BENDI di Padang, beca di kota lain: nasibnya sama. Makin
terpepet dari jalanan umum. Tanda larangan masuk terlihat di
banyak tempat. Sejak 2 tahun silam jalan protokol telah
diharamkan untuk dilewati bendi. Tapi pada ruang yang makin
sempit, kendaraan berkuda itu masih setia berfungsi, tetap
bertahan.
Dulu jumlahnya tak kurang dari 1000 buah, tersebar di
sudut-sudut kota. Tapi sejak ada larangan pada jalan tertentu
jumlah bendi di Padang makin menyusut. "Kami tinggal 600 biji",
kata Yusuf Abdullah Sekretaris Serikat Buruh Transpor Bendi
(SBTB).
Tentu saja yang 400 lagi sudah pada menyingkir ke pedalaman
mencari tempat yang masih aman seperti di kota Solok,
Batusangkar dan Payakumbuh. Jumlah yang ada di Padang kini
tampaknya akan bertahan. "Kami tetap di sini sampai keadaan
memungkinkan", kata Sine (60) kusir tua yang tinggal di Air
Tawar Padang. Dan sisa bendi yang banyak itu masih tetap
berrnarkas di pinggiran kota seperti di Purus, Andalas Marapalam
dan sebagainya.
Ditilik dari duit yang masuk ke kantong para kusir dan pengusaha
bendi sejak adanya daerah bebas bendi (DBB) itu memang sedikit
melorot, meski juga tak terlalu jelek. Beroperasi dari pagi
sampai sore paling sedikit para kusir masih berpenghasilan di
atas 1000 perak. Itulah sebabnya mengapa para kusir masih tetap
setia menunggu nasibnya di atas bendi tua itu. "Malam hari
penghasilan lebih baik. Sebab tidak ada lawan", kata kusir
lainnya. Ada benarnya pada waktu liwat jam 22.00 bendilah
kendaraan umum jarak pendek yang masih bertahan dalam kota.
Untuk Pariwisata
Meski begitu para kusir Padang masih tetap memimpikan ketika
kebebasan beroperasi di seluruh jalanan Padang masih jadi milik
mereka. "Penghasilan lebih dari Rp 1500", kata Sine lagi. Ini
dibenarkan Yusir Abdullah Sekretaris SBTB yang rajin mencatat
kendaraan bendi yang keluar masuk pasar Mambo di samping kantor
Walikota. Tapi kini apa boleh buat. "Itu resiko kemajuan",
tambah Yusir pula. Dan di Padang mobil mini dan Bemo makin ramai
juga.
Tapi yang bernama resiko kemajuan itu agaknya segera akan
menimpa para kusir lagi. Ada direncanakan Walikota bahwa
kendaraan bendi ini akan diganti dengan jenis Helicak semacam di
Jakarta. Kabar itupun sudah sampai ke telinga para kusir. "Kami
akur saja", kata seorang kusir lainnya kepada TEMPO. Tentu saja
jika helicak itu kelak memang diuntukkan bagi kelanjutan hidup
mereka. Sebab para kusir diam-diam memang mengakui bahwa bendi
memang makin sulit. Baik dari sudut penumpang maupun dari tertib
lalulintas sebab makin ketat diawasi polisi. "Kami harap saja
dibantu sepenuhnya untuk memperoleh kendaraan itu", kata Yusir
lagi.
Harapan ini memang tak keliru. Kendaraan helicak yang akan
dicoba dalam bulan ini juga memang dimaksudkan untuk mengganti
fungsi bendi. "Kita coba dulu. Caranya nanti diatur", kata
Walikota drs. Hasan Basri Durin kepada TEMPO.
Walikota memang cenderung untuk menutup kotanya dari lalulintas
bendi di masa datang. Tapi sang Wali ada memberi kelegaan juga
kepada para kusir bendi bahwa tindakan itu tak akan dilakukan
secara drastis. Karena itu pula Walikota belum bersedia memberi
penjelasan dengan cara apa para kusir itu kelak bisa memperoleh
Helicak itu. "Pokoknya kita coba dulu", kata Walikota lagi.
Adakah bendi kelak benar-benar tak akan terlihat lagi di Padang?
"Tidak. Untuk pariwisata masih penting", kata Walikota memberi
jaminan. Suara tak setuju tentang bendi dihapus memang terdengar
juga. Maksudnya tentu saja berkaitan dengan pariwisata itu juga.
"Itu daya tarik buat pelancong di sini", kata seorang petugas
biro perjalanan. Jika begitu akur saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini