakukan uji coba peralatan
khusus, bongkar muat peralatan dan personil secara cepat dan
aman.
Akhir Januari 1980, setelah dua bulan latihan, drpeh kesimpulan
tiga pesawat angkut tidak memadai untuk misi gawat ini. Harus
ada tiga penerbang lagi untuk tiga pesawat tambahan. Seperti
sukarelawan terdahulu, yang dipilih adalah awak pesawat yang
sedikitnya memiliki 2.000 jam terbang. Kalau bisa yang setaraf
instruktur - syukursyukur lebih dari itu. Tak heran bila Bo
membanggakan diri: "Kamilah yang terbaik."
Latihan dibikin mendekati medan sebenarnya. Karena itu dipilih
gurun pasir Nevada. Dalam latihan digunakan peralatan yang akan
dipakai dalam misi yang sesungguhnya: mulai dari jip, sepeda
motor, sampai peralatan untuk mengisi bahan bakar helikopter.
Untuk latihan malam bahkan dipakai peralatan khusus yang bisa
membantu para sukarelawan melihat jelas di dalam kelam. Selain
itu dipergunakan pula lampu sorot infra, dan peralatan yang bisa
menyamarkan lokasi pendaratan semacam tabir asap. Menurut Bo,
latihan berlangsung dengan mulus.
Semula operasi khusus ini mau dipercayakan pada Wing Operasi
Khusus ke-1 - termasuk penggunaan pesawat AC-130/H bermeriam.
Tapi para pengambil keputusan di Washington kemudian memutuskan
operasi gabungan Angkatan Bersenjata AS. Helikopter diambil dari
Marinir. Jip dan sepeda motor dari AD. Pesawat angkut dari AU.
Kapal dan peralatan laut lainnya dari AL.
Gladiresik diikuti semua unit yang menopang operasi. Para pilot
AU melakukan latihan menerbangkan kelompok penyerbu lapangan
terbang dan kelompok pengendali tempur (CCT), pengisian bahan
bakar di udara, penerbangan dalam gelap, tinggal landas dan
mendarat pada landasan pendek, dan lainnya. Anggota tim lainnya
melakukan latihan penggerebekan di darat dan penyelamatan
sandera.
Dalam latihan dicoba pula penggunaan pesawat angkut jenis lain,
C-141, yang ternyata tidak cocok untuk misi menyabung nyawa ini.
LockheedC-130 satu-satunya pesawat angkut udara yang tepat untuk
operasi penyelamatan.
Juga dilakukan praktek terbang rendah untuk menghindari deteksi
radar musuh, menghapus jejak formasi penerbangan, dan
pendaratan. Unsur paling penting dalam penghapusan jejak itu
terletak pada penggunaan alat penembus gelap, lampu sorot infra,
dan pendaratan dengan menggunakan radar pesawat.
"Kami menerima aba-aba siap berangkat pada hari-hari pertama
April," ungkap Bo. Tim diberi penjelasan bahwa missi penyerbuan
itu akan terdiri atas enam pesawat: dua untuk mengangkut regu
pengamanan dan tim penyerbu, satu buat mengangkut regu Delta
berikut peralatan khususnya, dan sisanya dipergunakan untuk
mengangkut 18.000 galon bahan bakar JP4 bagi helikopter.
Pesawat tim penyerbu dan pengamanan berangkat pada kesempatan
pertama. Lalu menyusul regu Delta. Lima menit di belakang regu
Delta berangkat pesawat tanker pertama. Setelah itu, tanker
lainnya.
Selepas menerjunkan regu penyerbu dan pengamanan, dua pesawat
pertama langsung hengkang Tiga puluh menit setelah pesawat regu
Delta dan tiga tanker mendarat, heli-heli, yang lepas landas
dari kapal induk USS Nimitz tiba.
Sesudah mengisi tambahan bahan bakar, heli-heli akan
menerbangkan regu Delta dan Rangers ke suatu pangkalan. Di
pangkalan inilah serbuan ke Kedubes AS di Teheran dilakukan.
Lalu, malam berikutnya setelah serbuan, begitu menurut skenario
pesawat angkut C-130 berangkat ke pangkalan penjemput. Dari
sinilah para sandera dan para penyelamatnya akan diungsikan.
Pengungsian mereka akan berada di bawah pengawalan pesawat
bermeriam AC-130 dan pesawat-pesawat pemburu AL.
Tiap awak berangkat dari pangkalan udara Hurlburt pada hari yang
berbeda - dan terbang melalui berbagai rute. Yang penting tiba
pada jam tertentu di tempat, yang disebut Bo, OL Alpha.
Misalnya, ada pesawat yang terbang nonstop melalui rute Jerman
Barat dengan pengisian ulang bahan bakar di udara. Ada pula
pesawat yang terbang lewat Azores, bermalam di sana, sebelum
menukik ke selatan. Pesawat-pesawat lain juga terbang dalam cara
yang sama. Semua itu untuk menghapus jejak.
Tiap pesawat mengangkut muatan yang telah ditentukan -
tergantung kedatangan jam di tempat tujuan. Tidak seorang pun
dari anggota tempur boleh tiba di luar jadwal yang ditentukan.
Kecuali personil dan peralatan yang dibutuhkan. Semua pesawat
tiba di OL Alpha, 19 April 1980.
Di OL Alpha tim diizinkan beristirahat dua hari. Tempo itu
dipergunakan untuk memeriksa pesawat, pengisian bahan bakar, dan
brifing ulang.
Esoknya, Z April, tepat pukul 04.00 waktu setempat, diberikan
perintah meninggalkan OL Alpha, menuju titik pemberangkatan: OL
Bravo - dari sinilah Iran akan diserbu.
Sebelum meninggalkan OLAlpha, Komandan Operasi Gabungan Mayjen
James Vaught mengumpulkan seluruh pasukan untuk brifing. Sebelum
dimulai dimulai Vaught berdiri di atas dan memimpin anak buahnya
berdoa sejenak. Yang dimohonkannya: sukses bagi missi,
keselamatan para penyerbu dan para sandera. Lalu Battle Hymn
dinyanyikan. Waktu mendengar brifing, cerita Bo, air mata para
sukarelawan menetes di pipi mendengar nasib para sandera di
tangan anak buah Ayatullah Khomeini.
Semua pesawat meninggalkan OL Alpha dengan mulus. Kecuali
beberapa pesawat angkut yang membawa peralatan mutakhir untuk
operasi. Landasan darurat di OL Alpha dibuat dengan meratakan
bukit-bukit pasir.
Setelah tiba di OL Bravo, sebelum bertolak ke Iran, pesawat
dibersihkan dari lambang atau tulisan yang memberikan petunjuk
unit kesatuan pangkalan, atau negara pemilik. Sesudah semua itu
rampung, para awak pesawat diberi waktu untuk melepaskan lelah.
Sebagian besar dari mereka nongkrong di tenda-tenda yang
dipenuhi dengan aneka minuman. Sembari mempertukarkan cerita
perang - yang dialami langsung atau bualan. Sisanya menekuni
bacaan, atau mencoba tidur di lapangan yang gersang.
Beberapa penerbang senior menceritakan pengalaman masing-masing
di negeri lain pada masa sebelumnya - umumnya dalam operasi
bertujuan serupa. Yang muda-muda mendengarkannya dengan serius.
Tapi semua sukarelawan merasa sebagai bagian dari kesatuan
Operasi Cahaya Biru nama sandi yang diberikan Washington.
Tanggal 23 April, regu Delta dan Rangers tiba di OL Bravo dengan
pesawat C-141 berikut perlengkapannya. Mereka mangkal di tenda
yang berjarak sekitar setengah mil dari "markas" pasukan
terdahulu - regu AU. Ini memang disengaja. Agar masing-masing
pihak tidak saling tahu kekuatan dan kemampuan pihak lainnya.
Sekurang-kurangnya dapat memelihara kerahasiaan regu yang
terlibat - siapa tahu ada di antaranya yang tertangkap musuh.
Esoknya, beberapa jam sebelum penyerbuan, pasukan kembali
dikumpulkan. "Semua yang telah dijajal dalam latihan kembali
dibrifing ulang," tutur Bo. Rute kabur dan taktik penyingkiran
didiskusikan matang-matang. Tiap anggota pasukan diteliti lagi
oleh komandan masing-masing - baik mengenai tanda-tanda
pengenal, maupun perlengkapan mereka. Pakaian terbang dilengkapi
dengan berbagai embel-embel. Tidak boleh ada sesuatu yang
menyimpang dari aturan supaya kawan tidak salah duga.
Rompi penyelamat juga dicek. Senjata mulai diisi. Satu-satunya
senjata yang dipakai adalah Smith anc Wesson 38. Tak ada
peluncur roket khusus, atau senjata lainnya.
Tiap awak saling memberikan brifing kepada anggota tim lainnya
tentang berbagai unsur yang berkaitan dengan missi. Frekuensi
radio, kata-kata sandi, isyarat panggilan, dan berbagai
informasi. "Bagian paling sulit di antara semuanya," pengakuan
Bo.
Sekitar pukul 18.00 perintah berangkat pun datang. Dua pesawat
pertama yang membawa regu pengamanan mulai langsir dan lepas
landas pukul 18.20. Sisanya mengawang satu jam kemudian.
"Kuingin mengatakan bahwa lepas landas berlangsung mulus," tulis
Bo, "tapi sayangnya tidak." Satu pesawat melangsir keluar jalur,
dan membuat belokan. Yang lain mencoba melampauinya, tapi
landasan terbang terlalu sempit. Akibatnya ada pesawat yang
lepas landas di luar posisi. Untung tidak sampai menimbulkan
kegawatan.
Tapi akibat manuver yang di luar rencana itu, komunikasi untuk
mengatur kembali formasi pesawat tidak bisa dilakukan. Bo
mengakui kekacauan jadwal itu menimbulkan kegelisahan, kendati
tidak sampai melumerkan semangat dan tekad sukarelawan.
Ketika melewati perbatasan Iran, beberapa jam kemudian, setiap
kepala menjadi lebih pendiam dan lebih waspada. Sebab pegunungan
Iran mencuat di sana sini - ketika itu mereka terbang di bawah
1.000 kaki.
Setengah jam sebelum pendaratan, menghindari perangkap malam,
mulai dipergunakan. Dua puluh menit kemudian navigator mulai
menggunakan radar untuk membimbing pesawat sampai penerbang
dapat melihat sasaran dengan mata telanjang.
Detik-detik terakhir menjelang menjejak tanah pesawat tanker
pertama menemui kesulitan. Sebuah truk minyak, entah dari mana
asalnya, berhenti melintang di jalur menuju landasan pendaratan.
Entah kurang pengalaman, entah gugup, atau sebab lain, seorang
anggota Rangers langsung saja memberondong truk keparat itu
dengan roket. Truk minyak meledak seketika persis di depan
hidung penerbang.
"Aku sendiri mendarat empuk," kata penerbang Bo. Ia tak lama
kemudian mendapat panggilan sandi Desert One dari palung sungai
kering Iran. "Inilah akhir dari semua persiapan, latihan,
kesukaran, dan pengorbanan," tambahnya.
Pukul 00.15 semua pesawat sudah berhasil mendarat. Regu Delta
sudah melompat turun dan mengambil posisi. Semua selang bahan
bakar di perut tanker disiagakan - siap menanti kedatangan
rombongan heli. "Kami menanti, menanti, dan menanti," kata Bo.
"Entah mengapa mereka terlambat." Lebih tiga jam mereka
menunggu, dan tanpa kabar.
Setelah empat jam berlalu baru enam pesawat heli muncul, dan
langsir mengambil posisi di belakang pesawat tanker. Sementara
heli-heli mengisi ulang bahan bakar, awaknya beristirahat dan
menyantap ransum. Dibutuhkan satu jam setengah untuk pengisian
bahan bakar. Ketika tankitanki heli sudah penuh, tiba-tiba radio
memecah kesepian, dengan sandi abort- gagal. "Ini membuat
seluruh personil kecewa dan patah semangat," ujar Bo.
Sandi radio berikutnya memerintahkan agar semua awak pesawat
untuk angkat kaki segera. Dan terjadilah tragedi itu: salah satu
heli terjungkal dan membentur tubuh pesawat C-130. Bahan bakar
heli yang ambruk tumpah, lalu terbakar, dan menjalari pesawat
lain.
Untung para awak tidak panik. Salah seorang awak dari pesawat
yang ambruk berhasil diselamatkan. Dan sekitar 45 menit setelah
kecelakaan pesawat-pesawat yang selamat kabur dari Desert One.
Meninggalkan delapan sukarelawan yang tidak berhasil ditemukan,
beberapa heli RH-53, dan sejumlah perlengkapan.
Penerbangan ke luar Iran bisa dibilang sukses. Ini jika ditilik
dari tidak terlihatnya pesawat Iran mengejar sampai matahari
bersinar terang. Hampir semua anggota pasukan berdoa memohon
agar mereka mendapat lindungan Tuhan.
Tak lama kemudian pesawat angkut C-130 tiba di OL Bravo. Korban
dan regu Delta dipindahkan ke pesawat Medevac C-141 dan langsung
meninggalkan OL Bravo. Tinggal regu SAR yang masih menghabiskan
waktu di sana merenungi kekeliruan yang terjadi. Namun tak
seorang awak pun merasa malu atau dipermalukan. Dan satu-satunya
keinginan sukarelawan itu adalah menyertai missi sampai kemana
pun - kalau perlu memulai lagi dari awal.
Serbuan ke Iran ini, menurut Bo, sesungguhnya direncanakan
dengan baik, dan didukung oleh personil serta perlengkapan
terpilih. "Tak disangsikan lagi akan membuahkan suskes, andai
kata nasib tidak campur tangan," kata Bo.
Mengapa heli-heli terlambat datang Baru saja mereka mengudara
muncul badai pasir sehingga pilot terpaksa memperlambat
penerbangannya. Lalu, ketika akhirnya mereka tiba mengisi ulang
bahan bakar, nasib malang lain datang dengan ambruknya sebuah
heli. Untuk memperbaikinya diperlukan waktu tiga jam. Padahal
satu jam lagi matahari akan nongol. Komandan lapangan - dengan
persetujuan pimpinan tertinggi dan Presiden Carter - lalu
memutuskan untuk menangguhkan operasi.
Tapi ada juga sukarelawan yang nekat. "Semua regu penyelamat
sandera dari heli-heli yang tersisa ingin melanjutkan rencana,"
ungkap Bo. Anggota regu Delta juga menyatakan siap tinggal - dan
ditangkap - asal para sandera terangkut pulang ke tanah air.
Setelah mempertimbangkan semua faktor dan usul, komandan
lapangan mencegah keinginan "gila" itu. Mengingat heli-heli yang
ada tak akan sanggup memboyong sandera berikut regu penyelamat
sekaligus. Akhirnya semua anggota tim kembali kekonon tak
seorang pun bisa dianggap salah dalam kecelakaan itu - kendati
delapan orang tewas. Dari yang meninggal, lima di antaranya awak
pesawat. Sisanya anggota Marinir. Korban lain: satu awak luka
parah. Sedang pilot heli dan pilot C-130 cuma luka-luka ringan.
Yang bisa dipuji dari operasi ini: empat pesawat C-130 berhasil
menerobos kawasan udara Iran, mendarat sukses di landasan yang
tidak dipersiapkan, dan menanti sekitar enam jam dalam keadaan
mesin hidup terus. Sekalipun penantian itu sia-sia. Mana mungkin
para sendera datang sendiri kalau tidak dijemput, kan?
Penghargaan apa yaang diberikan pada mereka yang gugur di medan
laga? Kalau sekarang Anda berjalan-jalan ke pangkalan militer
Hurlburt, maka Anda akan menemui lima jalan yang mengabadikan
nama lima anggota komando AU yang tewas. Korp Marinir juga
melakukan hal serupa bagi anggotanya yang gugur. Sementara warga
kota tempat "pahlawan-pahlawan" itu dilahirkan memasang plakat
kenang-kenangan bagi mereka untuk yang terluka dipersembahkan
lukisan dinding. "Tak ada yang tahu, apakah ada anggota Rangers
dan Delta yang menerima tanda jasa," kata Bo. Soalnya, sejumlah
anggota AU telah menerima berbagai tanda penghargaan.
"Orang-orang yang telah memberikan yang terbaik bagi negerinya
boleh pergi, tapi mereka tidak pernah dilupakan," ujar Bo
menutup kisahnya. Sekembali dari Iran semua anggota tim kembali
bertugas - kecuali awak yang menembak mobil tanki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini