NABI baru lagi dari tanah Arab. Namanya: Syaikh Muhammad Salim
Farmawi. Yang mengejutkan Syaikh yang berusia 90 tahun itu
menobatkan dirinya sebagai rasul - yang menurut ajaran Islam
cuma berjumlah 25 orang dengan rasul terakhir Muhamamd s.a.w.
Farmawi mengembangkan ajarannya di Desa Abu Zi'bal. Dan hampir
semua penduduk desa itu mengaku mengikuti ajaran Syaikh Farmawi.
Kendati Farmawi melandaskan ajarannya pada Islam, mereka menolak
menerima hadis-hadis yang dikenal selama ini - terutama hadis
yang diriwayatkan Aisyah, salah seorang istri Nabi.
Mereka juga memusuhi kehidupan modern: tak suka nonton televisi,
mendengarkan radio, baca koran, dan hal lain yang bersifat
duniawi. Mereka tak mau sembahyang berjamaah jika imam salat
bukan dari kelompok mereka - persis Islam Jamaah di negara kita.
Yang lebih hebat lagi, mereka sama sekali memutus diri dengan
pekerjaan. Semua waktu dalam hidup mereka hanya untuk beribadat
dan berpikir mengenai akhirat nanti. Hingga banyak pengikutnya
yang melepaskan pekerjaannya hanya untuk mengikuti ajaran sang
Nabi. "Itulah ajaran guru kami," kata mereka serentak menjawab
pertanyaan wartawan Al Mushawwar Yusuf Fikri. Seorang di antara
mereka menambahkan: "Tidak tepat seorang hamba Allah memadukan
pekerjaan dengan ibadat. Allah sendiri berfirman dalam Al Quran:
Tak akan kubuat manusia dan jin selain (akhirnya) untuk
beribadat."
Tak heran bila di Abu Zi'bal banyak ditemui kelompok diskusi
agama. Cuma saja yang banyak muncul cacian, makian, dan
pengkafiran kepada orang lain - di luar kelompok mereka.
Untuk menemui Nabi Farmawi ternyata tak gampang. Alasannya:
selalu sibuk berdakwah. Dan jika waktu luang, katanya, itu
adalah saat ia menerima wahyu - yang ini harap jangan terlalu
dipercaya.
Januari lalu majalah Al-Mushawwar, terbitan Mesir, berhasil
menemui laki-laki tua bertubuh kecil yang gemar mengenakan
pakaian serba hijau - jalabiah, celana, dan surban serta suka
menopang tubuhnya dengan tongkat bambu yang panjang.
"Saya selalu lari dari manusia dan tidak suka menyalami mereka.
Ini sudah watak saya yang dicetak Allah. Saya suka uzlah
(menyendiri). Maka, jangan bicara sesuatu dengan saya. Saya tak
siap. Dan lagi ini bukan waktu faidl (anugerah)," kata Farmawi
mencoba menolak wartawan Al Mushawwar.
Tapi wartawan itu tak kalah gigih: "Kami ingin mendengarkan
ajaran Anda dan mengenalnya lebih dalam." Akhirnya Farmawi
mengalah. Petikan percakapan mereka:
Al Mushawwar (A.M.): Muriddan pengikut Anda mengatakan bahwa
Anda memiliki satu bentuk pemikiran tersendiri.
Syaikh Farmawi (S.F.): Jangan percaya. Saya tak punya murid dan
tak punya pengikut.
A.M. :Bagaimana mungkin. Mereka itu mengaku pengikut Anda dan
menamakan dirinya Kelompok Farmawiyah, mengenakan pakaian serupa
pakaian Anda, dan bersandar pada ajaran Anda. Apakah Anda
mungkir?
S. F. :Tidak. Pada waktu senggang yang dianugerahkan Allah saya
pergunakan untuk masuk masjid. Mengajar mereka yang mau
mendengar saya. Tapi saya tak tahu apa yang sebenarnya saya
katakan. Itu adalah kata-kata Tuhan. Wahyu yang menggerakkan
mulut saya - dan itu tak akan terjadi pada orang lain. Saya
adalah penengah para Nabi dan Rasul. Hanya saya dikhususkan
untuk tiga hal: tahu akan Allah, percaya pada yang diwajibkan
Allah, dan rahasia kehidupan manusia. Maaf, jangan tanya yang ke
luar dari tiga pokok ini.
A.M. :Apakah Anda bukan seorang pendakwah?
S.F.: Saya adalah orang yang -rnenerima wahyu. Saya utusan Allah
yang diperintah untuk menyebarkan agama khusus di Mesir. Sesuatu
yang muncul dari mulut saya adalah kehendak Allah. Saya tak
mungkin bicara sehuruf pun jika di hadapan saya tidak
dibabangkan kitab dari Allah untuk dibaca.
A.M.: Mengapa pengikut Anda selalu mengatakan bahwa tidak sah
salat di belakang imam selain Anda? Akibatnya, mereka tak lagi
mau masuk masjid yang imamnya bukan Anda serta cenderung
bersembahyang sendiri-sendiri.
S. F.: Saya memang tak bersembahyang di belakang imam. Tapi,
orang harus bersembahyang di belakang saya. Hanya, saya tak
mengajarkan begitu kepada orang lain.
A.M.: Tapi, mereka melakukannya.
S.F.: Itu tidak seharusnya terjadi. Saya lain dengan mereka. Dan
mereka tak boleh seperti saya. Saya punya kedudukan tinggi
(maqam) yang tak melayakkan saya bersembahyang di belakang orang
lain. Sedangkan orang lain tak punya maqam seperti, saya. Ketika
sang Nabi mulai kepepet serta-merta ia bilang begini: "Apa Anda
kira Anda mampu mengalahkan saya. Tak mungkin," katanya.
"Ajaranku begitu dalam dan sulit dimengerti dan membutuhkan
waktu panjang untuk mencernanya."
Syaikh Farmawi menambahkan: "Banyak kelompok ekstrimis datang
kepada saya beberapa waktu lalu. Mereka mendengarkan apa yang
saya ajarkan. Sebagian lalu memaki-maki karena apa yang saya
ajarkan sama sekali tak menyentuh pikiran mereka, dan sebagian
lagi tak mampu mencerna kata-kata saya karena otak mereka yang
belum nyandak. Katakata saya adalah ilmu ketuhanan dan saya
sangat yakin terhadap apa yang saya katakan sebagai kebenaran."
Dekan Fakultas Dakwah Universitas Al-Azhar, Kairo, Abdul Ghaffar
Aziz, yang menyertai Al Mushawwar, menyela: "Kalau saya pahami,
pandangan Anda sebenarnya hanya berpedoman pada Al Quran
sematamata. Sedangkan terhadap sunnah Anda sama sekali tak
mempercayainya. Karena sunnah hanya ilmu manqul (ilmu yang di
riwayatkan) ?"
S.F.: Saya hanya bicara yang sebenarnya. Saya mengetahui manusia
seperti yang diberitahukan Allah. Tidak menambah dan tidak
mengurangi. Dan semoga laknat Allah atas orang-orang pendusta.
A.G .A.: Bagaimana Anda bisa mengingkari sunnah, sementara asas
ilmu pengetahuan, yang juga diajarkan di Al-Azhar, misalnya, tak
lepas dari Al Quran dan sunnah?
S.F.: Yah saya tahu banyak dari para ulama Azhar. Tapi, di situ
pusat ilmu "lahiriah" yang tak layak. Saya di sini mengkhususkan
diri pada ilmu batin, ilmu pembuka hati, dan ilmu penjernihan
diri. Ilmu seperti ini tak akan kalian temui di Azhar. (Sang
Nabi tersenyum).
A.M.: Dengan cara apa Anda mengajarkan ilmu batin itu?
S.F.: Allah-lah yang mengajarkan mereka. Saya hanya perantara
dari anugerah Allah untuk kembali saya ajarkan kepada manusia.
A.M.: Jika Anda mati nanti, lalu apakah ilmu itu akan
dianugerahkan kepada orang lain?
S.F.: Dengar! Sesungguhnya Allah memilih seseorang dari beberapa
hamba-Nya yang dianggap mampu untuk menggantikan saya.
A.M.: Apakah juga risalah kenabian dan wahyu?
S.F.: Anda selalu bertanya-tanya. Sekali lagi Anda tak akan
mampu mengalahkan saya selamanya. Cernakan kata-kata saya!
A.M.: Anda pernah katakan kepada murid-murid Anda bahwa bekerja
tak sesuai untuk mengisi waktu ibadat. Apakah ini juga wahyu?
S.F.: Saya tak bilang begitu. Saya hanya bilang bahwa Nabi
(Muhammad) sepanjang hidupnya tidak bekerja. Ia selalu mengisi
waktunya untuk beribadat.
A.M.: Nabi Muhammad pernah jadi penggembala kambing dan
berdagang pada usia dewasanya. Apakah itu tidak bekerja?
S.F.: Tak pernah ada itu. Itu hanya buatan. Sebenarnya Nabi tak
berjualan harta dagangan Khadijah (istri pertama Muhammad -
red.)
A.M.: Tapi, ini termaktub dalam sejarah Nabi.
S.F.: Bohong. Itu dibuat-buat. Hidup Nabi hanya melulu untuk
ibadat dan sama sekali tak pernah bekerja. Tak seorang pun di
dunia ini yang mampu menggabung ibadat dan bekerja. Yang merusak
dunia ini adalah kata-kata kalian yang dinisbatkan pada kata
Nabi bahwa langit tak akan menghujani manusia dengan emas dan
perak. Inilah yang membuat kalian terangsang dengan dunia. Di
mana-mana lalu hanya soal harta yang dibicarakan. Terlalu asyik
cari duit lalu lupa ibadat.
A.M.: Mereka itu berupaya untuk mendapatkan rezeki.
S.F.: Allah Maha Pemberi Rezeki.
A.M.: Bagaimana manusia bisa dapat rezeki tanpa kerja?
S.F.: Tak layak kau ucapkan katakata itu. Allah Maha Pemberi
Rezeki.
A.M.: Anda tak pernah bekerja?
S.F.: Selamanya.
A.M.: Dari mana Anda dapat rezeki ?
F.: Tak perlu tanya. Saya selalu bilang bahwa Allah Maha
Pemberi Rezeki walaupun banyak orang meragukan soal itu.
A.M.: Tidak ada orang meragukan bahwa Allah Maha Pemurah dan
Pemberi Rezeki. Tapi, bukankah Allah menjadikan datangnya rezeki
itu dengan berbagai sebab?
S.F.: Saya tak mengenal sebab.
A.M.: Lalu bagaimana, padahal Allah sendiri berfirman: "Dan
kujadikan setiap sesuatu itu memiliki sebab?"
S.F.: Tak ada yang saya ketahui selain Allah dan anugerahnya
saja. Penyebab-penyebab itu saya tak mengenalnya. Saya tak
pernah baca apa-apa selain Al Quran. Saya tak pernah keluar dari
Kitab Allah selamanya.
A.M.: Kitab-kitab tafsir, hadis, dan fiqh ?
S.F.: Batal . . . batal . . . tak bisa dipercaya. Jika semua itu
benar dari ajaran Islam tentunya sudah habis terbakar beberapa
abad lalu. Sebab musuh-musuh Islam telah membakar habis ilmu
yang benar dari Nabi, dan membiarkan yang batal.
A.M.: Hadis-hadis yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Aisyah dan
beberapa sahabat yang lain?
S.F.: Saya tak mengakuinya. Bukhari, siapa yang mengarangnya?
A.M.: Bukhari memang bukan pengarangnya. Tapi, penghimpun.
S.F.: Manqul? Saya tak mengakui yang manqul (yang diriwayatkan).
A.M.: Lalu yang diriwayatkan Aisyah?
S.F.: Nabi tak pernah melibatkan diri dengan wanita. Jauhilah
wanita sungguh-sungguh dari kehidupan Nabi. Ini anggapan yang
tak perlu digubris.
A.M.: Dengan begitu Anda mengingkari sejarah?
S.F.: Apa itu sejarah? Apa yang tak disebut Al Quran,batal.
A.M.: Soal tanah air ini, bagaimana sikap Anda?
S.F.: Saya tak pernah bertanya tentang ini Saya orang yang
menyendiri - jauh dari keterlibatan orang-orang di sekitar saya.
Saya tak bisa berbuat apa-apa jika Allah tak memperkenalkannya.
Jika Allah menyuruh saya, maka saya bergerak untuk bertindak.
Jika Allah tidak memerintah, saya tetap uzlah.
A.M.: Jika seandainya negara kena bencana?
S.F.: Itu kehendak Allah.
A.M.: Apakah Anda juga mau berjuang?
S.F.: Hmm. Apakah Al-Azhar juga berperan saat ada bencana? Guru
Besar Darul Ulum Mesir, Dr. Muhammad Abul Anwar lalu menangkis.
"Waktu itu saya berperang seperti prajurit lain yang dengan
semangat baja dan membara ingin mengalahkan musuh."
S.F.: Ada gunanya?
M.A.A.: Tentu. Malah bisa membuahkan kemenangan.
S.F.: Ini bukan risalah saya. Risalah saya adalah apa yang telah
diberikan Allah kepada saya.
M.A.A.: Dari mana Anda belajar dulu ?
S.F.: Banyak orang. Saya belajar sejak usia tujuh tahun dari
puluhan Ulama. Di Azhar sendiri saya pernah ikut mendengar
beberapa pengajian. Tapi saya tak aktif benar, dan tak pernah
ikut secara kontinyu.
A.M.: Sudah kawinkah Anda?
S.F.: Ya. Malah saya punya anak.
A.M.: Anak-anak Anda juga mengikuti ajaran Anda?
S.F.: Tidak. Anak lelaki saya yang bernama Muhammad, seorang
insinyur, dan bekerja di Libya. Ia tak mengikuti jalan saya dan
memilih jalan mencari dunia. Dia tak akan ketemu dengan saya.
Putri saya juga. Kawin dan meninggalkan saya.
A.M.: Tolong, untuk akhir perjumpaan ini, bisakah Anda memberi
keringkasan ajaran Anda?
S.F.: Saya tak punya ajaran dan bentuk pemikiran. Semua yang
muncul dari mulut saya hanyalah anugerah Allah.
A.M.: Lalu seperti yang dianut para pengikut Anda?
S.F.: Seperti apa?
A.M.: Misalnya mereka tak mau lagi bersembahyang jamaah dan
malah tak sembahyang umat. Oh ya, apakah Anda juga sembahyang
Jumat?
S.F.: Saya salat Jumat jika saya yang menjadi imamnya.
A.M.: Seandainya yang menjadi imam bukan Anda?
S.F.: Tidak. Saya sembahyang lohor, kalau begitu. Jika banyak
orang menolak saya masuk masjidnya, dan mereka itu yang
menganggap darah saya halal, saya tinggalkan mereka.
Saya cari masjid yang memungkinkan saya untuk berkotbah dan
bersembahyang dengan para pengikut saya.
A.M.: Berapa jumlah pengikut Anda?
S.F.: Saya tidak tahu. Mungkin ribuan. Mungkin juga jutaan. Saya
tak pernah menghitung. Saya hanya tahu orang kalau Allah
memberitahukannya. Dan Allah sangat menyaksikan apa yang saya
katakan.
Seusai dialog panjang wartawan Al Mushawwar dan dua sarjana
Mesir itu mencoba menebak-nebak! Farmawi sebagai nabi baru atau
hanya seorang tokoh baru dalam Islam dengan alirannya yang baru
pula?
Muhammad Abul Anwar lalu menyimpulkan bahwa Farmawi seorang yang
tidak mau menerima hadis, sejarah Nabi, dan pendapat Ulama Fiqh,
dan menganggap mazhab-mazhab itu sebagai yang memelopori
pendapat pribadi. Bukan mewakili agama secara utuh.
Pengertian "wahyu" di sini, menurut Anwar, tidak harus dipahami
sebagai wahyu kenabian. Tapi, sebagai anugerah yang biasa
diberikan Allah kepada hamba-Nya yang paling banyak beribadat.
"Maka ia merasakan bahwa Allah ada dalam hati dan otaknya," ujar
Anwar.
Yang dipercaya Farmawi hanyalah Al Quran dan sebagian sunnah
yang berdasar tingkah laku Nabi saja. "Ini merupakan kelompok
batiniah yang pernah muncul pada zaman Abbasiyah," kata Anwar.
Kecenderungan hidup yang melulu untuk ibadat membuat Farmawi tak
memperkenankan kerja yang dianggap mengganggu ibadat. Bahkan
Farmawi memandang semua ayat Al Quran hanya mengisyaratkan
ibadah. Tak lain. Seperti juga ketika ia menafsirkan salah satu
ayat Al Quran dari Surat Aljum'ah yang menganjurkan kaum muslim
untuk bekerja seusai menunaikan salat, bukan sebagai yang
dikehendaki para penafsir lain. Tapi, malah lebih mengukuhkan
pendapatnya.
Dari caranya mengamalkan ajaran ia hanya mengandalkan anugerah
yang diberikan melalui ilham kepadanya yang menurut Farmawi:
"wahyu". Maka, ia tak menerima semua ilmu yang digali para
ulama, dan yang diupayakan pengumpulannya oleh ulama, seperti
Hadis Nabi kecuali Al Quran saja. "Tentu saja ini mencemaskan,"
kata Anwar. Masalahnya ajaran seperti ini kadangkala menjadi
pelarian bagl orang-orang yang putus asa terhadap kehidupan.
Adakah Syaikh Farmawi seorang nabi ? Hanya Tuhan yang tahu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini