Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

"nabi" berjalabiah hijau dari...

Syeikh muhammad salim al-farmawi, tokoh agama di mesir dirinya sebagai rasul(nabi). (sel)

23 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NABI baru lagi dari tanah Arab. Namanya: Syaikh Muhammad Salim Farmawi. Yang mengejutkan Syaikh yang berusia 90 tahun itu menobatkan dirinya sebagai rasul - yang menurut ajaran Islam cuma berjumlah 25 orang dengan rasul terakhir Muhamamd s.a.w. Farmawi mengembangkan ajarannya di Desa Abu Zi'bal. Dan hampir semua penduduk desa itu mengaku mengikuti ajaran Syaikh Farmawi. Kendati Farmawi melandaskan ajarannya pada Islam, mereka menolak menerima hadis-hadis yang dikenal selama ini - terutama hadis yang diriwayatkan Aisyah, salah seorang istri Nabi. Mereka juga memusuhi kehidupan modern: tak suka nonton televisi, mendengarkan radio, baca koran, dan hal lain yang bersifat duniawi. Mereka tak mau sembahyang berjamaah jika imam salat bukan dari kelompok mereka - persis Islam Jamaah di negara kita. Yang lebih hebat lagi, mereka sama sekali memutus diri dengan pekerjaan. Semua waktu dalam hidup mereka hanya untuk beribadat dan berpikir mengenai akhirat nanti. Hingga banyak pengikutnya yang melepaskan pekerjaannya hanya untuk mengikuti ajaran sang Nabi. "Itulah ajaran guru kami," kata mereka serentak menjawab pertanyaan wartawan Al Mushawwar Yusuf Fikri. Seorang di antara mereka menambahkan: "Tidak tepat seorang hamba Allah memadukan pekerjaan dengan ibadat. Allah sendiri berfirman dalam Al Quran: Tak akan kubuat manusia dan jin selain (akhirnya) untuk beribadat." Tak heran bila di Abu Zi'bal banyak ditemui kelompok diskusi agama. Cuma saja yang banyak muncul cacian, makian, dan pengkafiran kepada orang lain - di luar kelompok mereka. Untuk menemui Nabi Farmawi ternyata tak gampang. Alasannya: selalu sibuk berdakwah. Dan jika waktu luang, katanya, itu adalah saat ia menerima wahyu - yang ini harap jangan terlalu dipercaya. Januari lalu majalah Al-Mushawwar, terbitan Mesir, berhasil menemui laki-laki tua bertubuh kecil yang gemar mengenakan pakaian serba hijau - jalabiah, celana, dan surban serta suka menopang tubuhnya dengan tongkat bambu yang panjang. "Saya selalu lari dari manusia dan tidak suka menyalami mereka. Ini sudah watak saya yang dicetak Allah. Saya suka uzlah (menyendiri). Maka, jangan bicara sesuatu dengan saya. Saya tak siap. Dan lagi ini bukan waktu faidl (anugerah)," kata Farmawi mencoba menolak wartawan Al Mushawwar. Tapi wartawan itu tak kalah gigih: "Kami ingin mendengarkan ajaran Anda dan mengenalnya lebih dalam." Akhirnya Farmawi mengalah. Petikan percakapan mereka: Al Mushawwar (A.M.): Muriddan pengikut Anda mengatakan bahwa Anda memiliki satu bentuk pemikiran tersendiri. Syaikh Farmawi (S.F.): Jangan percaya. Saya tak punya murid dan tak punya pengikut. A.M. :Bagaimana mungkin. Mereka itu mengaku pengikut Anda dan menamakan dirinya Kelompok Farmawiyah, mengenakan pakaian serupa pakaian Anda, dan bersandar pada ajaran Anda. Apakah Anda mungkir? S. F. :Tidak. Pada waktu senggang yang dianugerahkan Allah saya pergunakan untuk masuk masjid. Mengajar mereka yang mau mendengar saya. Tapi saya tak tahu apa yang sebenarnya saya katakan. Itu adalah kata-kata Tuhan. Wahyu yang menggerakkan mulut saya - dan itu tak akan terjadi pada orang lain. Saya adalah penengah para Nabi dan Rasul. Hanya saya dikhususkan untuk tiga hal: tahu akan Allah, percaya pada yang diwajibkan Allah, dan rahasia kehidupan manusia. Maaf, jangan tanya yang ke luar dari tiga pokok ini. A.M. :Apakah Anda bukan seorang pendakwah? S.F.: Saya adalah orang yang -rnenerima wahyu. Saya utusan Allah yang diperintah untuk menyebarkan agama khusus di Mesir. Sesuatu yang muncul dari mulut saya adalah kehendak Allah. Saya tak mungkin bicara sehuruf pun jika di hadapan saya tidak dibabangkan kitab dari Allah untuk dibaca. A.M.: Mengapa pengikut Anda selalu mengatakan bahwa tidak sah salat di belakang imam selain Anda? Akibatnya, mereka tak lagi mau masuk masjid yang imamnya bukan Anda serta cenderung bersembahyang sendiri-sendiri. S. F.: Saya memang tak bersembahyang di belakang imam. Tapi, orang harus bersembahyang di belakang saya. Hanya, saya tak mengajarkan begitu kepada orang lain. A.M.: Tapi, mereka melakukannya. S.F.: Itu tidak seharusnya terjadi. Saya lain dengan mereka. Dan mereka tak boleh seperti saya. Saya punya kedudukan tinggi (maqam) yang tak melayakkan saya bersembahyang di belakang orang lain. Sedangkan orang lain tak punya maqam seperti, saya. Ketika sang Nabi mulai kepepet serta-merta ia bilang begini: "Apa Anda kira Anda mampu mengalahkan saya. Tak mungkin," katanya. "Ajaranku begitu dalam dan sulit dimengerti dan membutuhkan waktu panjang untuk mencernanya." Syaikh Farmawi menambahkan: "Banyak kelompok ekstrimis datang kepada saya beberapa waktu lalu. Mereka mendengarkan apa yang saya ajarkan. Sebagian lalu memaki-maki karena apa yang saya ajarkan sama sekali tak menyentuh pikiran mereka, dan sebagian lagi tak mampu mencerna kata-kata saya karena otak mereka yang belum nyandak. Katakata saya adalah ilmu ketuhanan dan saya sangat yakin terhadap apa yang saya katakan sebagai kebenaran." Dekan Fakultas Dakwah Universitas Al-Azhar, Kairo, Abdul Ghaffar Aziz, yang menyertai Al Mushawwar, menyela: "Kalau saya pahami, pandangan Anda sebenarnya hanya berpedoman pada Al Quran sematamata. Sedangkan terhadap sunnah Anda sama sekali tak mempercayainya. Karena sunnah hanya ilmu manqul (ilmu yang di riwayatkan) ?" S.F.: Saya hanya bicara yang sebenarnya. Saya mengetahui manusia seperti yang diberitahukan Allah. Tidak menambah dan tidak mengurangi. Dan semoga laknat Allah atas orang-orang pendusta. A.G .A.: Bagaimana Anda bisa mengingkari sunnah, sementara asas ilmu pengetahuan, yang juga diajarkan di Al-Azhar, misalnya, tak lepas dari Al Quran dan sunnah? S.F.: Yah saya tahu banyak dari para ulama Azhar. Tapi, di situ pusat ilmu "lahiriah" yang tak layak. Saya di sini mengkhususkan diri pada ilmu batin, ilmu pembuka hati, dan ilmu penjernihan diri. Ilmu seperti ini tak akan kalian temui di Azhar. (Sang Nabi tersenyum). A.M.: Dengan cara apa Anda mengajarkan ilmu batin itu? S.F.: Allah-lah yang mengajarkan mereka. Saya hanya perantara dari anugerah Allah untuk kembali saya ajarkan kepada manusia. A.M.: Jika Anda mati nanti, lalu apakah ilmu itu akan dianugerahkan kepada orang lain? S.F.: Dengar! Sesungguhnya Allah memilih seseorang dari beberapa hamba-Nya yang dianggap mampu untuk menggantikan saya. A.M.: Apakah juga risalah kenabian dan wahyu? S.F.: Anda selalu bertanya-tanya. Sekali lagi Anda tak akan mampu mengalahkan saya selamanya. Cernakan kata-kata saya! A.M.: Anda pernah katakan kepada murid-murid Anda bahwa bekerja tak sesuai untuk mengisi waktu ibadat. Apakah ini juga wahyu? S.F.: Saya tak bilang begitu. Saya hanya bilang bahwa Nabi (Muhammad) sepanjang hidupnya tidak bekerja. Ia selalu mengisi waktunya untuk beribadat. A.M.: Nabi Muhammad pernah jadi penggembala kambing dan berdagang pada usia dewasanya. Apakah itu tidak bekerja? S.F.: Tak pernah ada itu. Itu hanya buatan. Sebenarnya Nabi tak berjualan harta dagangan Khadijah (istri pertama Muhammad - red.) A.M.: Tapi, ini termaktub dalam sejarah Nabi. S.F.: Bohong. Itu dibuat-buat. Hidup Nabi hanya melulu untuk ibadat dan sama sekali tak pernah bekerja. Tak seorang pun di dunia ini yang mampu menggabung ibadat dan bekerja. Yang merusak dunia ini adalah kata-kata kalian yang dinisbatkan pada kata Nabi bahwa langit tak akan menghujani manusia dengan emas dan perak. Inilah yang membuat kalian terangsang dengan dunia. Di mana-mana lalu hanya soal harta yang dibicarakan. Terlalu asyik cari duit lalu lupa ibadat. A.M.: Mereka itu berupaya untuk mendapatkan rezeki. S.F.: Allah Maha Pemberi Rezeki. A.M.: Bagaimana manusia bisa dapat rezeki tanpa kerja? S.F.: Tak layak kau ucapkan katakata itu. Allah Maha Pemberi Rezeki. A.M.: Anda tak pernah bekerja? S.F.: Selamanya. A.M.: Dari mana Anda dapat rezeki ? F.: Tak perlu tanya. Saya selalu bilang bahwa Allah Maha Pemberi Rezeki walaupun banyak orang meragukan soal itu. A.M.: Tidak ada orang meragukan bahwa Allah Maha Pemurah dan Pemberi Rezeki. Tapi, bukankah Allah menjadikan datangnya rezeki itu dengan berbagai sebab? S.F.: Saya tak mengenal sebab. A.M.: Lalu bagaimana, padahal Allah sendiri berfirman: "Dan kujadikan setiap sesuatu itu memiliki sebab?" S.F.: Tak ada yang saya ketahui selain Allah dan anugerahnya saja. Penyebab-penyebab itu saya tak mengenalnya. Saya tak pernah baca apa-apa selain Al Quran. Saya tak pernah keluar dari Kitab Allah selamanya. A.M.: Kitab-kitab tafsir, hadis, dan fiqh ? S.F.: Batal . . . batal . . . tak bisa dipercaya. Jika semua itu benar dari ajaran Islam tentunya sudah habis terbakar beberapa abad lalu. Sebab musuh-musuh Islam telah membakar habis ilmu yang benar dari Nabi, dan membiarkan yang batal. A.M.: Hadis-hadis yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Aisyah dan beberapa sahabat yang lain? S.F.: Saya tak mengakuinya. Bukhari, siapa yang mengarangnya? A.M.: Bukhari memang bukan pengarangnya. Tapi, penghimpun. S.F.: Manqul? Saya tak mengakui yang manqul (yang diriwayatkan). A.M.: Lalu yang diriwayatkan Aisyah? S.F.: Nabi tak pernah melibatkan diri dengan wanita. Jauhilah wanita sungguh-sungguh dari kehidupan Nabi. Ini anggapan yang tak perlu digubris. A.M.: Dengan begitu Anda mengingkari sejarah? S.F.: Apa itu sejarah? Apa yang tak disebut Al Quran,batal. A.M.: Soal tanah air ini, bagaimana sikap Anda? S.F.: Saya tak pernah bertanya tentang ini Saya orang yang menyendiri - jauh dari keterlibatan orang-orang di sekitar saya. Saya tak bisa berbuat apa-apa jika Allah tak memperkenalkannya. Jika Allah menyuruh saya, maka saya bergerak untuk bertindak. Jika Allah tidak memerintah, saya tetap uzlah. A.M.: Jika seandainya negara kena bencana? S.F.: Itu kehendak Allah. A.M.: Apakah Anda juga mau berjuang? S.F.: Hmm. Apakah Al-Azhar juga berperan saat ada bencana? Guru Besar Darul Ulum Mesir, Dr. Muhammad Abul Anwar lalu menangkis. "Waktu itu saya berperang seperti prajurit lain yang dengan semangat baja dan membara ingin mengalahkan musuh." S.F.: Ada gunanya? M.A.A.: Tentu. Malah bisa membuahkan kemenangan. S.F.: Ini bukan risalah saya. Risalah saya adalah apa yang telah diberikan Allah kepada saya. M.A.A.: Dari mana Anda belajar dulu ? S.F.: Banyak orang. Saya belajar sejak usia tujuh tahun dari puluhan Ulama. Di Azhar sendiri saya pernah ikut mendengar beberapa pengajian. Tapi saya tak aktif benar, dan tak pernah ikut secara kontinyu. A.M.: Sudah kawinkah Anda? S.F.: Ya. Malah saya punya anak. A.M.: Anak-anak Anda juga mengikuti ajaran Anda? S.F.: Tidak. Anak lelaki saya yang bernama Muhammad, seorang insinyur, dan bekerja di Libya. Ia tak mengikuti jalan saya dan memilih jalan mencari dunia. Dia tak akan ketemu dengan saya. Putri saya juga. Kawin dan meninggalkan saya. A.M.: Tolong, untuk akhir perjumpaan ini, bisakah Anda memberi keringkasan ajaran Anda? S.F.: Saya tak punya ajaran dan bentuk pemikiran. Semua yang muncul dari mulut saya hanyalah anugerah Allah. A.M.: Lalu seperti yang dianut para pengikut Anda? S.F.: Seperti apa? A.M.: Misalnya mereka tak mau lagi bersembahyang jamaah dan malah tak sembahyang umat. Oh ya, apakah Anda juga sembahyang Jumat? S.F.: Saya salat Jumat jika saya yang menjadi imamnya. A.M.: Seandainya yang menjadi imam bukan Anda? S.F.: Tidak. Saya sembahyang lohor, kalau begitu. Jika banyak orang menolak saya masuk masjidnya, dan mereka itu yang menganggap darah saya halal, saya tinggalkan mereka. Saya cari masjid yang memungkinkan saya untuk berkotbah dan bersembahyang dengan para pengikut saya. A.M.: Berapa jumlah pengikut Anda? S.F.: Saya tidak tahu. Mungkin ribuan. Mungkin juga jutaan. Saya tak pernah menghitung. Saya hanya tahu orang kalau Allah memberitahukannya. Dan Allah sangat menyaksikan apa yang saya katakan. Seusai dialog panjang wartawan Al Mushawwar dan dua sarjana Mesir itu mencoba menebak-nebak! Farmawi sebagai nabi baru atau hanya seorang tokoh baru dalam Islam dengan alirannya yang baru pula? Muhammad Abul Anwar lalu menyimpulkan bahwa Farmawi seorang yang tidak mau menerima hadis, sejarah Nabi, dan pendapat Ulama Fiqh, dan menganggap mazhab-mazhab itu sebagai yang memelopori pendapat pribadi. Bukan mewakili agama secara utuh. Pengertian "wahyu" di sini, menurut Anwar, tidak harus dipahami sebagai wahyu kenabian. Tapi, sebagai anugerah yang biasa diberikan Allah kepada hamba-Nya yang paling banyak beribadat. "Maka ia merasakan bahwa Allah ada dalam hati dan otaknya," ujar Anwar. Yang dipercaya Farmawi hanyalah Al Quran dan sebagian sunnah yang berdasar tingkah laku Nabi saja. "Ini merupakan kelompok batiniah yang pernah muncul pada zaman Abbasiyah," kata Anwar. Kecenderungan hidup yang melulu untuk ibadat membuat Farmawi tak memperkenankan kerja yang dianggap mengganggu ibadat. Bahkan Farmawi memandang semua ayat Al Quran hanya mengisyaratkan ibadah. Tak lain. Seperti juga ketika ia menafsirkan salah satu ayat Al Quran dari Surat Aljum'ah yang menganjurkan kaum muslim untuk bekerja seusai menunaikan salat, bukan sebagai yang dikehendaki para penafsir lain. Tapi, malah lebih mengukuhkan pendapatnya. Dari caranya mengamalkan ajaran ia hanya mengandalkan anugerah yang diberikan melalui ilham kepadanya yang menurut Farmawi: "wahyu". Maka, ia tak menerima semua ilmu yang digali para ulama, dan yang diupayakan pengumpulannya oleh ulama, seperti Hadis Nabi kecuali Al Quran saja. "Tentu saja ini mencemaskan," kata Anwar. Masalahnya ajaran seperti ini kadangkala menjadi pelarian bagl orang-orang yang putus asa terhadap kehidupan. Adakah Syaikh Farmawi seorang nabi ? Hanya Tuhan yang tahu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus