Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bukan cuma penggunaan kain tenun dan pewarna alami yang membuat batik gedog unik. Berbagai motif batik yang berkembang di Kecamatan Kerek, Tuban, Jawa Timur, itu juga memiliki makna dan fungsi yang berbeda. Beragam motif—dengan makna dan fungsi masing-masing—itu tak lepas dari tiga budaya yang disebut-sebut mempengaruhi batik gedog, yakni Hindu, Islam, dan Cina.
Pengaruh Hindu, misalnya, ada pada motif kesatrian, yang menggambarkan seorang abdi kerajaan yang gagah dan berani. Motif kesatrian bercorak segi lima dan di tengahnya terdapat titik putih. Batik gedog dengan motif itu biasanya dikenakan para pengiring pengantin. “Supaya kelihatan gagah,” kata Rukayah, 58 tahun, perajin batik asal Desa Margorejo, Kerek, pertengahan September lalu.
Pengaruh Hindu juga terlihat pada motif gringsing. Gringsing diambil dari kata gring yang berarti sakit dan sing yang artinya mengangkat. Secara sederhana, gringsing berarti menyembuhkan orang sakit. Motif batik itu berupa sisik ular berwarna dasar cokelat dengan lembaran daun dan bunga yang mekar. Di tengah kelopak bunga, ada sedikit warna putih.
Konon, batik gringsing dikenakan para abdi dalem Kerajaan Singasari saat dipimpin Ken Arok. Penggunaannya disebut-sebut bermula ketika masyarakat Singasari terserang sebuah wabah penyakit. Melihat kondisi itu, seorang abdi dalem menyarankan agar masyarakat mengenakan pakaian yang mirip dengan batik bermotif gringsing. “Gringsing satu dari sekian banyak motif batik yang terpengaruh kerajaan Hindu,” ujar Rifat, 41 tahun, kolektor batik di Kerek.
Ada juga motif panji serong dan panji krentil. Batik gedog dengan motif panji serong biasanya digunakan untuk kebutuhan ritual. Motifnya menggambarkan bujur sangkar dengan titik pusat serta garis utara-selatan dan timur-barat yang merupakan ciri khas kain dengan nilai ritual. Adapun panji krentil dipercaya sebagai penolak bala. Warga sejumlah desa di Tuban juga percaya batik dengan motif panji krentil bisa menyembuhkan penyakit. “Kalau ada orang sakit, batik panji krentil dipakai sebagai selimutnya,” tutur Siti Rukayah, 62 tahun, perajin batik di Desa Margorejo, -Kerek.
Adapun pengaruh Islam terdapat pada batik gedog dengan motif kijing miring. Kijing miring berarti batu nisan. Batik ini berwarna merah tua dengan gambar kotak dan segitiga di tengahnya. Selain itu, ada dua corak yang membelah kain. Bagian kiri menggambarkan batu nisan miring, sementara bagian kanan bercorak kesatriaan yang menggambarkan seseorang yang gagah. Makna motif batik ini sangat religius, yakni mengingatkan bahwa manusia akan kembali kepada Sang Pencipta atau dengan kata lain meninggal. Selain kijing miring, ada motif titik sembilan yang menggambarkan Wali Songo—sebutan untuk sembilan wali yang menyebarkan Islam di Jawa.
Pengaruh Cina didapati pada motif lokcan. Kain lokcan sebenarnya terbuat dari sutra (cuan atau juan) Cina. Namun masyarakat Tuban mengubahnya menjadi kain tenun, yang digambar dengan teknik batik. Motif lokcan bergambar kelopak bunga kapas dan terdapat duri—biasa disebut ren-ren—di pinggir kain tenun gedog. Kini batik gedog bermotif lokcan sudah jarang diproduksi. “Di Tuban hampir tidak ada lagi yang memproduksinya, kecuali ada pesanan,” kata Emy Supangesti, 64 tahun, perajin batik asal Kecamatan Semanding, -Tuban.
Di luar tiga pengaruh budaya itu, berkembang juga motif-motif kontemporer pada batik gedog Tuban. Tema motif tersebut antara lain alam dan sejarah Tuban. Batik bermotif turonggo ronggolawe, misalnya, terinspirasi seorang pengikut Raden Wijaya—pendiri Kerajaan Majapahit. Pengikut itu meninggal sebagai pemberontak Majapahit. Tapi masyarakat Tuban justru menganggapnya sebagai pahlawan. Kini batik turonggo ronggolawe menjadi seragam pegawai Pemerintah Kabupaten Tuban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo