Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Termahal dan Paling Kontroversial

Piala Dunia 2022 dibuka malam ini di Kota Al Khor, Qatar. Penyelenggaraan pesta sepak bola empat tahunan ini merupakan yang paling mahal sejak Piala Dunia pertama di Uruguay pada 1930. Isu pelanggaran hak asasi manusia, kematian buruh migran, sampai LGBT menjadi batu sandungan.

20 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja konstruksi di Stadion Al Thumana, Doha, Qatar, 17 November 2022.. REUTERS/Marko Djurica

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pandangan mata pencinta sepak bola dunia akan tertuju pada Stadion Al Bayt, Qatar, malam nanti. Stadion megah di Kota Al Khor, yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Doha, itu akan menjadi lokasi pesta pembukaan Piala Dunia 2022. Selepas pesta, gelanggang berkapasitas 60 ribu penonton tersebut akan menggelar pertandingan tuan rumah melawan Ekuador sebagai laga pertama Piala Dunia edisi ke-22.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Geliat pesta bola sudah terasa di Qatar sejak beberapa hari terakhir. Seluruh pemain dari 32 tim peserta putaran final sudah tiba di salah satu negeri kaya di Teluk Persia itu. Sejumlah video latihan persiapan tim-tim unggulan pun sudah ramai beredar di media sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di atas kertas, Qatar 2022 akan menjadi edisi Piala Dunia termahal sepanjang sejarah. Sejumlah media internasional menyebutkan Qatar telah menggelontorkan duit hingga US$ 220 miliar atau sekitar Rp 3.400 triliun untuk turnamen ini.

Sebagai pembanding, edisi Piala Dunia termahal sebelumnya, yakni Rusia 2018 dan Brasil 2014, disebut berbiaya sekitar US$ 15 miliar atau Rp 234 triliun. Dana sebesar Rp 3.400 triliun tersebut dikeluarkan Qatar sejak 12 tahun lalu, tepatnya setelah federasi asosiasi sepak bola dunia atau FIFA menunjuk mereka sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

Dana super besar itu dipakai untuk mendirikan infrastruktur Piala Dunia, dari delapan stadion, fasilitas penunjang bagi pemain, hingga ratusan hotel untuk penonton. Pemerintah Qatar pun membangun prasarana, seperti jalan raya, bandara, kereta bawah tanah, hingga jaringan telekomunikasi.

Pembangunan besar-besaran itu ditempuh untuk menghadirkan kenyamanan bagi penonton Piala Dunia 2022, termasuk gengsi besar Qatar sebagai salah satu negara termakmur di dunia. Namun, di balik semua kemegahan itu, Qatar menetapkan aturan yang ketat.

Suporter Meksiko dan bir di Al Bidda Park, Doha, Qatar, 19 November 2022. REUTERS/Molly Darlington

Salah satunya larangan konsumsi minuman beralkohol di dalam dan di luar stadion sepanjang turnamen. Sebagai negara Islam, Qatar mengharamkan minuman beralkohol. Sebelum Piala Dunia, hanya beberapa hotel yang diizinkan menjual khamar di Qatar.

Aturan ini sempat ditentang oleh banyak kalangan, khususnya fan tim peserta Piala Dunia 2022. Maklum, minuman beralkohol—khususnya bir dingin—menjadi bagian tak terpisahkan di setiap turnamen akbar yang digelar pada musim panas tersebut.

Pada Jumat lalu, FIFA merilis aturan larangan penjualan bir di dalam dan di luar stadion. Sebelumnya, terjadi perdebatan hebat dalam rapat yang dihadiri oleh Presiden FIFA, Gianni Infantino; eksekutif Komite Tertinggi Qatar; dan perwakilan Budweiser. Budweiser, produsen bir asal Saint Louis, Amerika Serikat, merupakan salah satu sponsor utama Piala Dunia 2022.

Rapat tersebut merupakan permintaan dari komite eksekutif Qatar setelah mendapat tekanan hebat dari keluarga kerajaan. Sebelumnya, FIFA dan Qatar mengizinkan Budweiser menjual bir di sekitar stadion tiga jam sebelum dan satu jam setelah pertandingan.

Dalam aturan baru, konsumsi bir hanya dibolehkan di Fan Festival, area kumpul suporter, yang tersebar di sejumlah titik di Kota Doha. Kepala Eksekutif Komite Tertinggi Piala Dunia Qatar, Nasser Al Khater, menyebutkan Fan Festival dibikin untuk memberikan rasa nyaman bagi semua orang, termasuk penyuka minuman keras. "Ruang ini menyadarkan mereka jika minum berlebihan, sehingga tetap aman dan tidak membahayakan orang lain," kata Al Khater.

Menanggapi aturan ketat Qatar, sejumlah negara peserta Piala Dunia 2022 merilis panduan khusus untuk suporternya yang akan datang ke Doha. Pemerintah Kerajaan Inggris contohnya. Biro Perjalanan Luar Negeri Inggris telah mengimbau warganya tak membawa sejumlah barang yang dilarang di Qatar, termasuk obat-obatan, minuman beralkohol, hingga hal-hal yang mengandung unsur pornografi.

Pemerintah Inggris juga mengimbau warganya tak membawa makanan mengandung babi dan buku-buku agama. Imbauan lainnya meliputi berperilaku baik, tidak berbicara kotor, dan tak menggunakan bahasa tubuh yang tidak sopan. Bahkan cara berpakaian pun ikut diatur. Khusus fan perempuan Tiga Singa—julukan tim nasional Inggris—dilarang memakai pakaian terbuka.

Fakta lainnya, pergelaran Piala Dunia 2022 juga dianggap sepi peminat di sejumlah negara, khususnya di zona Eropa. Musababnya, turnamen empat tahunan ini dihelat menjelang akhir tahun atau di tengah musim kompetisi 2022-2023. Bahkan tak sedikit pengamat kompetisi Eropa menyebut Piala Dunia 2022 serasa jeda internasional.

Lazimnya Piala Dunia digelar di tengah tahun atau jeda musim kompetisi. Namun Qatar mengambil keputusan besar memindahkan Piala Dunia ke akhir tahun demi menghindari risiko cuaca panas ekstrem mencapai 42 derajat Celsius, yang rutin melanda negara tersebut pada pertengahan tahun.

Sepinya Piala Dunia juga sempat terasa di Qatar. Sejumlah media Inggris sempat melaporkan dugaan penggunaan suporter abal-abal saat Qatar menggelar parade menjelang Piala Dunia. Sejumlah foto orang-orang berparas Arab dan India mengenakan seragam timnas Brasil, Argentina, Spanyol, dan Jerman ramai berseliweran di media sosial. Unggahan foto-foto tersebut mendapat respons negatif dari warganet lintas negara.

Selain itu, maskot Piala Dunia 2022 yang diberi nama La'eeb menuai cibiran warganet. Maskot berkelir putih itu memang tak lazim. Biasanya maskot diadopsi dari binatang khas negara tuan rumah. Namun La'eeb lebih mirip kuffiyah atau penutup kepala pria Timur Tengah. Maskot putih itu dipelesetkan sebagai hantu dari ribuan pekerja migran yang dilaporkan tewas selama pembangunan besar-besaran stadion dan infrastruktur Piala Dunia 2022.

Media ternama Inggris, The Independent, melaporkan sebanyak 6.500 pekerja migran dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh, dan Sri Lanka meninggal sejak 2010, setelah FIFA menunjuk Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

Nasser Al Khater membantah tuduhan tersebut. Dia menyatakan hanya ada tiga pekerja meninggal saat membangun stadion dan infrastruktur Piala Dunia. Dia mengatakan Qatar menerapkan standar keamanan kerja internasional.

Al Khater menuding laporan tersebut merupakan bagian dari kampanye untuk menjatuhkan kredibilitas Qatar sebagai penyelenggara Piala Dunia 2022. "Kami ingin menjadi negara Arab pertama yang sukses menjadi tuan rumah Piala Dunia," ujarnya.

Protes penangkapan aktivis LGBT di Doha, Qatar, 25 Oktober 2022. REUTERS/Obtained by Reuters

Masih seputar hak asasi manusia, Qatar dikecam lantaran melarang kegiatan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Ambasador Piala Dunia 2022, Khalid Salman, secara terang-terangan menyebut LGBT sebagai hal yang haram serta merusak pikiran. Walhasil, omongan mantan pemain nasional Qatar itu mendapat respons negatif dari berbagai penjuru.

Sejumlah fan klub top Eropa di Bundesliga, La Liga, dan Liga Inggris membentangkan spanduk dengan kalimat boikot Piala Dunia 2022. Tim nasional Amerika Serikat menentang larangan itu dengan menyematkan pelangi—simbol dukungan terhadap LGBT—di poster mereka. Sementara itu, pasukan timnas Jerman berangkat ke Qatar dengan pesawat Lufthansa Airbus A330 yang dihiasi tulisan Diversity Wins atau Keberagaman yang Menang. Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mengatakan pernyataan Khalid Salman berlawanan dengan sikap pemerintah Qatar. Menurut dia, Qatar sebelumnya telah memberikan jaminan pelindungan bagi LGBT yang datang menonton Piala Dunia 2022.

Hujan kecaman itu membuat Qatar melunak. Nasser Al Khater mengatakan LGBT masih bisa berekspresi di Qatar dengan bergandengan tangan. Ia juga menjamin kaum minoritas tersebut tak akan mendapat perlakuan diskriminatif. "Selama tidak melakukan hal yang merugikan orang lain, Anda semua dipersilakan datang dan tak perlu mengkhawatirkan apa pun di sini," kata Al Khater.

INDRA WIJAYA | REUTERS

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus