Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menjual Listrik Swedia

Swedia memperkenalkan teknologi perlistrikannya di Indonesia, a.l: tehnik minihidro berkapasitas kecil yang relevan dengan kebutuhan pedesaan. (ilt)

23 April 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU Swedia berbicara tentang teknologi pembangkit listrik dengan tenaga air, memang pantas. Sekitar duapertiga produksi listrik negara utara itu, berasal dari tenaga air. Memperhatikan prestasi itu, tidak mengherankan ketika awal pekan lalu Simposium Energi Swedia di Hotel Mandarin, menarik banyak peminat. Termasuk Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. Dr. Subroto, yang seusai memberi pengarahannya, mencanangkan pembukaan simposium dua hari itu. Seperti negara industri maju lainnya, Swedia menghadapi problema kelebihan produksi berbagai teknologinya. Mau tak mau harus dicari pasaran baru dan sudah sewajarnya kalau Indonesia menjadi salah satu sasarannya. Karena seperti dikemukakan Menteri Subroto, 80% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, dan baru 12,6% menikmati listrik. "Ini tentunya merupakan tantangan bagi negara kami," ujar menteri. Para pengusaha Swedia yang bergerak dalam bidang teknologi pembangkit dan penyaluran listrik, dipimpin Wakil Menteri Industri yang merangkap Pembantu Sekretaris Negara bidang Energi, Ulf Dahlsten, memperkenalkan teknologi pembangkit listrik yang berasal dari tenaga gas, batu bara dan bahkan kayu di samping tenaga nuklir. Juga sokoguru lain dalam teknologi perlistrikan: penyaluran dan sistem distribusi. Semua itu tentu sangat relevan dengan tujuan Indonesia yang seperti dikemukan Menteri Subroto, berusaha mengurangi ketergantungannya pada energi minyak bumi, dengan cara mengembangkan penganekaragaman penggunaan energi lain. Khususnya di bidang pembangkitan listrik, sebanyak 60% produksi listrik Indonesia bersumber pada energi minyak bumi dan hanya 11% pada tenaga air. Sementara konsumsi total energi di Indonesia bahkan 80% tergantung dari minyak bumi itu. Di Swedia - negeri dingin berpenduduk 8 juta - hanya 60% konsumsi energi total bersumber pada minyak bumi. Sebagian besar dipergunakan untuk keperluan pemanasan. Di sektor pembangkitan listrik peranan minyak bumi sangat kecil, kurang dari 7%, dan itu pun untuk pembangkit listrik yang di samping listrik, juga menghasilkan panas. Bagian terbesar dari produksi listrik di Swedia berasal dari tenaga air (63%) dan dari tenaga nuklir (25%). Sisanya dipenuhi batu bara, gas, kayu, dan mirnyak. Karena itu pengembangan teknologi tenaga air di Swedia cukup menarik perhatian para peserta simposium energi itu. Pengembangan pembangkit tenaga air di Swedia tidak tergantung dari pertimbangan teknis atau ekonomis. "Tapi bisakah proyek baru itu diterima sehubungan dengan efeknya atas lingkungan hidup," ujar Stig Angelin dari Dewan Ketenagaan Negara Swedia. Menurut taksiran, sekitar 30 TWJ per tahun masih merupakan potensi tenaga air di Swedia, tapi Parlemen Swedia memutuskan bahwa sebagian terbesar potensi sumber tenaga air itu tidak akan diolah demi menjaga keutuhan lingkungan hidup. Inilah, terutama, yang mendorong kecenderungan pembuatan pembangkit minihidro yang berkapasitas di bawah 10 MW. Ini tentunya sangat relevan dengan kebutuhan Indonesia yang sejak Pelita III giat membangun PLTM itu. Potensi tenaga air di Indonesia menurut angka resmi selama ini diperkirakan 31.000 MW, tapi angka ini belakangan bahkan menjadi 62.000 MW. Sementara potensi ribuan sungai kecil dan saluran irigasi belum masuk hitungan, padahal diperkirakan mencapai beberapa ribu MW! Meski begitu teknologinya tidak terlepas dari berbagai masalah, antaranya uang. "Hambatan utama dari sistem PLTM konvensional, ialah investasinya yang tinggi," ujar Ir. Harry Sostrosewoyo dari ITB dalam Seminar Mini Hidro di BPP Teknologi, November lalu (TEMPO, 11 Desember). Untuk PLTM berkapasitas 80 KW misalnya, diperlukan biaya sekitar Rp 80 juta (sebelum devaluasi). Hampir separuh dari ini adalah untuk pekerjaan sipil seperti saluran air untuk turbin, pintu air, bangunan rumah pembangkit, dan lain sebagainya. Suatu perkembangan menarik yang ditawarkan Swedyards ialah yang dinamakannya Skandia Mini Hydro Power Station atau PLTM 'Skandia'. Keistimewaannya ialah karena sebagian besar dibuat di pabrik sebagai kemasan dengan jangkauan kapasitas dari 100 sampai 500 KW. Karena pendekatan ini biaya pekerjaan sipil bisa ditekan serendah mungkin. PLTM 'Skandia' ini dirancang dengan turbin jenis Kaplan dan dipergunakan dalam sungai kecil atau saluran dengan selisih permukaan air antara 3 sampai 16 meter dan kederasan air sebesar 1-8 m3 per detik. Konsep baru juga ditawarkan Stal-Laval, perusahaan turbin yang tergabung dalam kelompok Asea. Konsep itu menyangkut saluran air (penstock) bagi PLTM yang merupakan unsur pokok. Sebetulnya di Swedia konsep itu merupakan tradisi sejak dulu, yaitu membuat saluran pipa itu dari kayu, prinsipnya tak ubah membuat tong air dari kayu. Keuntungannya, "selain murah, saluran kayu itu lentur hingga tak perlu fondasi khusus," ujar Goran Weibull dari Stal-Laval. "Perubahan tanah dan dentuman akibat air mengalir di dalamnya, dengan mudah bisa diserap kelenturan itu." Stal-Laval bukan nama baru. Indonesia sudah memanfaatkan tiga turbin uap dan satu turbin gas dari perusahaan ini. Saat ini induk Stal-Laval, kelompok Asea, juga terlibat dalam proyek PLTA Mrica di Ja-Teng. Ini meliputi penyediaan tiga buah generator dengan kapasitas 67 MVA masing-masing, di samping semua peralatan listrik lainnya. Penjabaran dari teknologi turbin, generator dan peralatan kendali juga memancing diskusi hangat, menandakan perhatian besar dari para ahli dan pejabat Indonesia. Satu problem yang belum tuntas, agaknya, ialah sistem kendali. Bagi Swedia, itu bukan masalah karena semua pembangkitnya terhubungkan secara terpadu dalam satu jaringan transmisi nasional dan bahkan internasional. Indonesia belum memiliki jaringan sesempurna itu, apalagi di luar Jawa. Akibatnya kelebihan produksi listrik sebuah PLTM pada saat beban pemakaian rendah tidak bisa disalurkan ke lain tempat. Di sini sistem kendali perputaran turbin dan generator menjadi penting, terutama bila PLTM itu berada di saluran irigasi. Betapun, pengenalan dengan teknologi yang relevan bagi Indonesia, pasti membuka cakrawala baru.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus